Mohon tunggu...
Suko Waspodo
Suko Waspodo Mohon Tunggu... Dosen - lecturer
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengatasi Masalah Pengangguran Lulusan SMK

20 Maret 2019   15:40 Diperbarui: 20 Maret 2019   16:05 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menarik sekali mencermati kritik cawapres 02 pada debat cawapres yang lalu tentang pengangguran lulusan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan). Tidak kita pungkiri memang banyak lulusan SMK yang menganggur namun tidak sedikit pula yang langsung memperoleh pekerjaan begitu mereka menyelesaikan pendidikan mereka. Bahkan banyak juga SMK yang peserta didiknya belum lulus sudah dipesan oleh perusahaan atau menjadi wiraswastawan dalam bidangnya begitu mereka lulus.

Persoalan sesungguhnya bukan pada kebijakan pemerintah sekarang dalam mendorong majunya pendidikan vokasi, pilihan ini sudah tepat. Negara ini memang sungguh membutuhkan tenaga terampil yang siap kerja, sementara jumlah sarjana sudah cenderung overload. Dunia industri yang semakin berkembang membutuhkan lebih banyak praktisi daripada para sarjana penganalisis.

SDM Guru atau Instruktur Praktek

Pengangguran yang terjadi lebih disebabkan oleh penerapan kurikulum SMK yang ada tidak dibarengi kesiapan SDM guru yang memadai dan mumpuni. SMK pada bidang praktisi bisnis atau sosial memang tidak terlampau bermasalah kualitas lulusannya, karena kebutuhan mereka dalam pendidikan praktek tidak banyak mengalami kendala. Praktek di laboratorium bisnis maupun praktek kerja bisnis bisa dilaksanakan dengan lancar dan muaranya lulusannya siap untuk kerja di sektor bisnis.

Di lain pihak untuk SMK jurusan lain, contohnya jurusan teknologi industri, mesin atau komputer, kenyataannya memang banyak lulusannya yang belum siap pakai. Ini disebabkan oleh pembukaan jurusan-jurusan tersebut yang tidak disertai dengan kesiapan SDM guru yang mumpuni, khususnya guru bidang praktek. 

Banyak sekali SMK yang memaksakan membuka jurusan baru hanya sekadar untuk bisa menampung minat siswa yang ingin belajar teknologi, mesin atau komputer. Padahal sebelumnya SMK-SMK tersebut adalah SMK  jurusan ilmu sosial (SMEA, SMKK, SMKI dan sejenisnya). Akibatnya mereka hanya menyiapkan SDM tenaga pengajar dari guru-guru yang bersedia dikursus secara singkat dan cepat untuk menjadi guru praktek bidang teknologi industri, mesin atau komputer.

Kita semua tahu bahwa SMK yang berkualitas harus memenuhi perbandingan pendikan teori dan praktek 40-60 atau bahkan 30-70, artinya pendidikan teori cukup 30 persen saja sedangkan pendidikan praktek harus 70 persen. Dalam hal inilah guru-guru yang hanya berbekal kursus singkat tadi tidak mampu memberikan atau mendampingi siswanya secara optimal dalam pelajaran praktek.

Seharusnya pelajaran praktek memang diampu oleh para guru atau instruktur yang berlatar belakang praktisi, artinya mereka yang berpengalaman kerja nyata di bidangnya. Praktek mengelas, bubut, pahat, mengukir, ahli bangunan, merakit dan menginstal komputer dan masih banyak contoh yang lain tentu tidak memadai kalau instrukturnya hanya berbekal kursus singkat. Guru atau instrukturnya harus mereka yang benar-benar praktisi di bidang masing-masing. Tentu berbeda dengan praktek sebagai kasir atau pembukuan yang tidak harus diajar oleh orang yang berpengalaman sebagai kasir atau bagian pembukuan.

Unit Bisnis dan Industri

Sarana bengkel praktek, kita yakin bahwa sudah tersedia baik dan cukup tapi kesiapan instrukturnya yang tidak memadai. Idealnya memang bengkel praktek ini memang juga sekaligus unit bisnis industri. Misalnya, bagi SMK jurusan tehnik mesin dan industri untuk praktek mengelas atau bubut memang sebaiknya juga menerima pekerjaan dari masyarakat yang membutuhkan pengerjaan tersebut. SMK jurusan komputer juga benar-benar membuka bisnis perakitan dan atau servis komputer. SMK jurusan grafika misalnya, juga menerima pengerjaan bidang desain grafis, cetak-mencetak atau sablon. Dan masih banyak contoh-contoh yang lain.

SMK memang seharusnya dilengkapi dengan SDM praktisi sebagai instruktur di pendidikan prakteknya. Lebih berkualitas dan lengkap juga kalau dilengkapi dengan unit bisnis dan industri yang dikelola secara profesional. Dengan demikian pada saatnya, lulusannya benar-benar siap kerja. Siap mengisi lowongan kerja di perusahaan atau bahkan menjadi wirausahawan di bidangnya.  Secara singkat bisa kita sarankan bahwa menempuh pendidikan di SMK selama 3 tahun tersebut juga seharusnya merupakan bentuk pengalaman kerja (nyata) selama 3 tahun pula. Semoga.

***
Solo, Rabu, 20 Maret 2019. 2:57 pm
'salam kritis penuh cinta'
Suko Waspodo
suka idea
antologi puisi suko

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun