Mohon tunggu...
Ari Sony
Ari Sony Mohon Tunggu... Administrasi - Bung Arson, Pengamat dan Pemerhati Olahraga Khususnya Sepakbola

Olahraga adalah nadi yang harus selalu digerakkan, dan ketika menulis topik lainnya harus sesuai dengan sudut pandang sendiri dan pemikiran yang matang

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Luar Biasa, Italia Pulangkan Belgia Bukan dengan Cara "Parkir Bus" atau "Catenaccio"

3 Juli 2021   05:54 Diperbarui: 3 Juli 2021   05:55 2323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nicolo Barella bersama rekan-rekannya merayakan gol ke gawang Belgia. (Foto: AFP/ANDREAS GEBERT)

Italia tim paling atraktif dan menarik untuk ditonton, itulah gambaran Italia saat ini, selama kejuaran Euro 2020. Wajah permainan Italia telah berubah sejak Roberto Mancini menangani Italia, tidak ada lagi yang Namanya pertahanan gerendel atau "catenaccio" yang menjadi ciri khas Italia selama ini.

Italia memang sudah sejak lama mempunyai ketangguhan di lini belakang mereka. Sistem pertahanan berlapis atau kalau meminjam istilah Jose Mourinho "memarkir bus"  yang selama ini mereka terapkan itulah yang dinamakan Catenaccio. Sehingga tak salah jika Italia tidak pernah kekurangan bek handal dari masa ke masa, sebut saja  Claudio Gentile, Gaetano Scirea, Franco Baresi, Paolo Maldini, Alessandro Costacurta, Alessandro Nesta, Fabio Cannavaro, serta dua bek Euro 2020 kali ini Giorgio Chiellini dan Leonardo Bonucci .

Pola permainan yang selama ini pelatih Italia terapkan dengan pendekatan bermain bertahan dan melukai lawan saat mereka lengah. Membuat penikmat sepakbola kurang menikmati permainan Timnas Italia di ajang internasional

Wajah Italia telah disulap oleh Mancini, Permainan dengan pola menyerang dengan sepakbola mengalir dari kaki ke kaki dipadukan dengan keseimbangan dalam bertahan serta memadukan kolektifitas tim. Itu menjadi ciri khas Italia saat ini, di era pelatih Mancini. Jadi sangat wajar dan tidak aneh, jika sebelum laga melawan Belgia Mancini mencatatkan rekor tidak terkalahkan di 31 laga menangani Italia.

Sebelum menghadapi Belgia di babak perempatfinal, Italia lebih dahulu menyapu bersih semua laga di babak penyisihan grup dengan poin sempurna yaitu 9. Kemudian di babak 16 besar, walaupun Italia mampu menguasai jalannya pertandingan namun Italia kesulitan dalam menciptakan gol. Akhirnya Italia mengalahkan Austria dengan skor 2-1, melalui babak perpanjangan waktu.

Bertemu Belgia di babak perempatfinal, membuat para pecinta sepakbola bertanya-tanya. Apakah Roberto Mancini, berani bermain dengan pola menyerang melawan Tim Belgia yang mempunyai serangan balik paling berbahaya selama Euro 2020. Nama-nama Kevin de Bruyne, Romelul Lukaku dan Thorgan Hazard sewaktu-waktu dapat menghukum Italia setiap saat.

Mancini, sang arsitek Italia tetap pada pendiriannya yaitu tetap mengusung pola menyerang. Tampil dengan pola andalan 4-3-3, Italia sedikit merubah pola penyerangan dengan memasukkan Federico Chiesa dan Marco Verratti. Chiesa untuk kedua kalinya tampil sebagai starter, sedangkan Verratti yang di dua laga awal tidak menjadi starter, kemudian dalam tiga laga terakhir selalu masuk dalam starting line-up pilihan Mancini.

Absennya Eden Hazard di babak perempatfinal, memudahkan Marco Verratti, Jorginho dan Nicolo Barella untuk menguasai area lini tengah. Belgia lebih banyak menunggu untuk memanfaatkan momen serangan balik. Secara keseluruhan Italia tampil lebih mendominasi dengan penguasaan bola 54 persen berbanding 46 persen, kemudian untuk shots on target Italia juga unggul 4 berbanding 3, dan untuk shots off target Italia Kembali unggul atas Belgia, yaitu 5 berbanding 4.

Jalannya pertandingan di babak pertama, kedua tim berani tampil terbuka. Namun penguasaan bola dan ketenangan Italia dalam melancarkan serangan membuat Italia unggul dengan skor 2-1 di babak pertama.

Gol pertama Italia dicetak oleh  Nicolo Barella di meneit ke-31 memanfaatkan umpan Marco Verratti, di dalam kotak penalti Barella cukup tenang dalam menguasai bola sebelum mengecoh tiga pemain bertahan Belgia, setelah lepas dari kawalan, dengan tendangan kerasnya Barella menaklukkan kiper Belgia, Thibaut Courtois.

Gol kedua Italia lahir dari kaki Lorenzo Insigne di menit ke-44, Tendangan melengkung dari luar kotak penalti yang dilepaskan oleh Insigne di pojok kiri penjaga gawang Thibaut Courtois gagal dijangkaunya. Awal dari proses gol ini, Insigne yang menusuk dari sayap sebelah kiri kemudian mendribel ke arah tengah dan tak mendapatkan pengawalan dari pemain Belgia sehingga Insigne dengan mudah melepaskan tembakan.

Belgia sempat memperkecil kedudukan menjadi 1-2, melalui penalti Romelu Lukaku ketika Injury time babak pertama memasuki menit ke-2. Penalti diberikan kepada Belgia setelah dalam tinjauan VAR, Giovanni Di Lorenzo melakukan dorongan kepada Jeremy Doku. Saat pemain yang menggantikan peran Eden Hazard ini, melakukan penetrasi menusuk di kotak penalti Italia.

Di babak kedua Belgia tampil lebih agresif, karena Belgia tertinggal dengan skor 1-2 di babak pertama. Belgia mencoba untuk lebih meningkatkan intensitas serangan di babak kedua. Peluang-peluang yang didapatkan Belgia melalui Romelu Lukaku dan Jeremy Doku gagal dikonversi gol, karena kesigapan lini belakang Italia dan penampilan apik Gianluigi Donnarumma dalam menjaga gawang Italia.

Permainan apik yang dipertontonkan oleh pemain sayap Belgia, yaitu Jeremy Doku di babak kedua sempat membuat detak jantung fans Italia berdegup kencang, beruntung skor akhir tetap bertahan, sehingga Italia melaju ke babak semifinal, setelah unggul dengan skor 2-1 atas Belgia.

Wajah Italia yang sudah berubah, dengan permainan menyerang akan semakin menarik ketika bertemu Spanyol. Ya, di babak selanjutnya, yaitu babak semifinal Italia akan bertemu Spanyol. Spanyol sendiri melaju ke Semifinal setelah mengalahkan Swiss melalui adu penalti dengan skor 3-1, setelah di babak normal hingga 120 menit skor bertahan 1-1.

Praktis dengan tersingkirnya Belgia, lawan berat Italia dalam perebutan gelar Juara Piala Eropa 2020 tinggal Spanyol dan Inggris. Jika Italia nantinya berhasil mengalahkan Spanyol, maka peluang untuk menjadi juara sangatlah terbuka. Apalagi Italia sangat merindukan gelar juara Piala Eropa, terakhir Italia menjadi Juara di tahun 1968.

Dengan modal permainan menyerang nan atraktif, mempunyai keseimbangan dalam bertahan maupun menyerang, tidak adanya gap perbedaan kualitas antar pemain yang menjadi pemain inti maupun pemain cadangan dan strategi pelatih yang terbukti jempolan dalam mengubah arah permainan. Sangatlah pantas jika diakhir kejuaraaan Italia diganjar dengan sebuah Trofi gelar Juara Eropa 2020.

Selamat berjuang Italia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun