Saya baru saja menonton wawancara Dedy Corbuizer (D) youtuber terkenal Indonesia bersama  Achmad Yurianto atau yang dikenal dengan sapaan Pak Yuri, Juru Bicara Pemerintah dalam penanganan wabah covid-19.
Ada efek kejut dan rasa bingung yang nampak dari artis yang sudah lama malang melintang didunia konten kreator tersebut, selama kurang lebih 30 menit ia bertatap muka bersama pejabat teras kementerian kesehatan itu.
Yah, setidaknya saya menangkap ada beberapa segmen pertanyaan yang mana Pak Yuri berhasil menampar muka D dan  bahkan saya kira, juga menyasar penonton yang sudah menonton video tersebut.
Melalui komukasi dari hati ke hati ini, Pak Yuri nampak berhasil menerjemahkan apa yang belum, yang sudah dan yang akan dikerjakan pemerintah selama ini dalam penanganan pandemi covid-19.
Dalam awal pembicaraan pertama, mereka menonton sebuah video wanita yang mengaku dicampakkan oleh rumah sakit. Padahal wanita itu pasien yang "terduga" mengalami gejala dan tanda virus corona atau yang dikenal dengan Pasien Dalam Pengawasan (PDP).
Wanita tersebut berkisah bahwa Rumah Sakit (RS) Â setempat menolak dan tidak memberikan pelayanan sebagaimana mestinya jika dalam keadaan seperti ini. D kemudian bertanya, "apakah video tersebut diatas benar pak?"
Pak Yuri dengan kalemnnya menjawab Ya. Ada rumah sakit yang menolak menangani pasien virus corona karena fasilitasnya tidak memadai.
Apa alasan rumah sakit menolak?
"Yah karena pihak  rumah sakit tidak mau ditahu jika mereka sedang melayani pasien yang mengidap virus corona. Nanti pasien yang lain jadi takut dan enggan untuk berobat disitu. Semuanya tentang bisnis mas."
Mendengar perihal tersebut, D terkejut dengan beberapa kali mengucapkan kata "Wow". Seakan-akan ia tidak percaya bagaimana mungkin rumah sakit sempat-sempatnya masih memikirkan bisnis dan citra dalam keadaan yang seperti ini.
Yah, itulah salah satu wajah kusam  dunia kesehatan kita. Bisnis oriented adalah hal yang menentukan keberpihakan manusia kepada sesamanya. Entah ia dalam sakit atau nyaris mati. Semua tentang bisnis.Â
Selamat datang di Indonesia!!!
Rumah sakit berdasarkan UU No. 44 Tahun 2009 adalah institusi pelayanan kesehatan  yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Menurut asas dan tujuannya, rumah sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan  anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.
Apa yang telah terjadi pada kasus diatas, jelas bahwa rumah sakit tersebut telah menyimpang dan bertolak dari tujuan luhur pendiriannya. Coba bayangkan kerugian yang timbul dari kebijakan yang diambil RS tersebut.
Jika satu pasien virus tak tertangani dengan baik sesuai protap yang berlaku, maka orang-orang yang disekitarnya bisa terjangkit dan itu akan berpotensi menambah banyak jatuhnya korban karena virus corona.
Menurut Pak Yuri, pemeriksaan PDP sebenarnya tidak memerlukan alat yang khusus. Pasien yang ingin memeriksakan dirinya karena takut terjangkit virus corona, cukup dengan mengambil spesimen kemudian bisa dilakukan rujukan ke rumkit yang menjadi pusat rujukan nasional berdasarkan data klinis dan diagnosa awal pasien sewaktu ke rumah sakit pertama kali.
Pasien dalam video tersebut tidak mendapatkan pelayanan diagnosa awal dan pemeriksaan spesimen sebagai pondasi awal pelayanan yang terjangkit virus.
Mengapa hal ini tidak dilakukan, sebenarnya bertujuan untuk meningkatkan diagnosa pasien serta memberikan edukasi kepada pasien agar tetap menjaga kesehatan seperti menggunakan masker saat keluar rumah dan memisahkan dirinya dari kerumunan selama pemeriksaan masih berlangsung.
Jika dinyatakan positif maka pasien akan diisolasi. Namun jika dinyatakan negatif maka pasien hanya perlu menjaga kesehatannya dirumah dan beraktivitas seperti biasanya.
Hanya demi mengedepankan citra, beberapa rumah sakit malah mengabaikan pasien karena virus corona.
Dalam keadaan seperti inilah, kemanusian kita sebagai satu kesatuan bangsa dan negara sedang diuji. Bukan untung, bukan rugi. Namun bagaimana nilai-nilai kemanusian itu kita jadikan landasan untuk memerangi wabah ini.
Pandemi covid-19 bukanlah hanya musuh politisi atau militer apalagi tenaga medis semata. Virus ini adalah musuh kita semua. Jika pengusaha atau orang-orang kaya hanya memikirkan dirinya sendiri, yah saya rasa musahil untuk sama-sama bisa terbebas dari virus tersebut.
Rumah sakit sebagai titik nadir perawatan pasien covid-19 maupun penyakit lain harus benar-bemar menjadi aktor utama dalam kasus ini. Kami sadar bahwa citra rumah sakit adalah modal untuk menjangkau pasar yang lebih luas. Namun tanpa membeda-bedakan pasien atau siapapun, bukan lagi urusan citra atau nilai jual, maka kita sedang melakukan perbuatan yang lebih besar dari itu.
Semoga pemerintah bisa lebh tegas dalam mengakomodir semua fasilitas kesehatan agar tidak menolak lagi pasien dengan kasus covid-19. Penanganan dan pencegahan covid-19 jangan sampai berhenti karena urusan yang tidak lebih penting daripada nyawa manusia dan sesamanya.
Jika nilai-nilai bisnis kita kedepankan maka kita sedang melangkah mundur ke zaman orba dimana materi dan kekuasan adalah alat untuk menekan sesamanya.Â
Sekali lagi covid-19 adalah musuh kita bersama. Jangan sampai penyakit ini terus menyebar dan tak tertangani. Ancaman itu akan semakin nyata dan bisa menimbulkan korban yang lebih banyak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H