Mohon tunggu...
Sonya Alfinatasya
Sonya Alfinatasya Mohon Tunggu... Lainnya - A girl and woman who stucked in the same happy soul.

Hi there! Iam newbie!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Segelas Teh Manis pun Dapat Memicu Baku Hantam

7 Agustus 2021   20:50 Diperbarui: 7 Agustus 2021   21:04 706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 

Di suatu hari, aku ingin membuat teh manis untuk menghangatkan tubuhku waktu subuh di tempat kerja. Salah satu temanku, anggap saja namanya Mawar, juga ingin membuat minuman yang sama. Karena kita hanya memiliki satu gelas saja, maka kami memutuskan untuk berbagi dengan menyeduhnya di gelas yang sama.

Ketika aku menaruh gula kedalamnya, Mawar berkata "Sonya, itu gulanya lagi".

Tapi karena aku tidak begitu suka teh yang terlalu manis, permintaan Mawar kuabaikan, sembari aku menyangkal aku berkata "Udah lho.. ini juga udah manis".

Namun Mawar tetap bersikeras "Aku sukanya manis, ini ga terlalu manis. Satu sendok lagi"

"Udah lho war, terlalu manis itu gak enak. Bikin batuk"pungkasku lagi.

Kami berdebat cukup sengit karena perbedaan selera, padahal biasanya aku dan Mawar selalu tertawa dan bercanda.

Di penghujung perdebatan Mawar berkata "Kamu tuh ya dibilangin, aku lebih tahu lho takarannya" Mawar berkata demikian karena memang pekerjaan Mawar sebelumnya ialah barista. Jadi ia merasa lebih tahu seberapa takaran gula yang pas untuk teh manis yang akan kita minum.

Di sudut pandangku kali ini, menurutku ini bukan mengenai pengalaman, namun pandangan, kesukaan, atau selera masing-masing insan.

Usai perdebatan tentang teh manis itu, aku dan Mawar agak canggung selama beberapa jam. Setelahnya kami berdua menenangkan diri dengan berjauhan, Namun karena memang aku dan Mawar pada dasarnya tidak bisa saling diam berlama-lama,

Setelah beberapa saat, aku dan dia pun tertawa..

Bahkan hanya karena satu gelas teh manis, dua kepala dengan masing-masing isinya yang berbeda saja bisa berdebat. Itupun hanya karena perkara takaran gula. Sedangkan di setiap jamnya, hal yang berbeda dengan pandangan kita terjadi tanpa ada habisnya, mungkin takaran kopi, takaran garam, takaran merica, memilih destinasi wisata bersama teman-teman, menentukan warna baju yang cocok untuk keponakan, keputusan kebijakan perusahaan, pemilihan kepala desa yang memiliki perbedaan kecenderungan,  serta perihal-perihal lain yang tak bisa semua disebutkan.

Dengan demikian, jika dipikir-pikir, berapa lama waktu dan energi yang akan kita sia-siakan jika hal yang berbeda terus diperdebatkan? Jika perkara takaran gula antara dua kepala saja dapat menimbulkan kecanggungan, bagaimana dengan hal yang menyangkut lebih banyak kepala? Atau keputusan skala besar yang melibatkan banyak kepentingan? Mungkinkah akan terjadi pertikaian? Perselisihan? Memutus persahabatan? Kehilangan persaudaraan? Baku hantam?

Sepertinya dunia ini terlalu singkat untuk memperdebatkan semua hal yang berbeda dari pandangan kita. Pada contoh kasus yang sudah diutarakan, bukan berarti pemecahan masalahnya dilakukan dengan berdiam diri dan berjauhan seperti yang aku dan Mawar lakukan. Memang seharusnya kami fokus pada pemecahan masalah dan hal yang bisa kita lakukan, bukan fokus memperdebatkan suatu perbedaan yang bagaimanapun tak bisa diubah. Mungkin akan lebih bijak jika kami kala itu berdiskusi, bukan malah berkelahi..

Ketika aku dirugikan, disisi lain ada pihak yang diuntungkan. Dan di lain waktu, ketika aku diuntungkan, ada pihak yang dirugikan. Dunia akan selalu seperti itu. Dunia ini luas membentang dan tidak sesempit pemikiran kita saja, baiknya kita jangan selalu merasa paling benar.. Nyatanya, ada banyak sisi yang mesti dipertimbangkan, ada banyak pengalaman berbeda yang membentuk kecondongan, dan semesta ini sebenarnya berisi berjuta pandangan. Buang jauh-jauh perasaan selalu benar, karena ketika kita merasa paling benar, sebenarnya hal itu adalah kerugian, yang mana memperlihatkan betapa sempit perspektif kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun