Mohon tunggu...
Sonti Soraya Sinaga
Sonti Soraya Sinaga Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

a full time officer, sometimes a traveller

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Mengejar Lumba-lumba di Teluk Kiluan

18 September 2015   15:59 Diperbarui: 18 September 2015   16:04 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir Maret 2014, saya melakukan perjalanan bersama 4 orang teman saya ke Kiluan. Destinasi ini sudah kami incar sejak lama, dan kami wujudkan secara mendadak, tanpa persiapan yang matang. Kamis malam kami sepakat untuk pergi dan berangkat hari Jumat malam keesokannya dari kantor kami di kawasan TB. Simatupang, Jakarta Selatan menggunakan mobil pribadi dan langsung menuju Pelabuhan Merak.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 2,5 jam kami tiba di Pelabuhan Merak. Ini adalah kali pertama saya ke pelabuhan yang menjadi sangat terkenal pada liputan arus mudik dan balik ketika Lebaran itu. Ternyata pada hari biasa seperti itu pun, Pelabuhan Merak ramai oleh antrian mobil pribadi, truk dan bus yang akan memasuki kapal feri untuk menumpang menuju Pelabuhan Bakauheni. Waktu itu waktu sudah lewat tengah malam ketika akhirnya mobil kami bisa parkir di dalam kapal feri. Kami semua keluar dari mobil dan masuk ke dalam kabin kapal, yang sudah sangat penuh oleh penumpang di segala ruangan. Kami menyusuri seluruh ruang di dalam kapal yang kosong yang bisa dimasuki penumpang untuk tempat kami beristirahat. Tapi sayangnya kapal itu penuh, bahkan lorong pun sudah ditempati penumpang, ada yang hanyak duduk selonjoran, dan lebih banyak yang berbaring. Akhirnya kami memutuskan untuk rebahan di sebuah pojok dekat pintu masuk yang tidak terlalu banyak orang.

Cukup sulit kami untuk tidur di tempat seramai itu, namun akhirnya saya terlelap juga karena sudah mengantuk sekali. Dan setelah 3 jam perjalanan kapal bersandar di Pelabuhan Bakauheni. Dan itu adalah kali pertama saya tiba di Pulau Sumatera melalui jalur laut dan melewati Pelabuhan Bakauheni. Rasanya seru juga naik kapal laut, walau kapalnya tidak begitu nyaman untuk berisitrahat.

Hari itu masih subuh di Pelabuhan Bakauheni, saya melihat Menara Siger dari kejauhan, saya ada di provinsi Lampung untuk pertama kali. Kami segera melanjutkan perjalanan menuju kota Bandar Lampung melalui ruas jalan yang masih gelap dipenuhi truk, bus dan mobil penumpang. Jalan lintas Sumatera di provinsi Lampung ini ternyata tidak terlalu mulus juga, banyak lubang dan tidak rata.

Sekitar pukul 7 pagi kami tiba di kota Bandar Lampung, kami singgah di Lapangan Enggal untuk sarapan. Banyak pedangang makanan untuk sarapan yang menggelar dagangannya dengan bertenda di tepi lapangan ini. Rupanya tempat itu cukup terkenal sebagai tempat sarapan, rasanya enak dan harganya murah sekali. Lapangan Enggal cukup ramai pada Sabtu pagi itu. Selesai menyantap sarapan, kami bergerak menuju rumah salah satu teman kami untk beristirahat sebentar dan mandi. Pukul 11 siang, orang tua teman kami menjamu kami dengan menu makanan khas Lampung untuk santap siang.

[caption caption="Pantai Klara, Lampung (dokumentasi pribadi)"][/caption]

Tengah hari kami kembali melanjutkan perjalanan ke arah selatan Bandar Lampung menuju Kiluan. Pada awalnya jalanan yang kami lalui cukup mulus, namun semakin jauh, jalanannya semakin jelek. Sekitar pukul 13.30 kami tiba di Pantai Klara. Pantai ini sepi dan tenang sekali dan bersih. Sekitar pukul 4 sore akhirnya kami tiba di sebuah gapura bertuliskan "Selamat Datang di Teluk Kiluan". Lega? Belum. Karena dari gapura itu jalanan luar biasa jelek menuju Teluk Kiluan. Beberapa mini bus bahkan terpaksa harus mengosongkan penumpangnya agar bisa melalui jalanan rusak sekitar 100 meter di situ.

[caption caption="Gapura Teluk Kiluan"]

[/caption]

Begitu melalui jalanan jelek itu, kami disambut area pemukiman warga Teluk Kiluan yang tampak seperti perumahan di Pulau Bali. Sebelum ke Kiluan saya sempat membaca artikel tentang Kiluan, bahwa penduduk Kiluan mayoritas adalah orang Bali dan beragama Hindu. Aslinya memang mereka adalah orang Bali yang dahulu mengungsi ke Lampung ketika Gunung Agung erupsi (saya lupa tahun berapa). Karena itulah Teluk Kiluan ini sekilas serasa seperti Bali.

Seperti yang saya ceritakan sebelumnya, persiapan kami minim sekali ketika akan berangkat ke sini. Jadi begitu tiba di sana barulah kami mencari penginapan, dan beruntung salah satu teman saya mempunyai kenalan yang sudah pernah ke Kiluan sebulan sebelumnya, dan kami menghubungi pemilik homestay yang disewanya. Dan untungnya, homestay itu juga kosong. Setelah bertemu pemilik homestay kami pamit sebentar untuk berjalan-jalan di pantai. Kami berniat untuk menikmati sunset yang katanya indah jika dilihat dari Pulau Kiluan. Setibanya di pantai kami mencari kapal yang bisa kami sewa, dan lagi-lagi kami cukup beruntung mendapatkan satu kapal yang bisa ditumpangi 8 orang. Butuh waktu sekitar 15 menit untuk menyebrang ke Pulau Kiluan. Kami tiba di Pulau Kiluan dengan ceria ketika dari kejauhan melihat keindahan pantai berpasir putih nan cantik berpadu dengan gradasi warna biru air laut.

[caption caption="Sunset Di Pulau Kiluan"]

[/caption]

Setelah bermain sebentar di pantai Pulau Kiluan itu, mendekati waktu matahari terbenam, kami segera mencari arah matahari terbenam untuk menikmati sunset. Setelah matahari terbenam, kami kembali ke daratan Pulau Sumatera. dan segera mandi, makan malam dan beristirahat di homestay. Sebelum tidur, kami sempat main kartu sebentar, tapi akhirnya karena kelelahan, saya sudah pulas sekitar pukul 9 malam.

Homestay ini adalah rumah milik warga yang disewakan kepada para pengunjung Teluk Kiluan. Paket sewa homestay ini sudah termasuk makan dan sewa jukung (menyerupai sampan, hanya bisa ditumpangi maksimal 3 orang) untuk melihat lumba-lumba di Teluk Kiluan di pagi hari. Semuanya disediakan oleh pemilik homestay dengan harga yang terbilang murah sekali. Yang saya ingat, biaya sewa kamar Rp 350.000,-/malam yang bisa diisi 5 orang, biaya makan Rp 15.000,-/orang/makan, biaya sewa jukung (saya lupa harganya). Menurut saya, homestay ini cukup nyaman dan bersih, tersedia air bersih untuk mandi dan minum, listrik (hanya di malam hari) dan kipas angin. Makanan yang disediakan juga enak dan porsinya cukup besar.

Keesokan paginya kami menaiki jukung untuk melihat lumba-lumba. Untuk melihat lumba-lumba ini tidak boleh menggunakan kapal lain yang lebih besar selain jukung. Karena lumba-lumba berkomunikasi dengan sistem sonar, maka keributan bisa mengganggu sistem sonarnya. Sebenarnya hari itu sudah terlalu siang bagi kami untuk melihat lumba-lumba, karena lumba-lumba akan mudah terlihat sekitar pukul 6 pagi, sementara kami tiba sekitar pukul 9, karena jukung pemilik homestay tempat kami menginap sudah disewakan ke orang lain untuk pagi itu sebelum kami datang ke Kiluan, jadi kami harus menunggu mereka kembali terlebih dulu.

Tapi kami cukup beruntung karena tetap bisa melihat lumba-lumba, walaupun katanya tidak sebanyak jika datang lebih pagi. Hal yang tidak saya suka dari acara melihat lumba-lumba itu adalah, terlalu banyak jukung dengan mesin yang mengejar lumba-lumba, jadi agak sulit melihat lumba-lumba karena begitu mendengar suara mesin lumba-lumba yang berkelompok itu segera menjauh.

[caption caption="Lumba-lumba yang berhasil difoto"]

[/caption]

Setelah puas bermain kejar-kejaran dengan lumba-lumba kami kembali ke Pulau Kiluan untuk snorkeling. Sayang sekali saya sedang berhalangan ketika itu, jadi saya tidak bisa snorkeling, hanya bisa duduk manis di pantai sambil sesekali berkeliling untuk mengambil foto. Ketika itu saya memperhatikan, ada pondok penginapan sederhana di Pulau Kiluan dan ada tenda-tenda bagi mereka yang camping di situ. Saya jadi teringat pernah membaca paket wisata camping di Kiluan, saya pikir mungkin di situ mereka menginap.

[caption caption="Pulau Kiluan"]

[/caption]

Sekitar tengah hari kami kembali ke homestay, lalu mandi, makan siang dan bersiap-siap kembali ke Jakarta. Setelah menyelesaikan pembayaran dan pamit kepada pemilik homestay kami melaju menuju Bandar Lampung. Pukul 5 sore kami tiba di Bandar Lampung. Kami singgah sebentar di sebuah warung makan yang menjual pempek, lalu berkeliling tempat jualan keripik pisang, oleh-oleh khas Lampung. Sekitar pukul 8 malam kami menuju Pelabuhan Bakauheni dan lewat tengah malam kami sudah masuk kapal. Kali itu kapal yang kami tumpangi lebih nyaman, ada banyak seat kosong, sehingga kami bisa tidur dan meluruskan kaki. Hari Senin, masih subuh kami sudah tiba di Pelabuhan Merak dan segera melaju ke Jakarta.

Jika ada yang ingin ke Kiluan tanpa mengikuti paket wisata seperti saya dan teman-teman saya, biaya yang dikeluarkan bisa lebih murah dan waktunya lebih fleksibel. Saya pribadi mengeluarkan dana tidak lebih dari Rp 500.000,- untuk seluruh biaya wisata saya ini, dari mulai berangkat dari Jakarta hingga kembali lagi. Untuk penyewaan homestay, bisa menghubungi Pak Abbas di 082377819154. Oh ya, sekedar info, sinyal seluler di Kiluan hanya untuk telepon dan sms, anda tidak bisa mengakses internet di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun