Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menyoal Larangan Ibadah Natal di Sumatera Barat

19 Desember 2019   09:38 Diperbarui: 19 Desember 2019   09:45 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah sekali, pada awal tahun 2000, rumah tempat mereka melakukan ibadah kebaktian dibakar karena adanya penolakan dari warga," ujar Badan Pengawas Pusat Studi Antar Komunitas (PUSAKA), Sudarto kepada Covesia---jaringan Suara.com melalui telepon di Padang, Selasa (17/1/2/2019).

Perihal pemberiaan izin untuk ibadah sebenarnya telah diatur dalam undang undang kita. UU kita menyatakan bahwa ibadah yang bersifat privat dijamin dan dilindungi oleh negara sedangkan ibadah yang bersifat publik sifatnya sangat fleksibel tergantung dari urgensi dan sentimen sosial yang berada disekitarnya. Lalu pertanyaannya adalah ibadah natal itu bersifat publik atau privat?

Ibadah natal pada hakekatnya bersifat publik. Sehingga tentu perlu diperhatikan aspek aspek sosial yang saling bersangkut paut didalamnya. Pemerintah daerah Kabupaten Dharmasraya mengajurkan agar warganya yang akan merayakan natal untuk tidak beribadah natal dirumah tetapi di gereja. Namun sungguh malang, gereja mereka saja tidak ada. Lengkap sudah penganiyaan umat kristiani disana.

Kebebasan beribadah mereka diberangus, jaminan mereka untuk menyembah Tuhan yang Maha Esa telah dikorupsi dan diganti dengan alasan ini itu yang sifatnya administratif dan bakal sukit untuk mereka penuhi. Jika sudah begini jangan Jokowi yang disalahkan. Kasihan, beliau tidak tahu apa apa mengenai ini.

Forum Komunikasi antar Pimpinan daerah harus bergerak cepat mengatasi hal ini. Jangan biarkan hak hak dasar warga negara dibiarkan berlarut larut seperti ini. Perlu percepatan dan komunikasi interakif dengan jemaat kristiani disana dan tentunya komitmen tokoh masyarakat, tokoh agama untuk sama sama menjaga kebebasan beribadah setiap anak bangsa.

Sentimen sara yang berlebihan berimplikasi pada kebebasan beragama yang riskan. Negara kita telah memutus akan jaminan untuk beribdah. Setiap warga negara harus mengakui akan hak dasar yang telah ditetapkan ini. Apapun agama anda, itu adalah keyakinan anda. Benar yang dikatakan oleh Almarhum Gus Dur, "untukmu agamamu, untukku agamaku". Agamaku tidak akan terusik dengan ibadah saudaraku yang beragama lain. Keyakinanku tidak ada goyah jika mendengar suara ibadah dari agama lain.

Selama kita berada di NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA dan dasar negara kita adalah PANCASILA, setiap warga negara berhak untuk beribdah sesuai dengan keyakinannya masing masing. Namun jika kita masih memberangus kebebasan beragama saudara kita yang berbeda keyakinan dengan kita, perlu kiranya agar kita kembali menanyakan sampai dimana batas batas hidup berbangsa dan  bernegara itu?

Indonesia adalah format yang belum selesai, termasuk menyangkut kedudukan agama di wilayah publik atau sebaliknya isu-isu publik dalam visi dan pandangan agama-agama ( AE Priyono, 2016).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun