Mengawali kembali tugas esok harinya, seorang sontoloyo harus bersiap-siap untuk kembali menggembalakan kawanan bebek yang sudah kelaparan. Namun biasanya sebelum berangkat, sontoloyo memeriksa kandang dan sekalian memunguti telur bebek yang ditelurkan kawanan bebek dalam semalam. Telur-telur itu selanjutnya dikumpulkan lalu diserahkan ke majikan pemilik bebek yang kemudian sontoloyo akan mendapatkan bagian dari bagi hasil dengan pemilik bebek selain upah yang diterimanya.
Itulah paparan tentang apa dan siapa itu sontoloyo. Persoalan kemudian istilah sontoloyo itu dijadikan ungkapan untuk memaki orang itu merupakan perkembangan kebiasaan penggunaan istilah itu yang hingga saat ini belum diketahui alasannya.
Kesimpulan yang bisa kita ambil dari perkembangan penggunaan kata ini bahwa sontoloyo sejatinya adalah sebutan untuk penggembala bebek atau orang-orang yang dengan setia menggiring bebek dari pagi sampai sore ke daerah perairan sekaligus mengumpulkan telur-telurnya. Profesi dengan aktifitas ini sampai sekarang masih berlangsung di wilayah pedesaan.
Dari paparan di atas kita bisa memaknai bahwa sesungguhnya tidak ada hal yang salah atau buruk dengan sontoloyo. Tetapi karena sontoloyo sering menjadi idiom yang menggambarkan hal-hal negatif, komunitas ini sekarang sudah tidak pernah lagi disebut demikian. Kata penyebutannya tidak lagi memiliki kekhasan kultural alias berlaku secara umum. Selanjutnya sontoloyo disebut saja sebagai 'wong angon bebek'.
Komunitas asli sontoloyo yang dalam arti sesungguhnya adalah orang-orang bersahaja yang bekerja menghabiskan tenaga serta waktu untuk menghidupi keluarganya sebagai penggembala bebek, sekarang ini harus menanggung akibat menghindari sebutan khas profesinya. Sungguh memprihatinkan.
Untuk mempertahankan kekhasan budaya dan keunikan kosakata bahasa Jawa yang sangat beragam, ada baiknya kita mulai menghindari penggunaan kata sontoloyo untuk makian ungkapan kekesalan. Mungkin lebih pas memakai kata apa adanya sesuai maksud kekesalan itu, misalnya bodoh, tolol, pemalas, brengsek dan sebagainya. Merdeka !
***
Solo, Rabu, 24 Oktober 2018
'salam damai penuh cinta'
Suko Waspodo