Apa yang diungkapkan beliau sebenarnya tidak salah. Namun alangkah baiknya Presiden tidak sedang mencari alasan pembenaran untuk melegalkan "ayo mudik" ditengah situasional yang seperti ini.
Kita sama-sama tahu, bahwa Teori Jaga Jarak Aman  atau physical distancing untuk mencegah dan memutuskan mata rantai penyebaran virus corona wajib untuk kita lakukan. Tetapi anjuran tersebut akan berbenturan dengan imbauan mudik presiden.
Walaupun protokoler pembatasan jarak  dalam moda transportasi baik itu bus, kereta, kapal dan pesawat telah dikeluarkan oleh PLT Menhub, dalam hal ini Bapak Luhut Binsar Panjaitan. Rasa-rasanya hal tersebut bukanlah cara ampuh yang menjamin bahwa penularan virus corona bisa terputus.
Bangsa kita saat ini belum terbiasa dengan menjaga jarak. Selama semuanya kelihatan baik-baik saja, maka imbauan JAGA JARAK dalam moda transportasi pun dianggap hal yang biasa saja.
Atau tengok saja ketika imbauan untuk tetap tinggal dirumah dikeluarkan. Tidak langsung sekejap atau seketika masyarakat untuk mau patuh dan disiplin. Semuanya harus ditakut-takutin dulu dengan gambar atau video tentang bahaya virus corona. Sampai-sampai komika  Bintang Emon pun angkat suara dengan omelannya.
Tidak sampai disitu, jika masyarakat masih membandel dan hal ini masih belum memberikan efek patuh, pemerintah mengerahkan sekelompok manusia berbaju coklat untuk keliling kompleks. Tujuannya untuk menangkap atau membubarkan masyarakat yang tak mengindahkan aturan.
Begitu juga dengan tidak adanya pelarangan mudik. Menurut saya pemerintah sedang meletakkan kebijakan tanpa instruksi yang tegas. Disinilah saya menyebutnya sebagai anomali kebijakan.
Kebijakan yang pemerintah keluarkan seharusnya satu nafas dan satu arah. Jangan tumpang tindih apalagi berlawanan.
Kita semua tahu bahwa penyebaran virus corona bisa kita lakukan dengan menjaga jarak. Oleh karena itu jika mudik dibiarkan tanpa pelarangan maka kita sedang membuka celah baru bagi virus corona untuk menyebar.
Kita semua tahu bahwa jika mudik maka saya saya sedang mengancam nyawa dari segala yang hidup dibawah atap rumah yang berisikan orang tua dan keluarga saya dikampung. Oleh karenanya mudik tahun ini saya tunda dan memilih tetap berdiam diri dirumah.
Kita semua tahu bahwa dengan tidak mudik maka saya tidak sedang menghapus tradisi atau ritual nenek moyang untuk mudik setiap tahun atau setiap hari raya. Tetapi saya tidak mudik tahun ini agar saya bisa  mudik ketika pandemi ini berakhir. Alhasil tradisi saya tentang mudik masih tetap ada, terpelihara dan tidak kehilangan maknanya.