Saya tidak peduli bapak ibu tidak memilih saya lagi karena saya menjunjung tinggi keadilan sosial di Jakarta. Yang saya ingin bapak ibu mendapatkan hak di Jakarta (Basuki Tjahja Purnama)
Lembaga Survei Indo Barometer baru-baru ini merilis data survei mereka yang menimbulkan kontroversi. Bagi saya data ini benar benar menjadi api pemantik diskusi dan membuat banyak pengamat politik, politikus dan netizen juga angkat suara.
Dalam data itu menyebutkan Basuki Tjahja Purnama atau yang akrab disapa Ahok, menjadi Gubernur yang paling sukses dalam mengatasi banjir di Jakarta. Ia memperoleh nilai 42% dan unggul dari pesaingnya yang kini menjabat sebagai Gubernur Jakarta, Anies Baswedan (4,1%).Â
Tidak hanya Anies Baswedan, Presiden RI, Joko Widodo yang dulunya juga adalah Gubernur  DKI Jakarta hanya duduk diperingkat kedua (25%). Itu artinya, Anies Baswedan belum mampu mengatasi banjir seperti para pendahulunya.
Bukan berarti membandingkan kerja Anies dan prestasi Ahok adalah pendukung yang belum move on dari hasil pemilukada kemarin. Tetapi hal ini sesungguhnya sebagai sebuah pembakar semangat agar pemerintah yang ada saat ini lebih mampu bekerja lebih baik, bahkan seharusnya harus diatas para pendahulunya.
Mari berkontemplasi.
Banjir adalah masalah besar di ibu kota. Ia seperti korupsi yang sudah membudaya. Banjir di Jakarta hingga saat ini, masih belum bisa teratasi dan  daerah ini belum benar benar merdeka dari banjir. Entah masalahnya dimana. Namun ini adalah sebuah ironi yang wajib sama sama kita jawab dan selesaikan.
Setelah kurang lebih 2 tahun memimpin DKI Jakarta, Apa yang telah dan sudah dilakukan oleh masing-masing pemimpin? Ini adalah sebuah pertanyaan besar. Ketika Jokowi, Ahok, dan Anies memimpin, tindakan mereka adalah petuah yang menentukan birokrasi dibawahnya akan bagaimana bekerja. Misalnya bagimana pasukan Kuning, Â milik pemprov DKI zaman Ahok begitu total bekerja dalam membersihkan sampah-smapah yang menyumbat digorong-gorong dan sungai. Lalu bagaimana dengan era Anies sekarang?
Entah diliput media atau tidak lagi, saat ini kerja pasukan kuning seperti melempem. Mereka tidak lagi dapat total membuat sungai sungai di Jakarta bersih seperti sebelumnya. Tentu ini menarik untuk diulas dan dikupas. Padahal era sebelumnya, media sangat getol betul memberitakan tentang perjuangan mereka. Ada apa dengan sekarang? Tentu penurunan kualitas  kinerja pegawai sebagai abdi negara dipengaruhi oleh pemimpinannya.
Prestasi Ahok lagi dalam mengatasi banjir misalnya dengan program Normalisasi Sungai. Sedianya normalisasi sungai dapat dilaksanakan jika rumah-rumah kumuh yang berada dibantaran sungai dapat digusur. Ketika kebijakan ini dijalankan, begitu banyak masyarakat yang berunjuk rasa memprotes hal ini. Namun karena tak ada pilihan lain, masyarakat yang digusur pun harus rela untuk dipindahkan ke wisma yang telah disiapkan oleh pemprov.
Contoh lain solusi yang dilakukan oleh Gubernur Ahok ialah menambah jumlah waduk. Mengutip dari laman detik.com, gunernor ahok berhasil membangun 50 waduk dan akan menambah lagi 39 waduk (29/11/2016). Â Itu artinya total yang sudah dibangun ialah 89 waduk selama kurang lebih 5 tahun membangun Jakarta. Waduk ini berfungsi sebagai pembuangan air yang meluap sehingga banjir dapat teratasi.
Masih ada contoh-contoh lainnya yang sudah dikerjakan di era Ahok. Lantas bagaimana dengan kerja Anies dalam mengatasi Jakarta?
Ketika era Anies naik menjadi Gubernur DKI Jakarta, begitu banyak yang meragukan kualitas kepemimpinan beliau dalam mengelola ibu kota. Hal ini bukan tanpa dasar, setelah dipecat Jokowi sebagai Menteri Pendidikan, dalil ini dijadikan dasar untuk mempersekusi kerja beliau sebagai seorang negarawan yang berkualitas.
Lalu bagaimana dengan kerja anies hari ini dalam mempersiapkan DKI Jakarta bebas banjir?
Program unggulan yang ditawarkan oleh Anies ketika mencalonkan sebagai gubernur, ialah Normalisasi. Dinelaskan dalam Pergub yang ia buat, naturalisasi didefinisikan sebagai cara mengelola prasarana sumber daya air melalui konsep pengembangan ruang terbuka hijau dengan tetap memperhatikan kapasitas tampungan, fungsi pengendalian banjir, dan konservasi.Â
Program ini juga katanya sangat humanis, yaitu tidak melakukan penggusuran sungai seprti era sebelumnya. Kebijakan ini tentunya sangat kontradiktif dengan era Ahok.
Lalu bagaimana hasilnya?
Mengutip laman liputan 6.com "Bahkan 2019, kita sudah lihat, jadi hasilnya akhir tahun ini Insyaallah sudah selesai," kata Anies di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Kamis (2/5/2019). Ini sudah memasuki Februari 2020. Namun nyatanya konsep normalisasi ala Anies masih menjadi misteri box yang belum terungkap dan sangat kasat mata.
Normalisasi yang terhambat dan hasil normalisasi yang belum terlihat ini membuat Jakarta dilanda banjir besar pada awal Januari 2020. Akibatnya banyak warga yang mengungsi dan berbuntut panjang dengan ajakan Diskusi Anies kepada Menteri PUPR mengenai cara mengatasi banjir Jakarta. Sayangnya, sang menteri menolak telak tantangan itu.
Prestasi lain yang diungkap oleh survei ini adalah Ahok berhasil menjadi Gubernur yang  paling mampu mengatasi macet. Yah, macet juga adalah biang penyakit bagi lalu lintas di Jakarta. Tak mau menyebutkan angka presentase, namun ini adalah sebuah pukulan telak dari 1200 warga DKI yang disurvei oleh Lembaga Indo Barometer.
Kesimpulannya adalah Ahok dapat menjadi gubernur yang berprestasi karena mampu melaksanakan dan meneruskan kebijakan yang ia susun bersama Jokowi sewaktu mereka masih duet di Balai Kota. Lalu bagaimana dengan Anies? Maukah menyontek dan meneruskan kebijakan-kebijalan pendahulunya sehingga mampu berprestasi dan tidak dicaci lagi? Ayo kita nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H