Mohon tunggu...
Sonny Walla
Sonny Walla Mohon Tunggu... Lainnya - In screenwriting, all good things come hard, but wisdom is the hardest to come by
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pernah menulis 12 buku komputer di tahun 90-an yang diterbitkan Elex Media Komputindo

Selanjutnya

Tutup

Politik

"From the River to the Sea"

14 November 2023   08:23 Diperbarui: 14 November 2023   08:24 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pikiran yang besar membicarakan ide; pikiran yang tanggung membicarakan peristiwa; pikiran yang kecil membicarakan orang." (Eleanor Roosevelt)

Oleh karena itu, fokus sumber daya dan upaya saya hanya pada 'ide-ide' cerita naskah film. Namun, belakangan ini ada satu peristiwa yang mengusik dan meresahkan nurani, hingga membuat saya memburu FAKTA (seperti TGPF saja, ya):

KONFLIK ISRAEL DAN PALESTINA BUKAN SOAL TANAH

Sejarah mencatat bahwa orang-orang Arab, yang akhirnya menamai mereka sebagai bangsa 'Palestina', telah menolak tawaran damai (solusi dua-negara) setidaknya 5 (lima) kali.

Penolakan Pertama

Setelah kejatuhan Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1918, pemerintah Inggris mengambil alih kekuasaan di Timur Tengah. Di tahun 1936, meletus pemberontakan Arab terhadap pemerintah mandat Inggris dan berbagai kekerasan terhadap orang Yahudi. Sebagai respons, Inggris membentuk Komisi Peel untuk mengusut penyebabnya.

Setahun kemudian pada Juli 1937, komisi itu merekomendasikan sebuah partisi menjadi dua negara yang merdeka, yakni negara Yahudi dan negara Arab. Pihak Yahudi menerima solusi itu, namun Arab menolak dan meneruskan pemberontakan mereka.

Penolakan Kedua

Satu dekade kemudian, Inggris meminta PBB menyelesaikan ketegangan itu. Seperti Komisi Peel, PBB juga memutuskan bahwa solusi terbaik adalah dengan membagi tanah. Pada 7 November 1947, PBB sepakat untuk membentuk dua negara. Pihak Yahudi kembali menerima tawaran itu. Pihak Arab tetap menolaknya dan bersama Yordania, Mesir, Irak, Libanon, dan Siria menyerang Israel.

Setelah memenangkan peperangan, Israel mulai membangun sebuah bangsa yang baru. Sementara itu sebagian besar tanah yang disisihkan PBB untuk negara Arab di atas, yakni Tepi Barat dan Yerusalem Timur, diduduki Yordania (1948-1967), bukan Israel.

Penolakan Ketiga

Pada tahun 1967, pihak Arab dipimpin Mesir dan didukung Siria dan Yordania mencoba lagi menghancurkan negara Yahudi itu. Israel memenangkan pertempuran yang dijuluki 'Perang Enam Hari' itu. Akibatnya, Yerusalem dan Tepi Barat, termasuk area yang dijuluki Jalur Gaza, jatuh ke tangan Israel. Kemenangan atas 'Perang Enam Hari' dan perolehan 'teritori baru', memberi pemerintah Israel dua pilihan:

Yang pertama, mengembalikan Tepi Barat ke otoritas Yordania dan memulangkan Gaza ke pemerintah Mesir, dengan imbalan perdamaian. Yang kedua, memberikannya kepada suku Arab di area itu, yang mulai mengidentifikasi diri mereka sebagai orang 'Palestina', dengan harapan 'bangsa Palestina' dapat membangun sendiri negara 'Palestina' mereka di sana.

Dua pilihan yang ditawarkan pemerintah Israel itu ternyata bertepuk sebelah tangan. Berselang beberapa bulan, Liga Arab berkumpul di Sudan dan sepakat mendeklarasikan "Tiga Penolakan":

  • Tidak ada perdamaian dengan Israel
  • Tidak ada pengakuan terhadap Israel
  • Tidak ada perundingan dengan Israel

Penolakan Keempat

Di tahun 2000, perdana menteri Israel, Ehud Barak, bertemu pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Yasser Arafat. Keduanya membahas rencana 'dua negara'. Ehud Barak menawarkan kepada Yasser Arafat:

  • Sebuah negara Palestina
  • Seluruh Gaza
  • 94% Tepi Barat
  • Yerusalem Timur sebagai ibukota

Pemimpin Palestina itu menolak. Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton, sempat berkomentar, "Arafat di sini 14 hari dan berkata 'tidak' kepada semuanya." Bahkan diplomat Israel, Abba Eban, ikut berseloroh, "Orang-orang Arab tidak pernah melewatkan kesempatan untuk melewatkan kesempatan."

Ternyata Abba Ebon keliru, kali ini PLO tidak melewatkan kesempatan untuk melancarkan serangkaian serangan bom bunuh diri hingga menelan korban 1000 orang Israel, serta ribuan lain di dalam bis, perjamuan kawin, dan restoran pizza.

Penolakan Kelima

Di tahun 2008, kembali Israel mengupayakan perdamaian. Perdana menteri Ehud Olmert sempat menambahkan sejumlah tanah dalam tawarannya. Pemimpin Palestina yang baru, Mahmoud Abbas tetap ngotot menolak.

Pada tahun 2005, Israel secara sukarela meninggalkan Jalur Gaza dan memberikan kontrol penuh kepada orang-orang Palestina di sana. Dua tahun kemudian, 2007, Hamas mengambil alih Gaza. Alih-alih membangun demi kemakmuran warganya, rakyat Palestina menjadikan teritorinya basis teroris, dengan meluncurkan ribuan roket ke Israel.

KONFLIK ISRAEL DAN PALESTINA ADALAH KONFLIK NILAI

Deklarasi Kemerdekaan Israel (14 Mei 1948):

"Kami menawarkan perdamaian dan hubungan baik kepada seluruh negara tetangga beserta warganya, serta mengundang mereka untuk bekerja sama dengan negara Yahudi yang merdeka untuk kebaikan bersama. Negara Israel siap berkontribusi penuh terhadap kemajuan dan pembangunan perdamaian di Timur Tengah."*

Manifesto Hamas (18 Agustus 1988):

"Israel akan eksis dan terus eksis sampai Islam menghapusnya dari muka bumi, sama seperti Israel dulu melakukannya kepada yang lain."**

KESIMPULAN SAYA

Berdasarkan fakta sejarah dan fakta di lapangan, kebencian (hatred) itu tidak ada obatnya. Yang bisa mengobati cuma Tuhan Yang Mahakasih. Ancaman terbesar setiap bangsa adalah nilai moralnya. Kita bersyukur Indonesia bukan negara agama, sekalipun bukan pula negara sekuler, namun negara berketuhanan. Bhinneka Tunggal Ika dapat dan hanya dapat dipertahankan dengan moral Pancasila. Indonesia bersatu dan berjaya bersama Pancasila, bukan agama.

Deklarasi Kemerdekaan Israel

Manifesto Hamas

Manifesto 1/3
Manifesto 1/3

Manifesto 2/3
Manifesto 2/3

Manifesto 3/3
Manifesto 3/3

Komisi Peel
Komisi Peel

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun