Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kontradiksi Kebijakan Terawan dan Luhut Tentang Ojol Bikin Bingung

12 April 2020   21:18 Diperbarui: 12 April 2020   21:16 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto (ANTARA FOTO/ Fotografer: Hafidz Mubarak A)

Menkes Terawan dan Plt Menhub yang dijabat oleh Luhut Binsar Panjaitan (LBP) memiliki kontradiksi kebijakan yang berbeda tentang ojol. Perihal ini nampak pada kebijakan yang mereka teken terkait pemberlakuan PSBB.


Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saat ini telah disetujui oleh Menkes Terawan dan diberlakukan  di Jakarta , Bogor, Depok dan Bekasi. Sebagai cikal bakal cara untuk memutus penularan virus corona, PSBB dianggap sebagai konsep yang paling cocok, ideal dan sesuai dengan keadaan sosial budaya bangsa kita.

Sejak diteken oleh Presiden dan dituangkan dalam PP No. 21 tahun 2020, PSBB adalah jalan keluar bangsa kita untuk bisa keluar dari jepitan pilihan apakah lockdown atau karantina wilayah. Oleh karena itu, Presiden meminta kepada Menkes Terawan untuk menjabarkan PP tersebut kedalam sebuah pedoman.

Alhasil dalam dua hari Pedoman PSBB tertuang di Permenkes No. 9 Tahun 2020. Sebelumnya saya telah menuliskan Pedoman Memahami Permenkes Terawan tentang PSBB. Linknya dapat dibaca disini.

Kemudian setelah tiga hari berlalu, Plt Menhub yang dijabat oleh LBP juga mengeluarkan aturan turunan terkait PSBB. Isi permenkes Terawan dan permenhub LBP sama-sama berdasarkan PP Jokowi. Namun ada kejanggalan dan kontra narasi didalamnya.

Tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019, pasal 11 ayat 1 butir c yang berbunyi sepeda motor berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang.

Namun dalam pasal lanjutan, yaitu pada butir d disebutkan bahwa dalam hal tertentu untuk tujuan melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan.

Bunyi pasal yang diteken oleh LBP ini tentu bertolak belakang dengan Pedoman PSBB dari Kementerian Kesehatan. Pada Pasal 15 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 menyatakan, bahwa ojek daring  boleh beroperasi tetapi hanya mengangkut barang dan tidak mengangkut orang.

Kita sama-sama tahu selama ini para ojol mengendarai motor sebagai moda jasa  transportasi mereka di aplikasi baik itu Go-Jek maupun Grab.  Baik untuk mengantar barang maupun mengantar orang. Semuanya diantar sesuai titik tujuan.

Dengan berlakunya PSBB tentu nasib mereka juga sedang diujung tanduk. Mengingat penghasilan mereka sesuai dengan orderan yang ada di aplikasi. Semakin hari semakin menurun secara perlahan dan drastis.

Beban itu pun harus ditambah lagi dengan ambigunya kebijakan pemerintah  tentang  apakah boleh mengantar orang ataukah hanya sebatas mengantar barang. Para ojol pun menjadi bingung dengan kebijakan Pak Menkes dan Pak Menhub.

Dari sudut pandang higeinis dan ekonomis, tentu kedua-duanya bisa dilakukan. Asal diterapkan dengan prosedur yang berlaku.

Inti dari pemberlakuan ini ada dua yaitu agar pencegahan penularan virus bisa dilaksanakan dan kedua adalah agar aktivitas ekonomi bisa bergerak. Walau dalam skala yang kecil.

Tetapi yang menarik bila  kontra indikasi keputusan ini terjadi dilevel menteri. Hal ini memberikan sinyal yang kuat kepada publik bahwa sepertinya kedua belah pihak ini tidak sama-sama sepaham terkait nasib ojol.

Jika kembali pada konteks PSBB, ada batasan jarak yang diberlakukan. Jarak yang dibataskan adalah minimal 1 meter. Ini tentu sulit diterapkan jika diatas motor. Jika didalam mobil masih mungkin, namun bagaimana jika diatas motor?

Oleh karenanya saya tidak ingin menyatakan bahwa Permenhub BLP salah. Tetapi ada konteks yang terabaikan dalam esensi pemberlakuan PSBB.

Mengapa esensi PSBB ini perlu ditegakkkan agar virus corona tidak semakin menyebar secara luas dan korban yang jatuh bisa dicegah. Tetapi jika hal ini kita abaikkan, maka korban yang jatuh semakin banyak.

Dan hal ini mungkin saja bisa menyebabkan konsep PSBB berubah menjadi lockdown atau PSBB yang semakin ketat dari yang sebelumnya.

Relevansi pemberlakuan PSBB bagi ojol harus dijelaskan dengan kebijakan yang jelas. Mengikutsertakan pihak aplikator maka akan memberikan ruang yang lebih besar untuk memikirkan nasib para ojol yang kekurangan pendapatan ini.

Agar mereka selamat dan ekonomi mereka tidak semakin terjerumus, diperlukan kebijakan yang jelas. Jangan sampai kontra indikasi kebijakan ini malah menimbulkan kegaduhan baru dimasyarakat khususnya ojol.

Komunikasi publik antara Menkes Terawan dan Menhub, LBP seyogyanya perlu disinkronkan lagi. Jika hal ini terjadi, masyarakat pasti bertanya-tanya, pemerintah mau kemanakan nasib kami  (ojol) ditengah pandemi?

Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun