Mohon tunggu...
Sony Hartono
Sony Hartono Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang Pria Yang Hobi Menulis

Kutulis apa yang membuncah di pikiranku

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Mampir di Tayan, Sebuah Persimpangan Eksotik di Jalur Trans Kalimantan

18 Oktober 2015   12:36 Diperbarui: 18 Oktober 2015   15:56 4234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Begitu sampai Pulau Tayan, kami sempatkan berfoto ria di depan Tugu Tayan sebelum memasuki Pasar Tayan. Ternyata pasar Tayan yang dimaksud di situ adalah Ruko-ruko yang penjualnya didominasi etnis Tionghoa, sedangkan penjual sayur, ikan maupun bahan-bahan makanan segar lainnya tinggal beberapa yang buka mungkin karena hari yang sudah mulai siang, yang kulihat saat itu penjual bahan-bahan mentah hanya terkonsentrasi di pinggiran dermaga penyeberangan. Oiya, Komposisi etnis di Pulau Tayan selain etnis Tionghoa, juga ada Dayak, Melayu, dan Madura yang kesemuanya hidup rukun dan damai di Pulau yang sebenarnya delta hasil endapan lumpur (alluvial) Sungai Kapuas. Karena jenis tanahnya alluvial, praktis tingkat kesuburan tanah di Pulau Tayan jauh lebih bagus daripada tanah di tepian sungai Kapuas dan sekitarnya.

Menyusuri jalanan Pasar Tayan yang lumayan lengang siang itu, menjadikan kami pusat perhatian beberapa orang yang duduk-duduk di depan toko, terlebih lagi dengan baju dan sepatu kami yang ngejreng bin bling-bling. Kami pun mampir ke sebuah toko semacam minimarket. Ternyata lengkap juga, ada es krim Walls-nya yang harganya tidak jauh beda dengan di Pontianak!  Pikirku sedikit bingung saat itu, “Bagaimana mereka membawa es krim itu ke pulau ini ya, apa saat menyeberang, mereka memasukkan es krimnya ke semacam kotak pendingin ya? Ah, entahlah…”

[caption caption="Ruko-ruko di Pasar Tayan (Dok. Pribadi)"]

[/caption]

Usai makan es krim kami pun melanjutkan jalan-jalan kami menyusuri jalan pasar yang merupakan jalan utama di Pulau Tayan. Pandangan kami pun tertuju dengan bangunan mencolok berwarna merah dengan ornamen-ornamen khas tionghoa. Ternyata sebuah Wihara yang cukup unik bangunannya.

Lanjut berjalan ke arah jembatan Tayan yang sedang dibangun kami mampir sebentar berteduh di bawah pohon di dekat mushola depan kantor polisi Pulau Tayan. Ternyata di situ ada bangunan kecil berupa instalasi penjernihan air sumbangan dari PT WIKA, yang nampaknya kurang terawat dengan baik, sayang sekali…

 [caption caption="Vihara Dharma Pati di tengah perkampungan Pulau Tayan (Dok. Pribadi)"]

[/caption]

Kurang lebih 15 menit melepas lelah sambil menikmati sejuknya berteduh di bawah pohon rindang di tengah terik cuaca Tayan siang itu, kami pun lanjut berjalan kaki menuju jembatan Tayan. Lima menit berjalan kaki, sampailah kami di proyek Jembatan Tayan. Wow… Kami pun menyusuri bentang darat jembatan sampai ke dekat rencana pembangunan bundaran besar semacam bundaran Waru Surabaya ataupun Bundaran Hotel Indonesia yang masih dalam proses pembangunan. Bundaran itu berada di tengah-tengah antara bentang jembatan (pendek) yang menghubungkan Tayan dengan Pulau Tayan dan bentang jembatan (panjang) yang menghubungkan Pulau Tayan dengan Teraju. Kebetulan saat kami ‘inspeksi’ ke proyek jembatan Tayan pas saat jam istirahat siang, jadinya tidak banyak terlihat lalu lalang para pekerja konstruksi. Jalan tanah merah berdebu di tengah terik udara siap yang berasap kala itu mengurungkan niat kami untuk terus menyusuri bentang jembatan yang sudah 90% jadi itu. Kami pun balik kanan dan berjalan kembali menuju dermaga Pasar Tayan melalui jalan berbeda yang sejajar dengan jalan kami saat berangkat menuju Jembatan.

Berjalan menyusuri jalan di Pulau Tayan yang lebih pantas disebut gang itu memberikan suasana yang berbeda. Surau, rumah panggung, gereja dengan berbagai etnis yang ada memberikan kesan damai tentram. Saat sedang asik-asiknya jalan dan tentunya sambil motret sana-sini, pandanganku tertuju pada semacam pipa besi dengan kran berbalut semen yang mirip hidran di depan setiap rumah di salah satu sisi jalan. Tiba-tiba saja seorang Bapak bertanya dengan nada agak curiga kepada, “Untuk apa dik motret-motret?.

“Oh ini Pak, ini apa ya Pak?” tanyaku spontan agak kaget sambil menunjuk pipa itu.

“Itu untuk memadamkan kebakaran!”, jawabnya dengan nada yang lebih halus, mungkin sudah hilang kecurigaannya.

“O…. hidran to….!” jawab kami berdua serempak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun