Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hari Pers Nasional dan Kedaulatan Netizen

9 Februari 2020   21:42 Diperbarui: 11 Februari 2020   17:24 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi meliput kegiatan. (Foto: GLORI K. WADRIANTO via kompas.com)

Pers sebagai wadah kontrol sosial akan kehidupan masyarakat yang terbentuk dalam struktur kebudayaan masyarakat Indonesia memang punya fungsi yang sangat kuat. 

Pers mampu mengendalikan sendi-sendi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam sisi lain, pers mampu memberikan sebuah pemahaman akan informasi yang disebarluaskan melalui beragam media yang ada saat ini.

Hari ini merupakan hari Pers Nasional. Begitu banyak tokoh, mulai dari Presiden, Kapolri, Pemerintah Daerah dan Tokoh-Tokoh Politik yang ramai memberikan ucapan selamat. Lalu bagimana wajah pers Indonesia saat ini. Sudahkah pers kita memberikan sumbangsih informasi yang berkualitas, berimbang dan merangsang daya keingintahuan masyarakat?

Wajah pers saat ini tentunya beragam. Pendapat orang orang tentang pers juga bersebrangan. Misalnya saja ketika berlangsungnya Pemilu Kemarin. Begitu masif produk pers yang isinya mengandung insinuasi terhadap masing-masing calon.

Alhasil, hal ini malah membuat sebuah polarisasi dimasyarakat. Sehingga upaya-upaya masyarakat yang saling berbeda pandangan politik  menilai bahwa produk pers yang berasal dari media yang sini menurut saya kredibel dan sangat informatif, dan produk pers dari media yang sana sangat bobrok alias tidak memberikan informasi yang saya sukai. Akhirnya terjadi sebuah pemboikotan terhadap produk pers yang beragam rumah produksinya tersebut.

Tantangan dunia pers masa kini dengan masa lalu juga jauh berbeda. Tentu masih segar dalam ingatan kita bagaimana pada zaman era kepemimpinan presiden Soeharto, begitu banyak media-media yang berbasis kerakyatan yang dibredel.

Kala itu, nafas pers sedang diujung tanduk. Semuanya diatur oleh seorang tangan kuat presiden yang mampu menguasai dan mengendalikan produk produk jurnalistik. Sebelum berita itu disebarluaskan, semuanya harus melalui persetujuan dan dapur pusat penerangan milik pemerintah. Hal ini bertujuan untuk mengendalikan arus informasi ditengah masyarakat.

Jadi, wajar bila banyak sejarahwan yang memplesetkan kata bahwa pada zaman soeharto kita semua dininabobokan dengan informasi. Kita gak tahu apa yang sedang dan sebenarnya terjadi.

Yang kami tahu semua baik baik saja, harga harga terjangkau dan pemerintahan negara lebih stabil. Tahu-tahunya kita semua telah ditipu. Dan pada akhirnya, era reformasi mampu membuka semua mata dan telinga yang selama ini ditutup.

Era reformasi sebagai masa tanda awal bebasnya pers di Indonesia pun dimulai. Ada begitu banyak media lokal dan nasional yang saling berebutan pasar informasi ini. Dan hasilnya juga tidak main-main.

Kalau dulu pada awal tahun 2000-an produk-produk jurnalistik banyak kita dapatkan melalui koran, menonton Tv dan mendengarkan radio. Namun sekarang kita dapat memenuhi kebutuhan informasi kita melalui satu sentuhan di smartphone kita.

Peran serta masyarakat dalam memajukan dunia pers juga sangat tinggi. Jika dulu, masyarakat hanya dijadikan sebagi objek maksimal dalam pasar pers, kini masyarakat memiliki posisi yang seimbang sebagi objek maupun subjek.

Dengan berkembangnya digitalisasi dan internet yang semakin mudah untuk diakses, masyarakat juga mampu untuk memproduksi dan mendistribusikan sebuah produk jurnaslitik. Atau istilah populernya adalah Netizen.

Netizen dalam sapaan akrabnya warganet memberikan sebuah corak baru dalam produk jurnalistik. Sangat mudah bagi masyarakat untuk mendapatkan berita disekitar lingkungannya. Sehingga keberlangsungan dan arus informasi dapat tersuplus dengan baik.

Namun, ada beberapa juga  perilaku-perilaku menyimpang yang terjadi dalam wajah pers dan bagaimana netizen berperan penting di sini.

Kemampuan netizen dalam memproduksi dan meredistribusi berita  juga bisa menjadi corong beredarnya berita bohong atau hoaks. Coba lihat bagaimana hoaks dan berita palsu begitu berpengaruh dengan hidup masyarakat. Hasilnya bisa menimbulkan chaos atau persekusi yang berujung bui.

Tidak sampai di situ. Dalam meredistribusi berita kadang kala netizen menelannya mentah-mentah. Akhirnya, hoaks malah beredar melalui rantai-tantai yang berkesinambungan.

Di posisi ini, pers seharusnya bisa menjadi pisau tajam dalam memisahkan mana berita hoaks dan mana berita asli. Dan netizen juga harusnya bisa belajar dalam memisahkan asli dan palsunya informasi, ibarat memisahkan gandum dari  ilalang

Ini adalah tantangan bagi dunia pers masa kini. Bagaimana pers mampu menjadi sebuah arah berita kebenaran yang bisa dipertanggungjawabkan. Misalnya saja, hoaks mengenai virus corona yang begitu membuat panik dunia dan khususnya indonesia. Hoaks adalah musuh bersama yang menjadi musuh kita semua dan tidak boleh diberikan ruang untuk tumbuh dan berkembang biak.

Semoga hari pers nasional ini, bisa menjadi momentum untuk sama sama menguatkan tangan dalam menjamin informasi yang berkualitas bagi hajat hidup orang banyak. Media-media yang ada di Indonesia yang semuanya diisi oleh wartawan, jurnalis maupun pihak redaksi agar benar benar menjamin kredibilitas sebuah berita.

Jangan sampai terjadi lagi korupsi informasi bagi masyarakat. Bila hal itu terjadi, maka kasusnya seperti kasus stunting di Asmat Papua. Kita tidak berharap itu terjadi, namun itu adalah penipuan yang bisa menjadi bom waktu. Mari mendukung produk pers yang berkualitas, jujur dan berimbang.

Selamat Hari Pers Nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun