Secara penampilan, keren sih bila dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Seakan-akan kita sejajar dengan para pahlawan yang sudah lebih dulu mendahului kita. Nampaknya sederajat dengan mereka jika mayat kita bersanding ditanah yang sekompleks dengan mereka.
Di sinilah lompatan pemikiran yang saya kritik itu. Saya tidak sedang meminta Ganjar untuk menyiapkan Tanah di Taman Makam Pahlawan untuk jasad para tenaga medis, tetapi harus ada siasat dari pemerintah untuk melawan stigmatisasi tentang jasad yang wafat karena virus corona. Entah dia dari kalangan tenaga medis atau masyarakat biasa.
Maraknya penolakan jasad para korban virus corona menunjukan bahwa ada gap informasi dan stigmatisasi yang perlu dibenahi. Ia tak lain harus berwujud dari sebuah akal pikiran manusia yang perlu ditata ulang cara dan jalan pikirannya.
Mengapa ada penolakan? Karena ada disrupsi informasi diakar rumput. Bahwa jasad yang meninggal karena virus corona tak bisa dimakamkan sesuai dengan jalur yang seperti biasanya, itu benar. Tetapi masyarakat juga harus tahu bahwa ada tahapan dan langkah-langkah yang dilakukan oleh tenaga media sebelum para jenazah dibungkus dan dimakamkan.
Secara prinsip para jenazah korban virus corona telah disirami dengan zat disinfektan secara bertahap. Hal ini dilakukan untuk mematikan virus corona yang mungkin saja masih tersisa didalam tubuh. Dan secara logika, tubuh manusia yang terdiri dari sel dan jaringan itu juga akan mati ketika manusia sudah tidak bernafas atau bernyawa.
Mengutip laman liputan 6.com, Ahli forensik Mabes Polri Kombes Pol. Dr.dr.Sumy Hastry P, SpF menegaskan bahwa "virus tidak akan menulari kalau jenazah tidak dibuka setelah dibungkus rapi."
Kebenaran informasi ini tentunya harus didengar dan tersampaikan kepada masyarakat. Diperlukan sosok atau ketokohan dari pejabat publik, tokoh agama dan tokoh masyarakat, agar simpang siur informasi perihal ini bisa kita selesaikan.
Tentu penolakan jenazah tenaga medis ini membawa kita kepada sebuah kolase kehidupan yang buruk. Tak semestinya kejadian ini terulang. Hal ini sangat menciderai rasa humanisme manusia pribumi.
Tenaga medis yang sudah berjuang digarda terdepan seyogyanya perlu kita dukung. Masalah yang mereka  hadapi oleh saat ini memang banyak. Pilihannya tak ada. Tetapi jawaban dan tuntutannya selalu ada. Kesenjangan ini ditambah lagi dengan ketika gugur melaksanakan tugas, jenazah mau dibawa kemana.
Kejadian ini sempat membuat nurani teriris jika kita renungkan lebih dalam. Walaupun mereka saat ini bisa beristirahat sementara di hotel berhari-hari, namun ada rasa was-was dan keresahan setiap hari jika mereka sedang bertugas.
Oleh karenanya, pak Ganjar jangan hanya sibuk memikirkan dimana para jenazah tenaga medis ini akan dimakamkan ketika gugur menjalankam tugas. Tetapi mari melakukan aksi yang lebih luas dalam melawan stigmatisasi virus corona. Baik itu pada pasien yang positif kemudian sembuh, hingga mereka yang berkalang tanah karena tak bisa diselamatkan.