"Semua manusia, baik orang Yahudi maupun bukan, sudah dikuasai oleh keinginan untuk berbuat dosa. Tidak ada yang benar, seorang pun tidak." (Roma 3:9b-10)
"Semua orang sudah berdosa dan jauh dari Allah yang hendak menyelamatkan mereka." (Roma 3:23)
Beberapa than lalu, seorang pembawa acara TV senior berbagi cerita bahwa dirinya tak pernah punya utang alias bebas utang. Tak ada tunggakan di kartu kredit karena kartu kreditnya memang jarang digunakan.
Segala sesuatu dibayarnya lunas, dari kebutuhan sehari-hari, elektronik, mobil, sampai rumah. Jika tak ada uang tunai, ia tidak pernah memaksakan diri untuk membeli.
Ia tergolong makhluk langka di tengah budaya konsumtif hari ini. Budaya kini ditandai oleh aneka tagihan. Cicilan rumah, mobil, pendidikan, kartu kredit, serta utang finansial lainnya sudah menjadi 'bola dan rantai' hampir setiap orang.
Seorang koruptor yang tertangkap tangan, selain berutang secara finansial, juga berutang secara moral kepada negara. Perbuatannya itu telah merusak hubungan baik dan mengakibatkan permusuhan dengan pemerintah.
Karena kejahatannya, seluruh aset disita negara dan pelakunya pun diseret ke meja hijau untuk dijatuhi hukuman. Utang moral dan utang finansial koruptor kepada negara tidak serta-merta dapat dituntaskan begitu saja dengan mengembalikan hasil korupsinya.
Sebagai pihak yang dirugikan, negara berhak menuntut kompensasi atas utang moral, yakni kepercayaan, kewibawaan, maupun kehormatan yang dideritanya.
Selain itu, sebagai pemegang supremasi hukum, pemerintah punya otoritas untuk menindak setiap pelaku kejahatan. Pemerintah tak akan puas sampai keadilan ditegakkan.
Sejak pelanggarannya di taman Eden, manusia telah berutang moral kepada Allah. Karena dihantui rasa bersalah, manusia merasa tak nyaman, kemudian menjauhi, membenci, bahkan memusuhi Dia. Akhirnya, Allah pun menghukum manusia atas kejahatannya itu.
Dosa adalah utang, permusuhan, atau kejahatan terhadap Allah. Sebagai 'kreditur', Allah berhak menagih utang kepada 'debitur'; atau sebaliknya, dengan kemurahan-Nya, mengabaikan hak untuk tidak menuntut "debitur" melunasi utangnya.
Sebagai pihak yang dimusuhi dan terluka, Allah berhak menuntut ganti rugi moral; atau sebaliknya, dengan kasih-Nya, mengabaikan hak untuk tidak menuntut pihak yang telah melukai-Nya.
Namun, sebagai pemerintah dunia yang mahabenar dan mahaadil, Allah konsisten pada ketetapan-ketetapan-Nya, yaitu 'setiap dosa harus dihukum'.
"Tuhan itu lambat untuk marah, berlimpah dengan kasih setia, mengampuni kesalahan dan pelanggaran. Namun, Dia tidak membiarkan orang yang bersalah tidak dihukum..." (Bilangan 14:18a)
Sang Hakim Agung tak akan puas sampai kebenaran (righteousness) dan keadilan-Nya ditegakkan.
"Tidak seorangpun dapat membebaskan dirinya, atau memberikan tebusan kepada Allah ganti nyawanya, karena terlalu mahal harga pembebasan  nyawanya, dan tidak memadai  untuk selama-lamanya--" (Mazmur 49:7-8)
Karena manusia tidak mampu menebus dirinya sendiri maupun sesamanya dan melunasi utangnya kepada Allah, maka Ia menawarkan Kristus sebagai Penebusnya:
1. Kristus sebagai Penjamin yang membayar lunas utang manusia kepada Allah.
2. Kristus sebagai Mediator mendamaikan manusia dengan Allah.
3. Kristus sebagai seorang Imam Besar Agung dan korban penghapus dosa menggantikan manusia untuk menanggung hukuman Allah.
Utang manusia sudah dilunaskan. Kemarahan Allah sudah diredakan. Dosa manusia sudah dihapuskan. Akhirnya, Allah pun terpuaskan:
1. Sebagai manusia, Kristus membayar utang atas pelanggaran lewat penderitaan dan hukuman fisik.
2. Sebagai Allah, Kristus meningkatkan standar kualitas kelayakan atau kehormatan yang tak ternilai pada penderitaan-Nya.
3. Sebagai pengganti hukuman; yang tak bersalah untuk yang bersalah, Kristus telah memuaskan keadilan Allah.
Itulah esensi penghapusan dosa (atonement) yang disediakan Allah dan ditawarkan Kristus kepada seluruh umat manusia yang berdosa.
Dosa manusia dihapuskan setelah ditebus oleh Kristus. Penghapusan dosa itu universal karena ditawarkan kepada seluruh umat manusia tanpa kecuali.
Penebusan (redemption) itu terbatas karena hanya diberikan bagi yang percaya kepada Kristus.
"Di dalam Dia kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa." (Kolose 1:14)
"Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya."
(Efesus 1:7)
Penghapusan dosa adalah peristiwa yang terjadi 'satu kali' untuk selamanya di bukit Golgota.
Penebusan adalah peristiwa yang 'terus-menerus' terjadi; saat manusia memutuskan percaya kepada Kristus.
Kristus menawarkan 'surat tebusan' atau 'surat tanda lunas' kepada setiap budak di pasar dosa. Namun, hanya yang bersedia menerima-Nya, yang akan ditebus dan dibebaskan dari perbudakan dosa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H