Mohon tunggu...
Ari Sony
Ari Sony Mohon Tunggu... Administrasi - Bung Arson, Pengamat dan Pemerhati Olahraga Khususnya Sepakbola

Olahraga adalah nadi yang harus selalu digerakkan, dan ketika menulis topik lainnya harus sesuai dengan sudut pandang sendiri dan pemikiran yang matang

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Anak Zaman Dulu Pasti Setuju Jika Puasanya Lebih Berkesan

2 April 2023   23:30 Diperbarui: 2 April 2023   23:54 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ramadhan. (Dok. Shutterstock/via KOMPAS.COM)

Selesai shalat tarawih, anak-anak mengantri meminta tanda tangan imam dan khatib, sebagai bagian tugas dari sekolah. Bisa jadi, tujuan ikut shalat tarawih demi memenuhi tuntutan tugas sekolah. Kalau saya lihat, momen mengantri tanda tangan Imam dan Khatib shalat tarawih jarang ditemui sekarang.

Setelah dapat tanda tangan Imam dan Khatib, tidak afdhol jika tidak menunggu pembagian jaburan (kalau ditempat saya dulu dinamakan jaburan, semacam pembagian takjil di era sekarang). Momen lucu kadang terjadi saat pembagian Jaburan, karena saling berebut atau karena ada yang tidak kebagian Jaburan.

Sebenarnya kalau dibandingkan dengan takjil sekarang, jaburan zaman dulu biasa-biasa saja, tetapi momen berebutnya inilah yang menjadi poin plusnya.

Kemudian saat sahur tiba, jika kebetulan jatuhnya pas hari minggu. Beramai-ramai pakai kentongan, keliling kampung membangunkan orang puasa untuk sahur.

Nah, disini ada momen yang "tak pantas untuk ditiru", terkadang jika ada anak yang jahil atau usil, pas keliling itu kebetulan ketemu dengan pohon mangga, jambu atau rambutan yang sudah siap panen. Dalam sekejap perjalanan berhenti, untuk menikmati buah-buahan milik orang lain yang sudah masak. Yang momen ini tak perlu diceritakan secara detail, karena ya itu tadi tak pantas untuk ditiru.

Selesai shalat subuh, jika pas hari minggu, pada berbondong-bondong pada jalan kaki menuju ke arah kota. Setelah merasa capek, kemudian balik kanan menuju arah pulang ke arah rumah masing-masing.

Sore harinya, jika pas tidak ada jadwal mengaji / TPA, biasanya berkumpul sambil ngobrol-ngobrol menunnggu buka puasa.

Momen yang ditunggu adalah, suara sirine dari Radio terdekat, yang masih menggunakan channel AM. Dulu masih jarang channel Radio dengan frekuensi FM.

Suara sirine penanda buka puasa inilah yang membubarkan pasukan, mereka bergegas pulang menuju rumah masing-masing untuk berbuka puasa.

Sayangnya momen-momen keguyuban dan keramaian saat shalat tarawih, berebut jaburan, membangunkan sahur, jalan kaki sahur, dengan sendirinya jumlah anak-anak mulai berkurang menjelang 10 hari Ramadhan terakhir. Hal ini juga identik dengan zaman sekarang, dimana jika sudah memasuki 10 hari terakhir shaf Shalat tarawih semakin maju.

Meski beda suasana puasanya, mudah-mudahan pahala puasa anak-anak zaman dulu dengan anak-anak zaman sekarang, pahalanya adalah sama dan tidak berbeda, yaitu sama-sama mendapatkan pahala terbaik dari Allah SWT. Sehingga ketika tiba Hari Raya Idul Fitri, anak-anak tidak hanya mendapatkan salam tempel (amplop THR yang dibagikan ke anak-anak kecil) tetapi juga mendapatkan pengampunan dosa, dan kita seperti bayi yang baru lahir tanpa memiliki dosa sedikit pun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun