Kenyang usai sarapan, kami pun melanjutkan ‘petualangan’ kami di Kota Tayan. Pertama kami mengunjungi Jembatan Tayan di sisi yang menghubungkan antara Kota Tayan dengan Pulau Tayan. Kami menyusuri gang di samping terminal Tayan. Sekitar 300 meter menyusuri gang kecil kami pun menjumpai struktur bangunan jembatan yang masih dalam proses finishing. Jembatan sudah terhubung sempurna, yang belum ready adalah jalan penghubung ke jembatan yang masih berupa tanah. Jembatan yang sisi ini ‘hanya’ sepanjang kira-kira 300 m, jadi cukup pendek dibandingkan dengan Jembatan sisi Pulau Tayan ke Teraju yang lebih dari 1,1 Km.
 [caption caption="Sisi Bentang Pendek Jembatan Tayan (Dok. Pribadi)"]
Next stop adalah Bekas Kraton Tayan. Menurut keterangan si Pemilik Warung, Keraton Tayan terletak setelah jembatan arah dermaga, jadi kami pun kembali menuju ke arah dermaga. Setelah clingak-clinguk dan bertanya ke orang lewat dimana gang menuju Keraton Tayan, akhirnya di kanan jalan kami menemukan gang kecil bernama gang Keraton. Kami susuri lah gang kecil itu, dan akhirnya menemukan bangunan semacam rumah besar kuno berwarna kuning yang cukup mencolok diantara bangunan-bangunan di sekitarnya yang terkesan kurang terawat. Bangunan besar berwarna kuning itu adalah bekas Keraton Tayan yang sekarang sudah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya.
Ternyata halaman depan Keraton Tayan menghadap langsung sungai Kapuas. Yang masih tersisa dari peninggalan Keraton Tayan ya berupa bangunan utama dan Masjid besar yang nampak terawat baik. Di halaman depan keraton ada enam buah meriam yang berjajar rapi seakan bersiap menghatam musuh yang menyerang dari sungai Kapuas. Antara Halaman depan Keraton dengan Sungai Kapuas dipisahkan semacam jalan kampung, dan tepat di seberangnya ada dua gazebo sedang dan dermaga kecil untuk speedboat ataupun kelotok.
 [caption caption="Sisi Depan Keraton Tayan (Dok. Pribadi)"]
Saat kami datang ke situ ternyata dermaganya sedang dipakai masyarakat sekitar untuk mandi dan mencuci pakaian, maklum katanya banyak sumur yang kering saat kemarau tahun ini, jadilah mereka mandi dan mencuci di sungai Kapuas. Puas ber-selfie ria dengan background keraton Tayan, kami pun duduk-duduk di Gazebo pinggir sungai sambil menikmati semilir angin. Tak lama begitu kami duduk, ada seorang bapak yang tadi mandi dan mencuci pakaian di dermaga. Saat beliau mau pulang dengan mengendarai motor, kami pun bertanya soal Keraton, Pulau Tayan, struktur masyarakat di Tayan, dan banyak lagi. Sempat juga kutanya, mengapa si Bapak mandi dan cuci di sungai Kapuas. Ternyata jawabannya sumur-sumur yang ada di situ semuanya kering, dan baru tahun ini katanya sumur-sumur kering semua, biasanya masih ada satu dua sumur yang ada airnya ketika musim kemarau. Masih Kata si Bapak yang tidak sempat kutanyakan namanya itu, Raja Tayan yang sekarang tinggalnya di Pontianak tidak tinggal di bekas Istana itu. Gazebo-gazebo dan dermaga kecil yang ada di situ juga merupakan sumbangan dari PT Aneka Tambang yang mempunyai area penambangan bauksit di seberang Sungai Kapuas.
Si Bapak yang umurnya kira-kira awal 40-an itu juga bercerita, dulu ketika ada kerusuhan antara suku lebih dari satu dekade yang lalu, keadaan di Pulau Tayan cukup mencekam, karena Pulau Tayan dikepung ratusan perahu salah satu suku. Ehmmmm… Nggak terbayangkan bagaimana mencekamnya saat itu… Untungnya ketegangan dapat segera diredam dan suasana damai di Tayan pun terwujud sampai sekarang.
 [caption caption="Masjid Kraton Tayan (Dok. Pribadi)"]
Masih antusias bercerita, si Bapak menceritakan juga tentang Objek Wisata ‘Pantai’ Tayan, yang ternyata ada hamparan pasir di ujung Pulau Tayan berseberangan dengan Keraton Tayan yang membentuk hamparan pasir luas menyerupai landscape pantai. Pantai dadakan itu hanya muncul setiap musim kemarau, dan biasanya para pelancong menyeberang dari dermaga kecil di depan keraton Tayan, atau kalau pengen lebih menantang, bisa menyeberang sungai Kapuas yang agak dangkal, hanya sebatas paha sampai dada orang dewasa, kalau memang pengen basah-basahan, haha… Nah, kalau Hari Minggu sore puncak dari keramaian Pantai Tayan dan sepanjang tepi sungai Kapuas di depan Keraton Tayan, banyak muda-mudi menikmati sore di tepian Kapuas sambal bercengkerama di gazebo yang tentu saja diramaikan para pedagang kaki lima dadakan semacam penjual es tebu dan yang lainnya.
Puas mendapat cerita gratis dari si bapak yang ramah dan tentunya informatif itu, kami pun melanjutkan perjalanan menuju dermaga penyeberangan perahu kelotok di Desa Kawat tepian Kapuas yang melayani penyeberangan ke Pulau Tayan, khususnya ke Pasar Tayan yang terletak di Pulau Tayan. Banyak perahu kelotok yang tersedia, jadi kita tidak perlu antre, begitu mau menyeberang langsung berangkat. Cuma Rp 3000,- saja per orang. Nggak sampai 5 menit sudah sampai di sisi Pulau Tayan.
 [caption caption="Tugu Perdamaian di Pulau Tayan (Dok. Pribadi)"]