Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memoar Supersemar dan Kisah yang Samar-Samar

11 Maret 2020   14:11 Diperbarui: 11 Maret 2020   17:01 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto (ANRI 1998)

"Jangan sekali-kali melupakan sejarah"!!!

 Begitu kata Bung Karno dalam sela-sela pidatonya pada Hari Ulang Tahun Republik Indonesia tanggal 17 Agustus tahun 1966.


Pidato ini Ia sampaikan dengan semangat yang menyala-nyala dan penuh makna. Hingga sampai saat ini, pesan kehidupan tersebut masih cocok dengan kondisi perkembangan bangsa.

Pada hakekatnya sejarah memang memiliki daya tariknya sendiri. Disana tersimpan sekotak cerita penuh makna tentang sesuatu fakta yang menyingkap tabir dalam satu periode waktu tertentu.

Semboyan yang disingkat JASMERAH ini secata turum temurun telah diteruskan lintas generasi. Hingga akhirnya akronim ini pun kembali kepada Bung Karno sendiri.

Hari ini, tepat tanggal 11 Maret 1966, tepat 55 tahun yang lalu. Sebuah peristiwa penting terjadi dalam sejarah peradaban kebangsaan dan perjalanan negara ini. Presiden Soekarno mengeluarkan Sebuah Surat Sakti yang disebut-sebut sebagai Kartu Hijau Soeharto untuk menyalakan alarm  masuknya Orde Baru.

Namun, sampai detik ini tak ada bukti otentik tentang isi Surat Perintah Sebelas Maret (SUPERSEMAR). Semakin sering dikuak, maka akan semakin kabur fakta yang akan dicari itu. Ibarat memancing ikan diair yang keruh.

Yang kita tahu, Isi dari surat sakti mandraguna tersebut  terdiri dari beberapa versi dan telah beranak pinak. Sungguh sangat disayangkan bila arsip penting itu harus hilang lenyap dari muka bumi.

Inti dari Supersemar adalah instruksi presiden kepada Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) yang kala itu dipimpin oleh Letnan Jenderal Soeharto.  Latar belakang keluarnya instruksi ini ialah untuk meredam setiap masalah yang timbul dari Gerakan 30 September 1965.

Gerakan 30 September yang disebut-sebut sebagai afiliasi Gerakan Partai Komunis Indonesia memang saat itu benar-benar membuat suasana dibeberapa daerah samgat genting.

Partai Komunis Indonesia sebagai anak kandung dari ideologi yang membesarkan Soekarno memiliki gerakan hingga ke akar rumput. Pengaruh dan pengikutnya sangat kuat, hingga akhirnya sering berbenturan dengan kelompok partai lainnya yang ada kala itu.

Keadaan itu pun juga mengancam dan akhirnya menyeret-nyeret nama Jenderal yang dituding ingin mematikan partai persemaian ideologi kiri itu.

Namun, bukan itulah hal yang paling menarik dari kisah Supersemar. Ada kisah yang semar-semar yang sampai saat ini terus menjadi tanda tanya besar bagi kalangan sejarawan.

Apa isi dari Surat Perintah Sebelas Maret?

Tak ada yang tahu pasti apa isi surat perintah yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno. Namun,dari tindakan yang diambil Soeharto sebagai Orang yang menerima Instruksi itu dapat disimpulkan dengan dua asumsi.

Asumsi yang pertama adalah Soekarno menuliskan Perintah itu untuk meredam setiap kegelisahan dan isu-isu akan gesekan yang terjadi antara PKI dan pihak yang bersengketa serta membubarkan PKI jika sekira kitanya mereka berniat untuk memberontak kepada pemerintah. Asumsi yang kedua adalah, Soeharto dianggap gagal dan salah dalam menjewantahkan arti dari instruski Soekarno.

Banyak tokoh sejarah yang menyebut-nyebut bahwa SUPERSEMAR itu adalah gerakan kudeta merangkak Soeharto. Soeharto dinilai  salah dalam mengambil tindakan dari Surat yang ia terima. Hal tersebut dibuktikan dengan pernyataan A.M. Hanafi, Duta Besar Indonesia untuk Kuba yang merupakan orang kepercayaan Sukarno. Menurut Hanafi, tindakan Soeharto membubarkan PKI dinilai telah lancang dan melampaui hak-hak prerogatif Soekarno sebagai Presiden.

Kegagapan Soeharton ini pun membuat Soekarno geram. Ia lantas mengirimkan perwakilannya untuk mengantarkan Surat Susulan pada tanggal 13 Maret yang isinya terdiri dari tiga poin, yaitu untuk mengingatkan Soeharto bahwa Surat Perintah 11 Maret hanya bersifat teknis administratif bukan politik; Soeharto tidak dilarang bertindak melampaui bidang dan bertanggungjawab dalam pemulihan keamanan; Soeharto sebagai pelaksana Tugas Surat Perintah 11 Maret diminta untuk menghadap Soekarno.

Surat susulan itu pun dicuekkan saja oleh Soeharto. Menurt  Julius Pour dalam catatannya yang berjudul Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan, dan Petualang, Soeharto berpandangan bahwa sudah cukup jelas isi dari dalam Supersemar yaitu "untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu, demi tetap terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan."

Dimana Surat Sakti Tersebut?

Selain karena isinya yang masih tanda tanya,  Surat Perintah Sebelas Maret yang asli juga tak tahu dimana. Memburu surat ini ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami.

Saat ini, surat tersebut dari beberapa versi dan ragam. Isinya pun juga berbeda satu dan yang lainnya. ANRI telah mengoleksi tiga macam Supersemar. Yang pertama, versi dari Pusat Penerangan TNI yang diperoleh pada tahun 1995. 

Versi kedua Supersemar diperoleh dari Sekretariat Negara yang berasal dari repro buku 30 Tahun Indonesia Merdeka Jilid 3: 1965---1973 (diterbitkan Sekretariat Negara pada 1980). Terakhir, versi dari Akademi Kebangsaan yang diserahkan pada tahun2012.

Demi sepucuk surat lusuh itu, ANRI telah memulai pencarian surat itu sejak tahun 2020 dan membentuk tim investigasi khusus. Dalam pencariannya, tim pencari supersemar ini telah mewancarai nama dan orang-orang yang menjadi saksi kunci dari episode tersebut.

Mulai dari keluarga, ajudan, dan pejabat yang memimpin pada era itu kompak menjawab tak tahu menahu dimana keberadaan dari surat tersebut. Keadaan kala itu memang chaos dan tak terbersit dipikiran para pelaku sejarah itu untuk menggandakan surat itu.

Kini, hanya ada dua orang yang tahu pasti isi dan keberadaan dari surat itu. Si Pembuat dan Si Penerima surat, Bung Karno dan Jenderal Soeharto-lah saksi kunci dari Surat Perintah Sebelas Maret dan kisah yang semar-semar itu.

Semoga dari kisah ini. Kita banyak mengambil pelajaran. Namun saya rasa, arsip-arsip modern yang ada saat ini akan mengunci kuat setiap Kebijakan, Surat, Siaran Pers dan Keputusan pemerintah. Jangan lagi ada sejarah yang tidak tertuliskan. Karena masa lalu akan selalu menjadi baru saat ia kembali ke waktu.

Kita boleh melupakan masa lalu, namun jangan berani-berani melupakan sejarah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun