Mohon tunggu...
Sony Dharmawan
Sony Dharmawan Mohon Tunggu... Arsitek - mahasiswa

hobi tidur

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengusung Politik Damai Abdurrahman Wahid dalam Mengatasi Eskalasi Konflik Kelompok Kriminal Bersenjata dengan Tentara Nasional Indonesia di Papua

30 Juni 2024   21:50 Diperbarui: 30 Juni 2024   22:24 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENGUSUNG POLITIK DAMAI ABDURRAHMAN WAHID DALAM MENGATASI ESKALASI KONFLIK KELOMPOK KRIMINAL BERSENJATA DENGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DI PAPUA

IMAM SYUYUTHI

Konflik di Papua dipicu oleh ragam persoalan yang memantik semangat untuk menyerukan kemerdekaan atau pelepasan diri dari NKRI. Persoalan-persoalan yang mengitari kehidupan penduduk Papua pada satu sisi diteropong sebagai kekuatan untuk membangun Papua tanpa peran NKRI. Apakah diskursus pelepasan itu menjadi solusi yang tepat untuk mewujudkan kemajuan Papua, tentu saja tidak memberikan jawaban yang pasti. Justru sebaliknya, pada sisi yang lain, beragam persoalan yang terjadi di Papua bisa dilihat juga sebagai kekuatan komunal masyarakat suku Papua asli untuk bergerak maju dalam bingkai NKRI. Geliat dan pergerakan maju tak akan terwujud apabila masyarakat Papua terjajah oleh perasaan sebagai suku bangsa yang tertindas, terbelakang, tanpa pembebasan, dan terdepak dari kedudukan yang setara dengan suku bangsa lain di NKRI. Perasaan sebagai suku bangsa yang setara dan merdeka perlu diinternalisasikan ke dalam diri melalui pelbagai kebijakan dan konstruksi berpikir politik damai.

KONSEP POLITIK DAMAI ABDURRAHMAN WAHID

Kita telah berupaya memetakan hilir konflik Papua, yang dari sendirinya dapat disimpulkan sebagai konflik politik. Di sini, cetusan konflik politik bukan pertama-tama bermaksud merunut atau mencari solusi yang terejahwantah (terwujud) dalam bentuk kebijakan-kebijakan politik praktis. Kita hanya ingin menggumuli elemen fundamental dari konflik itu, dan sekaligus mengusung konstruksi berpikir fundamental bagaimana konstelasi politik yang perlu dibangun dalam konteks situasi demikian.

Dalam negara modern, persoalan bertambah kompleks seiring dengan pluralitas agama, ideologi, dan pandangan politik. Karena itu konsep tentang keadilan, fairness, legitimasi dan kesejahteraan selalu harus dihubungkan dengan persoalan-persoalan sosial konkret. Juga harus ditempatkan dalam konteks pemahaman diri individu-individu atau kelompok-kelompok sosial yang berkepentingan (Madung, 2013). Itulah mengapa dalam elaborasi ini, kita menggumuli konstruksi berpikir Abdurrahman Wahid yang sangat relevan dan kontekstual. Abdurrahman Wahid tidak secara gamblang merumuskan konsep politik damai. Karena itu, kita hanya berkenalan dengan percikan pikirannya yang terbersit di dalamnya mengenai politik damai itu.

Gagasan-Gagasan dasar Abdurrahman Wahid tidak bisa terlepas dari status keulamaan yang turut memengaruhi skematika pemikiran politiknya (Soim, 2018). Harus Diakui, Abdurrahman Wahid adalah ulama besar yang sangat pluralis, maka sangatlah layak bila ia disematkan sebagai pahlawan pluralisme Indonesia. Dialah yang secara nyata dapat kita lihat telah mempresentasikan Islam sebagai rahmat bagi semesta. Ia pahlawan pluralis bukan terutama pada kata dan gagasannya, namun lebih jauh pada tindakan konkret yang menyata dalam testimoni hidupnya. Abdurrahman Wahid adalah sosok yang membebaskan orang-orang Tionghoa Indonesia ataupun kelompok minoritas lainnya seperti Ahmadiyah keluar dari kungkungan penindasan. Abdurrahman Wahid adalah orang pertama yang melepaskan masyarakat Tionghoa dari belenggu Orde Baru, sehingga dia dipuja sebagai pahlawan yang layak mendapatkan nobel perdamaian. Abdurrahman Wahid dinilai telah menyebarkan benih-benih perdamaian, pluralisme dan multikulturalisme tidak hanya bagi rakyat Indonesia, tetapi juga bagi organisasinya, NU (Mustajab, 2014)

Pengaruh latar belakang hidupnya yang lebih dekat dengan rasionalitas melahirkan corak gagasan yang liberal dan inklusif, sehingga dari sendirinya Abdurrahman Wahid mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dalam realitas kehidupan. Dalam konstelasi politik di Indonesia kita menemukan beberapa pilar pemikiran Abdurrahman Wahid yang benar-benar memosisikan manusia kembali kepada natura kemanusiaannya.

PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID PADA MASA ORDE BARU

Era Orde Baru merupakan era yang menunjukkan pemerintahan yang sangat kaku, keras, serta harus tunduk terhadap aturan-aturan dan larangannya yang dibuat pemerintahan Orde Baru, dan tidak ada kebebasan mengekspresikan sesuatu, bahkan kritik terhadap pemerintahan Orde Baru pun dilarang, apalagi membuat pernyataan melalui sebuah dagelan untuk melawan pemerintahan Orde Baru sangat dilarang karena dianggap melawan. Sehingga siapapun yang melawan pemerintahan Orde Baru akan dicari, ditangkap, dan dimasukkan ke dalam penjara (Hidayatulloh, 2018). Abdurrahman Wahid berupaya membebaskan Indonesia dari hal itu dan lantas kembali menegakan demokrasi.

Dengan sistem demokrasi yang dianut Indonesia, Abdurrahman Wahid menandaskan (menyatakan sesuatu dengan tegas dan jelas) bahwa harus ada tiga nilai yang ada pada sistem itu, yang kerap dilenyapkan oleh Orba. Ketiga nilai itu antara lain kebebasan, keadilan, dan musyawarah (Setiawan, 2017). Yang dimaksud kebebasan di sini adalah kebebasan individu di hadapan kekuasaan negara dan masyarakat. Keadilan merupakan  landasan demokrasi dalam arti terbukanya peluang kepada setiap lapisan masyarakat untuk membangun kehidupan sesuai dengan keinginannya. Keadilan penting dalam arti seseorang memiliki hak untuk menentukan jalan hidupnya. Keadilan merupakan landasan demokrasi, dalam arti terbuka peluang bagi semua komponen masyarakat untuk mengatur hidupnya sesuai kehendak masing-masing. Oleh karena setiap orang punya hak dan kesempatan untuk mengatur hidup dan kehidupannya sehingga harus diberi jalan yang mudah dan tidak dipersulit, seperti beberapa kasus yang terjadi pada saat Orde Baru (Muh. Rusli, 2015).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun