Di batu itu ada telapak kaki pria dewasa yang menurut catatan sejalah merupakan telapak kaki Prabu Surawisesa. Adapun pembuatan prasasti ini bertujuan untuk mengenang keagungan ayah Raja Surawisesa, yaitu Sri Baduga Maharaja atau sering dikenal dengan Prabu Siliwangi. Di masanya, Prasasti ini digunakan untuk acara keagamaan.
Setiap hari ada saja yang berkunjung ke situs bersejarah ini, dari anak-anak sekolah hingga pengunjung umum.
Istana Batutulis
Istana Batutulis tepat berada di seberang Prasasti Batutulis. Sebenarnya sudah terbayang jika kami, para Kompasioner, bisa mengekplor istana yang berdiri di atas lahan seluas 3,8 hektare ini. Namun, karena butuh ijin untuk masuk seminggu sebelum kedatangan, kami hanya bisa sekadar memandang dan berpose di sekitar Istana.
Istana ini juga memiliki nilai sejarah bagi Indonesia. Istana ini dibangun di atas tanah yang dibeli oleh Presiden Sukarno. Dengan bantuan arsitek R.M. Soedarsono, Presiden Sukarno mendirikan bangunan untuk rumah tinggal dan tempat peristirahatan yang elemennya mirip dengan Istana Tampaksiring di Bali.
Pada zaman pemerintahan Orde Baru, Bung Karno diasingkan di tempat ini. Sejak itu pula Istana Batutulis dikuasai pemerintah Orde Baru. Pada 17 Agustus 2000 pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid mengembalikan istana tersebut kepada keluarga Bung Karno. Saat ini Megawati Sukarnoputri kerap mengunakan istana ini untuk pertemuan-pertemuan politik.
Â
Pemadian BatutulisÂ
Tempat ini sebenarnya tidak masuk ke rundown perjalanan kali ini. Namun karena pemandian masih bisa dijangkau dengan berjalan kaki, para Kompasioner sepakat destinasi ini menjadi yang terakhir sebelum pulang. Dari Istana kami menuruni bukit dan menyusuri jalur kereta api yang sudah tidak terpakai. Hanya dalam waktu sekitar 15 menit kami sudah sampai di Pemandian Batutulis.