Selesai shalat tarawih, anak-anak mengantri meminta tanda tangan imam dan khatib, sebagai bagian tugas dari sekolah. Bisa jadi, tujuan ikut shalat tarawih demi memenuhi tuntutan tugas sekolah. Kalau saya lihat, momen mengantri tanda tangan Imam dan Khatib shalat tarawih jarang ditemui sekarang.
Setelah dapat tanda tangan Imam dan Khatib, tidak afdhol jika tidak menunggu pembagian jaburan (kalau ditempat saya dulu dinamakan jaburan, semacam pembagian takjil di era sekarang). Momen lucu kadang terjadi saat pembagian Jaburan, karena saling berebut atau karena ada yang tidak kebagian Jaburan.
Sebenarnya kalau dibandingkan dengan takjil sekarang, jaburan zaman dulu biasa-biasa saja, tetapi momen berebutnya inilah yang menjadi poin plusnya.
Kemudian saat sahur tiba, jika kebetulan jatuhnya pas hari minggu. Beramai-ramai pakai kentongan, keliling kampung membangunkan orang puasa untuk sahur.
Nah, disini ada momen yang "tak pantas untuk ditiru", terkadang jika ada anak yang jahil atau usil, pas keliling itu kebetulan ketemu dengan pohon mangga, jambu atau rambutan yang sudah siap panen. Dalam sekejap perjalanan berhenti, untuk menikmati buah-buahan milik orang lain yang sudah masak. Yang momen ini tak perlu diceritakan secara detail, karena ya itu tadi tak pantas untuk ditiru.
Selesai shalat subuh, jika pas hari minggu, pada berbondong-bondong pada jalan kaki menuju ke arah kota. Setelah merasa capek, kemudian balik kanan menuju arah pulang ke arah rumah masing-masing.
Sore harinya, jika pas tidak ada jadwal mengaji / TPA, biasanya berkumpul sambil ngobrol-ngobrol menunnggu buka puasa.
Momen yang ditunggu adalah, suara sirine dari Radio terdekat, yang masih menggunakan channel AM. Dulu masih jarang channel Radio dengan frekuensi FM.
Suara sirine penanda buka puasa inilah yang membubarkan pasukan, mereka bergegas pulang menuju rumah masing-masing untuk berbuka puasa.
Sayangnya momen-momen keguyuban dan keramaian saat shalat tarawih, berebut jaburan, membangunkan sahur, jalan kaki sahur, dengan sendirinya jumlah anak-anak mulai berkurang menjelang 10 hari Ramadhan terakhir. Hal ini juga identik dengan zaman sekarang, dimana jika sudah memasuki 10 hari terakhir shaf Shalat tarawih semakin maju.
Meski beda suasana puasanya, mudah-mudahan pahala puasa anak-anak zaman dulu dengan anak-anak zaman sekarang, pahalanya adalah sama dan tidak berbeda, yaitu sama-sama mendapatkan pahala terbaik dari Allah SWT. Sehingga ketika tiba Hari Raya Idul Fitri, anak-anak tidak hanya mendapatkan salam tempel (amplop THR yang dibagikan ke anak-anak kecil) tetapi juga mendapatkan pengampunan dosa, dan kita seperti bayi yang baru lahir tanpa memiliki dosa sedikit pun.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!