Hari kedua di Tanjung Bira kami bangun pagi sekali untuk menikmati sunrise di pantai Bara. Setelah itu kami kembali ke guest house untuk sarapan dan melanjutkan tidur sebentar. Sekitar pukul 10 kami kembali berjalan santai ke pantai Tanjung Bira lalu menyewa kapal untuk menuju Pulau Kambing dan Pulau Liukang. Pertama, kami menuju Pulau Kambing, sebuah pulau tak berpenghuni yang tepiannya berupa tebing karang yang curam. Jaraknya sekitar 15 menit dari Tanjung Bira. Kawasan di sekitar pulau ini memiliki pemandangan bawah laut yang indah, jadi ada beberapa wisatawan yang berhenti di sana untuk snorkeling dan menyelam. Setelah dari Pulau Kambing, kami bergerak ke Pulau Liukang. Di lepas Pulau Liukang ini terdapat tempat penangkaran penyu. Kami tidak begitu tertarik untuk masuk ke tempat penangkaran itu, selain itu harus bayar lagi, jadi kami memutuskan untuk snorkeling lagi di sana. Pemadangan bawah laut di tempat itu juga tak kalah indah dibanding di Pulau Kambing, jadi saya menghabiskan waktu cukup lama untuk berenang di sana.
[caption caption="Sunrise di pantai Bara"]
Sekitar pukul 1 siang kami merapat ke Pulau Liukang dan santap siang di sana. Selesai makan siang kami kembali ke guest house lalu mandi dan istirahat. Sekitar pukul 5 kami keluar dari guest house kami dan pergi ke kawasan Amatoa Ressort. Resor ini adalah penginapan termahal dan termewah di Tanjung Bira, yang memiliki private beach yang berupa karang, jumlah kamarnya pun sedikit sekali. Kami menikmati sunset yang berawan dari sana. Awalnya kami berencana untuk mengunjungi tempat pembuatan kapal pinisi yang juga berada di Kabupaten Bulukumba. Tapi ternyata lokasinya cukup jauh dari Tanjung Bira, jadi kami membatalkannya.
Malam terakhir di Tanjung Bira, kami memilih untuk makan malam di sebuah restoran yang berbentuk kapal Pinisi di salah satu sisi pantai Tanjung Bira. Kami berharap makan malam di tempat itu cukup untuk menghibur hati karena tidak bisa melihat tempat pembuatan kapal Pinisi. Restoran yang unik ini baru buka pada pukul 7 malam, jadi malam itu kami cukup bersabar menunggu di balkon restoran sambil menikmati keindahan pantai Tanjung Bira.
[caption caption="Senja di pantai Tanjung Bira"]
Hari ketiga, kami meninggalkan Tanjung Bira ketika subuh dan bergerak ke Kabupaten Bantimurung, yang berjarak sekitar 5 jam perjalanan dari Bulukumba. Di sini kami mengunjungi Taman Wisata Alam yang terkenal dengan berbagai spesies kupu-kupu yang hidup bebas di dalamnya, karena itu tempat ini juga dikenal sebagai Istana Kupu-kupu. Selain itu di dalam taman wisata ini juga terdapat sungai yang mengalir deras dan di ujungnya terdapat air terjun dan gua.
[caption caption="Gerbang utama Taman Wisata Bantimurung"]
Tepat di siang hari, kami bergerak menuju kota Makassar dan makan siang di sebuah rumah makan yang sangat terkenal sekota Makassar bernama Palbas Serigala. Menu utama di sini adalah pallu basa, makanan khas Makassar yang menyerupai soto santan yang sangari kelapanya menyatu dengan potongan daging atau jeroan dan santan kental. Penyajiannya pun mirip soto, ada nasi di piring terpisah dan pallu basa di mangkok sendiri. Saya memang sengaja memilih tempat ini, karena ketika pertama kali ke Makassar dulu saya diajak makan di tempat ini dan saya suka sekali dengan rasanya, makanya saya ingin kembali lagi. Dan seperti biasa, tempat ini selalu ramai oleh pengunjung, dan saya pun tak ragu untuk menambah makanan. Saya senang, karena Amel dan Yeti juga menyukai makanan ini.
Setelah kenyang, kami beranjak ke Fort Rotterdam. Benteng tua peninggalan zaman Belanda yang berada di tepi laut itu kini menjadi museum, objek wisata pilihan di kota Makassar. Setelah berkeliling, kami keluar dari kawasan Fort Rotterdam dan menyebrang jalan menuju pelabuhan untuk menyebrang ke Pulau Samalona. Kebetulan hari itu adalah hari Sabtu, jadi pengunjung Pulau Samalona cukup ramai, terutama anak muda yang berpasangan. Dan ternyata warga Makassar sering memilih Pulau Samalona sebagai lokasi foto prewedding. Di pulau wisata yang sangat kecil itu, kami menemukan setidaknya 3 pasangan yang melakukan sesi foto prewedding. Jadi saya menyimpulkan kalau pantai di pulau itu cukup photogenic walaupun aslinya tidak seindah itu, tapi bolehlah dijadikan alternatif objek wisata di Makassar selain Pantai Losari.
[caption caption="Sunset di Samalona"]
Setelah menikmati sunset di Samalona kami kembali ke kota Makassar dan menuju hotel untuk mandi. Setelah mandi kami kembali ke pinggir pantai, yaitu Losari yang ramai sekali pada malam minggu. Tapi karena saya tahu daerah itu macet sekali, maka saya mengajak kedua teman saya untuk makan malam di rumah makan Mie Titi dan mencoba pisang epe di daerah yang sama. Kedua menu ini pun adalah kesukaan saya, yang sudah saya cicipi saat pertama kali ke Makassar. Pukul 10 malam dengan badan yang sudah lelah kami kembali ke hotel dan beristirahat.