Meningkatnya kasus covid-19 di ibu kota memang menambah masalah baru Gubernur Anies Baswedan. Setelah beberapa waktu lalu dihujani kritik tentang banjir dan formula E, kini ia sedang naik daun lagi karena kebijakannya dalam penanganan pandemi ini. Â Heleeh heleeh~~~
Setidaknya saat ini, Anies memang sukses mendapatkan panggung politiknya setelah ia berhasil mengeluarkan kebijakannya sendiri. Kesan yang tampak adalah Anies mampu mengelola covid-19 di Jakarta seorang diri tanpa bantuan Jokowi sebagai Presiden. Itu artinya pemda DKI mampu lepas dari bayang-bayang pemerintah pusat.
Padahal sebelumnya Jokowi sudah mengeluarkan statement dan pernyataan nya sebagai presiden tentang bagaimana negara bersikap untuk satu kendali hadapi pandemi agar daerah-daerah yang lain mampu memahami instruksinya dan virus ini bisa tertangani dengan baik.
Hal ini telah diwanti-wanti Jokowi kepada kepala daerah pada status quo (norma hukum) dengan mengklasifikasikan berbagai kewenangan absolut, konkuren dan kewenangan umum. Namun ironisnya kewenangan ini malah menjadi tidak kuat karena anomali kebijakan Presiden Jokowi sendiri.
Pada siaran pers pertamanya, Jokowi menyatakan bahwa dirinya adalah komandan utama dalam menangani ancaman virus ini. Namun yang terjadi, ia akhirnya menyerah dengan keadaan tersebut dan mempersilahkan kepada daerah untuk menetapkan statusnya masing-masing.
Wajar bila Anies mampu memanfaatkan momentum tersebut. Kebijakan Jokowi yang tidak dibalut hukum darurat melalui perpres misalnya dinilai tidak cukup kuat untuk merepresi daerah yang akan bertindak sendiri tanpa persetujuan pemerintah pusat.
Dissenting opinion ini lah awal mula timbulnya ketidakharmonisan antara pusat dan daerah. Ambigu kebijakan Jokowi pun semakin menajamkan interaksi Anies dipanggung nasional.
Mulai dari mengumumkan sendiri penanganan covid-19, modifikasi lockdown hingga memetakan penyebaran virus covid-19 diJakarta. Anies benar-benar merasa telah menjadi tuan diatas tuan yang sesungguhnya.
Tak mau melihat Anies terus bergerak tanpa instruksi pemerintah pusat, Tito Karnavian sebagai Menteri Dalam Negeri (Mendagri) datang untuk menemui Anies. Dalam pertemuan tertutup itu Tito menyatakan kepada Anies bahwa kebijakan lockdown atau karantina kewilayahan sepenuhnya adalah urusan absolut pemerintah pusat dalam hal ini Presiden.
Tito sebagai penyambung kebijakan presiden kepada Anies selaku kepala daerah sejujurnya ingin menegasikan kapasitas Anies apa dan Kapasitas presiden apa. Kedatangannya itu untuk mengikat tangan Anies agar tak sembrono lagi mengeluarkan kebijakan tanpa berkoordinasi dulu dengan pemerintah pusat.
Namun anomali kembali lagi terjadi. Hari ini
Pemerintah pusat mempersilakan Anies untuk memimpin upaya pencegahan penularan virus Corona di Jakarta. Pemerintah pusat tak akan mengintervensi Anies dalam rangka penanggulangan bencana nasional di daerahnya.
Dalam laman detik.com, "Ya diserahkan ke gubernur lah, kepala daerahnya kan gubernur kok. Lah kan katanya otonomi daerah, ya, silakan gubernur sebagai penguasa daerah untuk mengatur itu semua," kata juru bicara pemerintah untuk penanganan virus Corona, Achmad Yurianto (19/3/2020).
Hal ini bermula dari pernyataan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bahwa pihaknya saat ini menggambarkan penyebaran virus Corona di Jakarta sangat cepat. Menurutnya, Jakarta saat ini termasuk epicenter dengan pertambahan kasus yang tinggi.
Dalam laman detik.com ia berujar bahwa "Dalam paparan yang tadi kami sampaikan, kita gambarkan bahwa situasi di Jakarta penyebarannya bergerak sangat cepat dan sekarang Jakarta merupakan salah satu epicenter dengan pertambahan kasus yang sangat signifikan," sebut Anies dalam konferensi pers di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (19/3).
Apa yang sebenarnya diinginkan oleh Jokowi kepada Anies? Bukankah seharusnya mereka bersinergi?
Dalam hal ini, Jokowi sebagai Presiden dan Anies sebagai Gubernur harusnya sama sama bisa untuk mengerti kapasitasnya masing-masing. Jika memang kewenangan absolut presiden yang akan diterapkan maka Jokowi harus meneken perpres tentang kebijakan tersebut dan jangan ragu untuk mengambil tindakan.
Yang kita hadapi sekarang adalah pandemi yang telah menjadi Bencana Nasional. Jika arahan yang diberikan masih simpang siur. Akan wajar bila pemerintah daerah bergerak melewati batasnya.
Disisi lain, pemerintah daerah juga harus bisa berkoordinasi dengan pusat. UU Otonomi daerah adalah landasan hukum kuat bagiamana kepala daerah untuk bersikap. Namun tentu saja, pemerintah pusat bisa mengambil alih peran tersebut sesuai dengan norma hukum yang berlaku tanpa mengeyampingkan pemerintah daerah selaku pemimpin didaerah tersebut.
Sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan adalah kuncinya.
Kini yang tinggal adalah pusat memberikan kekuasan penuh lagi kepada pemda DKI untuk mengurusui corona. Pemerintah tak akan intevensi Anies untuk menyelesaikan pandemi ini. Seakan akan pusat lepas tangan dan lebih memilih bersikap cooling down.
Lalu apa yang akan dilakukan Jokowi selanjutnya? Saya harap kebijakan pemerintah tetaplah sinkron. Jangan sampai rakyat lagi-lagi menjadi korban dalam arena kampanye politik nasional. Musuh kita saat ini sedang menyerang. Dengan bekerjasama kita sebenarnya bisa memutus mata rantai penyebaran virus ini.
Namun jika rantai persatuan kita saja sudah putus, kepada siapa lagi rakyat menggantungkan harapannya? Kepada DPR? Ahh anggota DPR saja takut sama virus corona....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H