Mulutku ternganga kaget. Aku menggeleng keras, tidak percaya dengan telingaku. Konyol sekali, pikirku. Mana mungkin kucing bisa berbicara.
  Â
Aku bergegas melewati kucing-kucing itu, dengan hati-hati melihat ke arah lain. Aku harus sedikit mengalami kerepotan. Tetapi aku tidak bisa tidak dalam hati bertanya-tanya, siapa bibi Cathy? Dan mengapa kucing itu ingin aku memberitahunya bahwa Melly sudah mati? Apakah Melly si kucing di atas tandu?
  Â
Tiba-tiba, di depan motorku ada seekor kucing hitam kecil. Dia berdiri tepat di depanku. Aku berhenti dan memandanginya. Dia menatapku dengan mata hijau besar yang tampak bersinar dalam cahaya yang memudar.
"Saya punya pesan untuk bibi Cathy," kata kucing itu. "Katakan padanya bahwa Melly sudah mati."
   Â
Kucing itu berjalan menyingkir melewati aku dan pergi untuk bergabung dengan kucing lain yang berkelompok di sekitar tandu.
  Â
Aku benar-benar kebingungan. Ini menjadi sangat menakutkan. Kucing yang berbicara dan Melly yang sudah mati. Dan siapa itu bibi Cathy? Aku bergegas pergi secepat aku bisa melajukan motorku. Di sekelilingku, hutan pinus semakin gelap dan gelap. Aku tidak ingin tinggal di hutan itu dengan sekelompok kucing yang bisa berbicara.
Bukannya aku benar-benar percaya kucing itu berbicara. Itu semua seakan mimpi yang aneh dan terbangun karena semakin tidak nyaman.
  Â
Di belakangku, kucing-kucing itu menjerit aneh dan berseru: "Pak Tua! Katakan pada bibi Cathy bahwa Melly sudah mati! "
Aku geber motorku ke rumah secepat mungkin, dan tidak berhenti sampai aku mencapai depan rumah  dengan aman. Aku terdiam berdebar untuk mengatur napas. Aku tidak ingin menjelaskan kepada Helen bahwa aku melihat dan mendengar hal-hal yang tidak mungkin. Dia akan mengira aku sudah gila atau pikun.   Â
Ketika aku merasa cukup tenang, aku masuk ke rumah dan mencoba untuk bersikap biasa saja. Seharusnya aku tahu itu tidak akan berhasil. Kami telah menikah selama tiga puluh tahun, dan dia tahu aku di dalam dan luar. Dia tidak mengatakan apa-apa sampai setelah kami menyelesaikan kesibukan. Kemudian dia mengajakku duduk di meja makan dan membawakan aku makan malam. Setelah mengunyah beberapa saat dan mulai santai, dia berkata, "Ceritakan semuanya, Tom."
"Aku tidak ingin membuatmu cemas," kataku, enggan membicarakan apa yang telah aku lihat dan dengar dalam perjalanan pulang.
Kucing kuning itu berbaring di dekat almari makan. Dia mendongak ketika dia mendengar suaraku, dan mendekat untuk duduk di kursi sebelahku. Aku memberinya sepotong daging dan langsung dia makan.
"Aku akan lebih cemas jika kamu tidak memberi tahu aku," kata Helen.
  Â
"Aku mengira mungkin ada yang salah dengan otakku," kataku perlahan. "Ketika aku sedang perjalanan pulang tadi, aku bertemu sekelompok kucing hitam membawa tandu dengan kucing mati di atasnya. Kemudian aku mendengar kucing berbicara kepadaku. Mereka meminta aku untuk memberi tahu bibi Cathy bahwa Melly sudah mati."
  Â
Kucing kuning itu melompat ke ambang jendela. "Melly sudah mati?" Serunya. "Kalau begitu aku sekarang Sang Ratu Penyihir!"
  Â
Dia menggerakkan ekornya dan jendela itu terbuka dengan keras. Kucing kuning itu melewatinya dan menghilang di kegelapan malam, tidak pernah kembali.
  Â
Helen harus mengguyurkan segayung air di atas kepalaku untuk memulihkan aku dari pingsanku.
  Â
"Kabar baiknya adalah," katanya kepadaku ketika aku sudah duduk, sungguh guyuran airnya sedingin es, "bahwa kamu tidak ada yang salah dengan otakmu. Kabar buruknya adalah bahwa kucing kita baru saja meninggalkan kita untuk menjadi ratu para penyihir. Kita harus mendapatkan kucing lain sebagai penggantinya."
  Â
"Oh, tidaaaak," kataku segera setengah berteriak. "Aku tidak mau memelihara kucing lagi."
***
Solo, Kamis, 29 November 2018
'salam hangat penuh cinta'
Suko Waspodo
suka idea
antologi puisi suko
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H