Minimnya kejuaraan selama 1,5 tahun akibat pandemi covid-19, membuat Langkah kaki dan ayunan tangan dua pasangan ganda putra terbaik Indonesia menjadi layu selama Olimpiade Tokyo 2020.Â
Permainan cepat the minions tak nampak, dan ketenangan the daddies juga menghilang. Permainan apik yang sudah dirajut oleh the minions dan the daddies selama kompetisi BWF tahun kalender 2018 dan 2019 berantakan karena pandemi covid-19.
Salah satu momen, test event terakhir bagi the minions dan the daddies sebelum persiapan ke Olimpiade Tokyo 2020 adalah kejuaraan All England 2021. Kejuaraan ini bisa menjadi kesempatan terbaik bagi mereka, setelah sekian lama absen dalam kompetisi BWF akibat pandemi covid-19.
Namun sikap kontroversi yang ditunjukkan oleh BWF dengan memberikan WO bagi kontingen Indonesia di ajang tersebut, karena adanya kasus penumpang yang terindikasi positif covid-19 dalam penerbangan yang sama menuju Inggris menjadi sebuah mimpi buruk. Persiapan terakhir the minions dan the daddies menuju Olimpiade Tokyo 2020 menjadi berantakan.
Impian Hendra untuk mengakhiri karier dengan prestasi manis di Olimpiade Tokyo 2020 pupus, sementara bagi the minions yang selepas Olimpiade Rio 2016 prestasinya terus melejit ternyata harus anti klimaks ketika mereka berlaga di event besar Olimpiade Tokyo 2020.
2. Beban Berat Menjaga Tradisi Emas Bulutangkis
Sejak Olimpiade Barcelona 1992, saat Susy Susanti dan Alan Budikusuma memperoleh medali emas event olimpiade untuk pertama kalinya dari cabang bulutangkis, tunggal putri dan tunggal putra. Tradisi emas dari bulutangkis terus di jaga oleh Rexy Mainaky/Ricky Subagja dengan meraih medali emas sektor ganda putra di Olimpiade Atlanta 1996.
Tony Gunawan/Candra Wijaya melanjutkan tradisi emas dari sektor ganda putra di Olimpiade Sydney 2020. Taufik Hidayat melanjutkan tradisi Emas dari sektor tunggal putra di Olimpiade Athena 2004. Kemudian Hendra Setiawan/Markis Kido melanjutkan tradisi Emas dari sektor ganda putra di Olimpiade Beijing 2008.
Namun, tradisi emas situ sempat terhenti di Olimpiade London 2012, saat para atlet terbaik dari pelatnas Cipayung gagal membawa pulang medali emas.Â
Prestasi tertinggi Tontowi Ahmad/Lilyana Natsir hanya sampai di babak semifinal Olimpiade London 2012, karena dalam perebutan medali perunggu mereka dikalahkan oleh pasangan Denmark, Joachim Fischer Nielsen/Christinna Pedersen dengan skor 12-21, 12-21.
Tontowi Ahmad/Lilyana Natsir menebusnya di Olimpiade Rio 2016 dengan meraih medali emas dari sektor ganda campuran. Melihat tradisi emas yang selama ini dipersembahkan dari cabang olahraga bulutangkis di event Olimpiade, maka tidak salah jika publik menaruh ekspektasi tinggi tersebut di sektor ganda putra dalam diri pasangan Marcus/Kevin dan Hendra/Ahsan.