Tuntutlah ilmu hingga ke negeri China!!!
Ternyata pepatah ini masih berumur panjang. Dari bangku SD hingga sudah bekerja seperti sekarang, eksistensinya masih saja laku keras.
Namun bukan hanya ilmu lagi yang akan kita kejar kesana, tetapi juga obat-obatan. Apes rupanya. Setelah tak mendapat ilmunya, kini  malah harus menyerahkan beberapa upeti kepada mereka dan menukarnya demi penawar virus corona yang sudah mewabah.
Sejak resmi diberitakan bahwa telah ada obat yang ampuh untuk virus corona yaitu Klorokuin dan Avigan. Pemerintah gerak cepat untuk membelinya. Dengan mengirimkan TNI AU beserta Tim untuk terbang menjemputnya langsung ke Shanghai, China.Â
Virusnya dari sana, penawarnya pun juga harus kita beli dari sana. Hebat bukan? Entah apalagi yang belum kita beli dari bangsa tirai bambu ini.
Melansir kompas.com, saat ini pemerintah telah mendatangkan sebanyak 5.000 butir obat avigan. Pemerintah juga tengah memesan 2 juta butir obat tersebut. Sementara untuk obat klorokuin sudah disiapkan sebanyak 3 juta butir.
Klorokuin dan avigan diinformasikan telah memberikan aktivitas positif untuk mematikan penyakit covid-19. Obat tersebut telah digunakan di China dan menunjukan hasil positif kepada pasien yang positif terkena virus corona.
Pemerintah sempat menjilat ludah sendiri. Tatkala Kominfo menetapkan informasi klorokuin bisa menyembuhkan virus corona sebagai berita bohong alias hoaks.
Tak lama setelah presiden mengumumkan ide cemerlangnya untuk menggunakan obat ini sebagai bagian dari proses penyembuhan covid-19. Kominfo juga langsung mencabut siaran persnya terkait berita bohong soal obat klorokuin.
Klorokuin bukanlah obat baru yang digunakan di Indonesia. Obat jenis ini biasanya dipakai untuk penanganan pasien yang menderita malaria. Obat ini juga tersedia banyak digudang farmasi daerah yang endemis malaria seperti di Papua. Namun karena mengalami resistensi, obat ini jarang lagi digunakan sebagai terapi utama malaria.
Zat yang bernama lengkap klorokuin fosfat merupakan turunan dari 4-aminokuinolin. Turunan 4-aminokuinolin mempunyai aktifitas antimalaria yang relatif tinggi dibandingkan kinin dan toksisitasnya relatif rendah.
Zat aktif klorokuin fosfat sebenarnya banyak terdapat dalam tanaman kina. Tanaman kina merupakan tanaman asli Indonesia. Spesies ini banyak tumbuh bebas diwilayah Jawa, Sumatera dan sebagian di Sulawesi. Namun pemanfaatannya masih sebatas dilihat-lihat saja.
Belum ada eksekusi nyata untuk mendaur ulangnya menjadi obat karya anak bangsa. Alhasil tanaman ini akan anteng-anteng saja. Padahal dunia sedang membutuhkannya.
Melansir Jurnal Cell Research yang berpusat di China, menyatakan  bahwa klorokuin dan antivirus remdesivir sangat efektif dalam menghambat replikasi covid-19 dalam kultur sel. Sedangkan dari dalam negeri, Dosen sekaligus guru Besar Bidang Farmakologi dan Farmasi Klinik Universitas Padjajaran, Keri Lestari dalam laman kompas.com, juga menimpali bahwa klorokuin fosfat dapat memblokir infeksi Covid-19.
Jadi gini, virus saat masuk kedalam tubuh, ia akan memperbanyak dirinya (transkripsi). Ia perlu bertranskripsi untuk menambah jumlah massanya didalam tubuh manusia agar bisa masuk kedalam sel dan menembus sitem imun kita.
Jika imun kita lemah maka virus akan menginfeksi dan menimbulkan gejala seperti flu, demam, batuk tergantung ia betah hidupnya dimana.
Obat klorokuin inilah yang digadang-gadang mampu untuk menghambat replikasi virus covid-19 agar tidak menimbulkan penyakit. Dan saat ini para peneliti di Cina sedang menguji obat antimalaria tersebut pada lebih dari 100 pasien covid-19 di 10 rumah sakit.
Kemungkinan  keberhasilan dari penggunaan obat ini sangat tinggi. Walaupun masih dalam tahap percobaan, pemerintah tetap bulatkan tekad untuk memboyongnya dari Shanghai, China. Bahkan  World Health Organisation (WHO) belum memberikan legitimasinya untuk penggunaan klorokuin sebagai terapi covid-19, pemerintah sudah tancap gas saja.
Walau penggunaan klorokuin masih menjadi kontroversi, perlombaan menemukan penawar virus corona memang sedang gencar dilakukan oleh beberapa negara maju seperti China dan Amerika maupun Uni Eropa.
Melihat budaya produktif dan inovatif bangsa lain dalam memecahkan fenomena ini sangat tinggi, kita lagi-lagi hanya menunggu hasil dari buah tangan mereka.
Sebagai penonton dan kaum konsumerisme, mengendap dan hanya mengandalkan uang untuk mengapresiasi karya bangsa lain adalah cara jitu untuk tutupi kebebalan kita tak bisa berbuat apa-apa.
Padahal SDM dan SDA-nya kita punya. Tanamannya tumbuh subur ditanah ini. Profesor dan Guru Besar Bahan Alam, Farmakologi, dan Farmasi Klinik juga banyak. Lalu masalahnya apa? Yah kita sama sama tahu masalah terbesar kita apa. Â
Ketergantungan kita kepada negeri tirai bambu bak candu. Sampai saat ini mereka memang bisa mengimpor segala jenis kebutuhan kita. Mulai dari virus hingga popok. Semua mereka supply. Yang tinggal hanyalah kemampuan untuk mereduksi semua dampak dari pandemi ini.
Semoga saja penawar corona yang sudah kita beli ini benar-benar mujarab sakti mandraguna untuk menyembuhkan infeksi virus corona, sebab penawar rindu karena terjebak terus menerus dirumah itu tak ada obatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H