Siang begitu panas dan ruang dosen pun terasa sangat gerah karena pendingin ruangan yang tak berfungsi dengan baik. Sudah tiga gelas air mineral tandas membasahi tenggorokanku. Menunggu memang aktivitas yang kadang terasa tidak nyaman. Â Masih dua puluh menit lagi jadwal mengajarku terakhir hari itu.
Dengan tidak sabar saat jam dinding menunjuk pukul 14:50 aku menuju gedung C lantai 3 ruang 3 di mana siang itu jadwalku memberi perkuliahan bahasa Inggris untuk mahasiswa semester 1 jurusan Sistem Informatika. Meski dengan nafas tersengal, karena untuk menuju ruang tersebut tidak ada lift alias harus lewat tangga, aku ingin segera masuk ruangan karena pendingin ruang kuliah sangat dingin tetapi  nyaman. Lebih nyaman daripada di ruang dosen.
"Selamat siang semuanya," begitulah kebiasaanku menyapa para mahasiswa setiap mengawali perkuliahan.
"Selamat siang, pak," jawab mereka tak terlalu keras. Maklum waktunya memang waktu yang bikin ngantuk dan mungkin juga lapar bagi yang tidak biasa makan siang di kampus.
"Aku ingin segera masuk ruangan, bukan karena kangen kalian, melainkan karena udara luar panasnya kebangetan, maka ingin segera kunikmati ruangan ini dengan nyaman," kulanjutkan menyegarkan awal perkuliahanku dengan sedikit bercandaan.
"Huuuu...,!" begitulah tanggapan mereka secara serentak. Seperti  biasa kebiasaan orang muda saat menanggapi bercandaan yang seolah ingin mengatakan bahwa bercandaannya tidak lucu.
Aku sengaja membuat kalimat tadi seperti penggalan puisi. Para mahasiswaku juga tahu bahwa aku suka menulis puisi di media sosial, terutama di Kompasiana.
"Pak...!", seorang mahasiswi mungil manis berambut lurus berteriak menarik perhatianku dan yang lain.
"Ya,... Ada apa Adinda?" aku hafal dengan nama depan gadis manis ini. Wajar kan kalau aku hafal dengan mahasiswiku yang manis menarik hati.
"Bapak pinter dan suka menulis puisi, buatkan puisi cinta tentang saya dong. Please pak?!", Adinda bergaya merengek manja.
"Saya tidak pinter membuat puisi, hanya suka menulis puisi," aku menanggapi dan mencoba bersikap seolah rendah hati, padahal sombongku akut.