Beberapa minggu sekali mereka turun ke Bogor untuk memasarkan hasil kebunnya, tentu menjualnya ke pasar, bukan ke Johannes van den Bosch.
***
Karena naluri hewani saya yang tinggi, langkah kaki saya terhenti di dekat kandang kambing. Dengan otomatis tangan saya mengambil rumput disekitar dan menyuapinya ke kambing-kambing yang kelaparan.
Tanpa saya sadari, ada sosok lelaki setengah baya yang hadir di samping saya, bapak ini rupanya merupakan pemilik dari kambing-kambing yang sedang saya suapi. Lalu kami berbincang sejenak, beliau menawarkan jasa memelihara kambing yang sistemnya bagi hasil ketika si kambing berkembang biak. Bukan niat hati untuk menolak, namun karena saya juga korban pemotongan gaji yang sedang terisak, saya hanya bisa mengangguk-anggukan kepala.Â
Kami berbincang cukup lama dengan pertanyaan saya yang bertubi-tubi. Ia juga menceritakan bahwa boro-boro saya bisa mengisi daya telepon genggam, lampu di desa ini saja kedip-kedip saat malam karena sumber listriknya dari kincir air dibalik bukit, sehingga tenaga yang dihasilkan amat sedikit.
Setelah  beberapa saat, tiba saatnya saya bertanya..
"Bapak sudah berapa lama tinggal disini?"
"Sudah lama de.."
"Berapa tahun?"
"Lama.. pokoknya lama.."