Mohon tunggu...
Sonti Soraya Sinaga
Sonti Soraya Sinaga Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

a full time officer, sometimes a traveller

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menyepi di Bira

18 September 2015   23:13 Diperbarui: 19 September 2015   13:50 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Mei 2014. Hari yang saya tunggu akhirnya tiba, saya kembali ke Makassar. Tapi kali ini bukan untuk urusan pekerjaan, saya akan berjalan-jalan ke pantai. Sudah 3 bulan saya merencanakan perjalanan ini dan sudah beberapa tahun saya mengidamkan untuk bisa mengunjungi Tanjung Bira. Dan saya senang tak terkira, ketika 2 orang sahabat saya, Amel dan Yeti sepakat untuk berlibur bersama ke sana. Sekedar informasi, kedua sahabat saya ini adalah warga Jakarta, yang lahir dan besar di Jakarta, yang jarang sekali pergi keluar kota, apalagi ke luar pulau. Pekerjaan mereka sehari-hari pun adalah karyawan yang bekerja di balik meja sepanjang hari. Berbeda dengan saya yang cukup sering melakukan perjalanan dinas ke berbagai kota di Indonesia. Jadi ketika ada kesempatan untuk mengambil cuti di antara hari libur, maka kami segera memanfaatkannya.

Tanggal 1 Mei 2014, kami bertemu di Bandara Soekarno-Hatta untuk mengejar penerbangan pukul 5 pagi menuju Makassar. Sekitar pukul 08.30 WITA kami tiba di Bandara Sultan Hasanuddin di Makassar dan segera keluar dari gedung terminal untuk mecari restoran yang harganya lebih miring untuk sarapan. Setelah sarapan saya menghubungi supir yang telah saya kontak sebelumnya. Dan di pagi hari yang cerah itu kami pun segera melaju menuju Tanjung Bira.

[caption caption="Pemandangan menuju Tanjung Bira"][/caption]

Pemandangan yang kami lihat sepanjang jalan dari Makassar hingga Tanjung Bira kebanyakan adalah laut di sisi kanan jalan. Karena memang jalan utama tersebut berada di tepi pantai. Yang membuat kami terpukau adalah, pantai yang kami lihat sepanjang jalan itu indah dan bersih sekali. Tepat jam 12 siang kami tiba di Kabupaten Bantaeng. Kami berhenti sebentar di sana untuk beristirahat. Di sana kami duduk di salah satu sudut taman kota yang posisinya menghadap ke laut.

Sekitar pukul 2 siang akhirnya kami tiba di Kabupaten Bulukumba, lokasi dimana Tanjung Bira berada. Untuk masuk ke kawasan wisata ini kita harus membayar admission (saya lupa harganya) per orang yang bisa berlaku berhari-hari untuk satu kali kunjungan, asal kita tidak keluar dari kawasan tersebut. Tapi jangan khawatir, di dalam kawasan wisata Tanjung Bira ini terdapat berbagai penginapan, restoran, rumah makan, kedai, warung, toko souvenir, toko kelontong dan lainnya yang menyediakan berbagai kebutuhan wisata selama di Tanjung Bira dengan harga yang wajar.

[caption caption="Pemandangan sore hari di pantai Tanjung Bira"]

[/caption]

Kami segera menuju guest house yang sudah kami booking sebelumnya. Sedikit informasi, kami bertiga memang berwisata ala koper yang memang bawa koper, menggunakan mobil sewaan bukan angkutan umum, itinerary sendiri bukan paket wisata, tapi kami memilih penginapan para backpacker yang berwisata ala ransel. Jadi harga guest house ini memang sangat murah, Rp 180.000,-/kamar/malam dan fasilitas seadanya. Untuk info penginapan di kawasan Tanjung Bira ini banyak tersedia di internet. Saya sendiri menemukannya di lonelyplanet.com.

Setelah check-in dan berganti pakaian, kami segera berjalan menuju pantai yang memang tidak jauh dari guest house. Tapi karena kami belum makan siang, jadi kami singgah dulu di sebuah restoran di tepi pantai Tanjung Bira. Dan sore itu kami menghabiskan waktu dengan bermain-main di pantai Tanjung Bira dan pantai Bara, yang lokasinya tidak berjauhan. Hal yang saya suka dari kedua pantai ini adalah bentuknya yang sangat landai dan lebar sekali, seperti pantai Seminyak di Bali, tapi di sini pasirnya putih bersih dan sangat halus seperti bedak. Bagi saya, pasir di pantai ini adalah yang terhalus yang pernah saya rasakan. Karena itu saya senang sekali berlama-lama duduk dan berjalan-jalan di pantai ini. Selain itu pantai ini cukup sepi dan tenang (waktu saya kunjungi) sehingga saya betah sekali menyepi di sana.

[caption caption="Cantiknya pantai Tanjung Bira"]

[/caption]

Hari kedua di Tanjung Bira kami bangun pagi sekali untuk menikmati sunrise di pantai Bara. Setelah itu kami kembali ke guest house untuk sarapan dan melanjutkan tidur sebentar. Sekitar pukul 10 kami kembali berjalan santai ke pantai Tanjung Bira lalu menyewa kapal untuk menuju Pulau Kambing dan Pulau Liukang. Pertama, kami menuju Pulau Kambing, sebuah pulau tak berpenghuni yang tepiannya berupa tebing karang yang curam. Jaraknya sekitar 15 menit dari Tanjung Bira. Kawasan di sekitar pulau ini memiliki pemandangan bawah laut yang indah, jadi ada beberapa wisatawan yang berhenti di sana untuk snorkeling dan menyelam. Setelah dari Pulau Kambing, kami bergerak ke Pulau Liukang. Di lepas Pulau Liukang ini terdapat tempat penangkaran penyu. Kami tidak begitu tertarik untuk masuk ke tempat penangkaran itu, selain itu harus bayar lagi, jadi kami memutuskan untuk snorkeling lagi di sana. Pemadangan bawah laut di tempat itu juga tak kalah indah dibanding di Pulau Kambing, jadi saya menghabiskan waktu cukup lama untuk berenang di sana.

[caption caption="Sunrise di pantai Bara"]

[/caption]

Sekitar pukul 1 siang kami merapat ke Pulau Liukang dan santap siang di sana. Selesai makan siang kami kembali ke guest house lalu mandi dan istirahat. Sekitar pukul 5 kami keluar dari guest house kami dan pergi ke kawasan Amatoa Ressort. Resor ini adalah penginapan termahal dan termewah di Tanjung Bira, yang memiliki private beach yang berupa karang, jumlah kamarnya pun sedikit sekali. Kami menikmati sunset yang berawan dari sana. Awalnya kami berencana untuk mengunjungi tempat pembuatan kapal pinisi yang juga berada di Kabupaten Bulukumba. Tapi ternyata lokasinya cukup jauh dari Tanjung Bira, jadi kami membatalkannya.

Malam terakhir di Tanjung Bira, kami memilih untuk makan malam di sebuah restoran yang berbentuk kapal Pinisi di salah satu sisi pantai Tanjung Bira. Kami berharap makan malam di tempat itu cukup untuk menghibur hati karena tidak bisa melihat tempat pembuatan kapal Pinisi. Restoran yang unik ini baru buka pada pukul 7 malam, jadi malam itu kami cukup bersabar menunggu di balkon restoran sambil menikmati keindahan pantai Tanjung Bira.

[caption caption="Senja di pantai Tanjung Bira"]

[/caption]

Hari ketiga, kami meninggalkan Tanjung Bira ketika subuh dan bergerak ke Kabupaten Bantimurung, yang berjarak sekitar 5 jam perjalanan dari Bulukumba. Di sini kami mengunjungi Taman Wisata Alam yang terkenal dengan berbagai spesies kupu-kupu yang hidup bebas di dalamnya, karena itu tempat ini juga dikenal sebagai Istana Kupu-kupu. Selain itu di dalam taman wisata ini juga terdapat sungai yang mengalir deras dan di ujungnya terdapat air terjun dan gua.

[caption caption="Gerbang utama Taman Wisata Bantimurung"]

[/caption]

Tepat di siang hari, kami bergerak menuju kota Makassar dan makan siang di sebuah rumah makan yang sangat terkenal sekota Makassar bernama Palbas Serigala. Menu utama di sini adalah pallu basa, makanan khas Makassar yang menyerupai soto santan yang sangari kelapanya menyatu dengan potongan daging atau jeroan dan santan kental. Penyajiannya pun mirip soto, ada nasi di piring terpisah dan pallu basa di mangkok sendiri. Saya memang sengaja memilih tempat ini, karena ketika pertama kali ke Makassar dulu saya diajak makan di tempat ini dan saya suka sekali dengan rasanya, makanya saya ingin kembali lagi. Dan seperti biasa, tempat ini selalu ramai oleh pengunjung, dan saya pun tak ragu untuk menambah makanan. Saya senang, karena Amel dan Yeti juga menyukai makanan ini.

Setelah kenyang, kami beranjak ke Fort Rotterdam. Benteng tua peninggalan zaman Belanda yang berada di tepi laut itu kini menjadi museum, objek wisata pilihan di kota Makassar. Setelah berkeliling, kami keluar dari kawasan Fort Rotterdam dan menyebrang jalan menuju pelabuhan untuk menyebrang ke Pulau Samalona. Kebetulan hari itu adalah hari Sabtu, jadi pengunjung Pulau Samalona cukup ramai, terutama anak muda yang berpasangan. Dan ternyata warga Makassar sering memilih Pulau Samalona sebagai lokasi foto prewedding. Di pulau wisata yang sangat kecil itu, kami menemukan setidaknya 3 pasangan yang melakukan sesi foto prewedding. Jadi saya menyimpulkan kalau pantai di pulau itu cukup photogenic walaupun aslinya tidak seindah itu, tapi bolehlah dijadikan alternatif objek wisata di Makassar selain Pantai Losari.

[caption caption="Sunset di Samalona"]

[/caption]

Setelah menikmati sunset di Samalona kami kembali ke kota Makassar dan menuju hotel untuk mandi. Setelah mandi kami kembali ke pinggir pantai, yaitu Losari yang ramai sekali pada malam minggu. Tapi karena saya tahu daerah itu macet sekali, maka saya mengajak kedua teman saya untuk makan malam di rumah makan Mie Titi dan mencoba pisang epe di daerah yang sama. Kedua menu ini pun adalah kesukaan saya, yang sudah saya cicipi saat pertama kali ke Makassar. Pukul 10 malam dengan badan yang sudah lelah kami kembali ke hotel dan beristirahat.

Keesokannya hari terakhir liburan, setelah sarapan di hotel, kami menuju toko souvenir. Hari Minggu pagi itu belum banyak toko souvenir yang buka, jadi kami tidak punya pilihan lain. Selain itu kami punya waktu yang sangat terbatas karena kami akan menumpang pesawat pukul 09:30 WITA.

Dan selesailah liburan di Sulawesi Selatan. Walaupun terlihat mahal karena menggunakan mobil sewaan dan menyewa kapal untuk tiga orang saja, tapi dana yang kami keluarkan sebenarnya tidak banyak. Masing-masing kami mengeluarkan uang tidak lebih dari Rp 2.500.000,- untuk tiket pesawat, penginapan, sewa mobil, makan dan lainnya, tapi tidak termasuk belanja oleh-oleh. Cukup murah menurut saya. Jadi mengapa tidak mencoba berwisata ke Sulawesi Selatan yang mempesona?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun