Mohon tunggu...
Ari Sony
Ari Sony Mohon Tunggu... Administrasi - Bung Arson, Pengamat dan Pemerhati Olahraga Khususnya Sepakbola

Olahraga adalah nadi yang harus selalu digerakkan, dan ketika menulis topik lainnya harus sesuai dengan sudut pandang sendiri dan pemikiran yang matang

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Doan Van Hau Paham Cara Mengalahkan Timnas Indonesia U-22

11 Desember 2019   04:00 Diperbarui: 11 Desember 2019   04:28 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah jatuh tertimpa tangga, mungkin itu ungkapan yang pas untuk menggambarkan kontingen Indonesia di Sea Games 2019 Filipina. Presiden Joko Widodo menargetkan kontingen Indonesia meraih posisi runner up dalam Sea Games 2019. Awalnya posisi Indonesia sudah menjanjikan berada di posisi kedua. Namun, saat medali emas cabang olahraga renang, atletik dan beladiri diperebutkan Indonesia tercecer di posisi ke-4. Gagal memenuhi target di posisi kedua, medali emas sepakbola pun gagal diraih.

Timnas Indonesia U-22 ditaklukan oleh Vietnam dengan skor 0-3. Doan Van Hau mencetak brace dan satu gol lainnya dicetak oleh Hung Dung Do.

Bayangan de javu Sea Games 1991, gagal terulang. Saat itu, Indonesia mengalahkan Thailand melalui adu penalti dengan skor 4-3. Setelah bermain dengan susah payah selama pertandingan normal 90 menit, skor bertahan kacamata. Skuad asuhan trio pelatih Anatoli Polosin, Vladimir Urin dan Danurwindo berhasil meraih medali emas kedua Sea Games (medali emas pertama sepakbola di Sea Games 1987).

Dalam pertandingan final Sea Games 2019, Indonesia mengambil inisiatif penyerangan dalam 20 menit awal. Timnas Garuda U-22 menguasai jalannya pertandingan dan mendapat beberapa peluang. Apes bagi Indonesia, tekel keras Doan Van Hau kepada Evan Dimas, menjadi awal petaka timnas Indonesia U-22. Evan Dimas cedera dan tidak bisa melanjutkan pertandingan.

Sejak Evan Dimas cedera permainan Indonesia tidak bisa berkembang, Syahrian Abimanyu yang menggantikan Evan Dimas gagal menjadi otak permainan Indonesia di lini tengah.

Apakah tekel keras yang dilakukan oleh Doan Van Hau kepada Evan Dimas, merupakan bagian dari strategi atau kesengajaan yang dibuat oleh pemain tersebut atau hanya kecelakaan biasa dalam sepakbola. Entahlah hanya dia yang tahu alasannya, karena Doan Van Hau merupakan pemain bertahan Vietnam tetapi pada saat menekel Evan Dimas dia meninggalkan jauh lini pertahanan Vietnam.

Apa yang dilakukan Doan Van Hau, sama dengan yang dilakukan oleh Baihakki Khaizan saat tekel kerasnya mencederai Boaz Solossa dalam final leg pertama Piala AFF 2004. Boaz Solossa tidak bisa melanjutkan pertandingan, Indonesia akhirnya takluk 1-3 ditangan Singapura. Cedera Boaz sebagai pemain kunci, menjadi salah satu penyebab Indonesia gagal juara di Piala AFF 2004.

Bukan de javu final Sea Gamea 1991, tetapi de javu final Piala AFF 2004 yang merasuki timnas Indonesia U-22. Cedera pemain kunci, menjadi penyebab puasa gelar Indonesia bertambah semakin lama.

Pelatih Indra Sjafri, mengakui jika cedera Evan Dimas menjadi salah satu sebab kegagalan timnas Indonesia U-22 dalam meraih medali emas, tanpa Evan Dimas permainan Indonesia tidak berkembang dan keseimbangan menurun. "Pergantian pemain yang bukan dikarenakan taktik itu masalah bagi tim. Jadi saya pikir dengan cedera Evan, dengan waktu yang baru berjalan 23 menit tentu sangat berpengaruh terhadap progres tim di babak pertama tersebut". Kata pelatih Indra Sjafri. Tak lupa dengan berbesar hati, Indra Sjafri juga mengucapkan selamat kepada Vietnam atas keberhasilan meraih medali emas.

Indonesia sebenarnya bermain lebih baik daripada pertemuan pertama pada babak penyisihan. Vietnam lebih banyak menunggu dan melancarkan serangan balik.

Selain cedera Evan Dimas, faktor lain yang menyebabkan kegagalan meraih emas yaitu. Dimatikannya Saddil Ramdani oleh para pemain Vietnam. Selain Evan Dimas, Saddil Ramdani merupakan pemain kunci, sengatan serangan melalui sayap menjadi ciri khas Saddil. Tahu potensi bahaya, yang akan ditimbulkan oleh Saddil, pelatih Vietnam selalu menginstruksikan untuk mempresaing ketat Saddil, 2-3 pemain Vietnam selalu mempressing Saddil. Saat Saddil tak berkembang, opsi serangan lain pun macet tidak berkembang. Witan dan Egy, tak berkutik di sisi sayap kanan. Sehingga Osvaldo Haay, tidak mendapatkan suplai bola dari lini tengah dan lini sayap.

Permainan fisik, body charge yang dilakukan para pemain Vietnam juga menyulitkan Indonesia. Body besar para pemain Vietnam, dimanfaatkan untuk beradu fisik dengan pemain Indonesia yang rata-rata bertubuh kecil. Indonesia kesulitan dalam meladeni permainan fisik yang dilancarkan oleh pemain Vietnam.

Dan penyakit lain yang selalu menghinggapi pemain Indonesia adalah, seringnya melakukan pelanggaran yang tidak perlu. Dua pelanggaran yang seharusnya tidak perlu terjadi, dilakukan oleh Asnawi dan Firza Andika. Dua pelanggaran tersebut yang akhirnya dimanfaatkan Vietnam, 2 set piece untuk brace Doan Van Hau. Ini PR yang harus diperbaiki oleh semua pelatih kelompok umur. Pemain tidak sabaran dalam menjaga pemain lawan, membuat pemain dengan mudah melakukan pelanggaran. Ini merupakan efek dari ketidaktegasan wasit di Liga Indonesia, setiap ada kontak terkadang wasit Liga Indonesia tidak menganggap itu sebagai pelanggaran. Kebiasaan di Liga terbawa dalam pertandingan Internasional.

Kegugupan pelatih dalam melakukan pergantian pemain, ketika ada pemain yang cedera di menit-menit awal juga bisa menjadi penyebab. Seandainya saja, Evan Dimas digantikan oleh Rachmat Irianto mungkin ceritanya bisa berbeda. Rachmat Irianto memiliki jiwa petarung, sangat cocok beradu fisik melawan pemain lini tengah Vietnam. Syahrian Abimanyu yang lebih stylish kurang cocok, jika harus bertarung melawan pemain Vietnam.

Tetapi apapun itu, para pemain sudah berjuang dengan maksimal mulai babak penyisihan hingga babak final. Sebagai pecinta sepakbola tanah air, kita harus mengapresiasi dan tetap mendukung timnas Indonesia apapun hasil yang diraih. Terimakasih kepada seluruh skuad Timnas Indonesia U-22 yang telah berjuang di Sea Games 2019.

Mungkin kita harus menunggu Piala AFF 2020 untuk menyudahi puasa gelar selama ini. Atau berharap di Sea Games 2021, saat skuad timnas U-19 saat ini (Bagus Kahfi dkk.) sudah mulai matang dan dewasa.

Salam sepakbola

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun