Penolakan Ketiga
Pada tahun 1967, pihak Arab dipimpin Mesir dan didukung Siria dan Yordania mencoba lagi menghancurkan negara Yahudi itu. Israel memenangkan pertempuran yang dijuluki 'Perang Enam Hari' itu. Akibatnya, Yerusalem dan Tepi Barat, termasuk area yang dijuluki Jalur Gaza, jatuh ke tangan Israel. Kemenangan atas 'Perang Enam Hari' dan perolehan 'teritori baru', memberi pemerintah Israel dua pilihan:
Yang pertama, mengembalikan Tepi Barat ke otoritas Yordania dan memulangkan Gaza ke pemerintah Mesir, dengan imbalan perdamaian. Yang kedua, memberikannya kepada suku Arab di area itu, yang mulai mengidentifikasi diri mereka sebagai orang 'Palestina', dengan harapan 'bangsa Palestina' dapat membangun sendiri negara 'Palestina' mereka di sana.
Dua pilihan yang ditawarkan pemerintah Israel itu ternyata bertepuk sebelah tangan. Berselang beberapa bulan, Liga Arab berkumpul di Sudan dan sepakat mendeklarasikan "Tiga Penolakan":
- Tidak ada perdamaian dengan Israel
- Tidak ada pengakuan terhadap Israel
- Tidak ada perundingan dengan Israel
Penolakan Keempat
Di tahun 2000, perdana menteri Israel, Ehud Barak, bertemu pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Yasser Arafat. Keduanya membahas rencana 'dua negara'. Ehud Barak menawarkan kepada Yasser Arafat:
- Sebuah negara Palestina
- Seluruh Gaza
- 94% Tepi Barat
- Yerusalem Timur sebagai ibukota
Pemimpin Palestina itu menolak. Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton, sempat berkomentar, "Arafat di sini 14 hari dan berkata 'tidak' kepada semuanya." Bahkan diplomat Israel, Abba Eban, ikut berseloroh, "Orang-orang Arab tidak pernah melewatkan kesempatan untuk melewatkan kesempatan."
Ternyata Abba Ebon keliru, kali ini PLO tidak melewatkan kesempatan untuk melancarkan serangkaian serangan bom bunuh diri hingga menelan korban 1000 orang Israel, serta ribuan lain di dalam bis, perjamuan kawin, dan restoran pizza.
Penolakan Kelima
Di tahun 2008, kembali Israel mengupayakan perdamaian. Perdana menteri Ehud Olmert sempat menambahkan sejumlah tanah dalam tawarannya. Pemimpin Palestina yang baru, Mahmoud Abbas tetap ngotot menolak.
Pada tahun 2005, Israel secara sukarela meninggalkan Jalur Gaza dan memberikan kontrol penuh kepada orang-orang Palestina di sana. Dua tahun kemudian, 2007, Hamas mengambil alih Gaza. Alih-alih membangun demi kemakmuran warganya, rakyat Palestina menjadikan teritorinya basis teroris, dengan meluncurkan ribuan roket ke Israel.