Mohon tunggu...
Darmaila Wati
Darmaila Wati Mohon Tunggu... Administrasi - Freelancer

Hanya setitik upil pada luasnya jagad raya

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mata Dunia Berbinar Memandang Kaldera Toba dari Tele

18 Januari 2017   01:45 Diperbarui: 18 Januari 2017   02:16 1037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari Menara Pandang Tele, sebagian Kawasan Danau Toba memancarkan keajaiban dan ironinya, keajaiban semesta yang tercipta akibat bencana super dahsyat 74.000 tahun tahun yang lalu; super volcano Toba. Letusan gunung berapi purba ini menjadi mahakarya seni yang dihasilkan daya kreatif alam itu sendiri, sangat sulit ditandingi keajaiban alam lainnya di seantero dunia. Letusan itu membentuk kaldera yang kemudian terisi air mencapai 2700 kilometer persegi, kedalamannya 500 meter, dengan volumenya 240 kilometer kubik menjadikannya sebagai wilayah penyimpanan air tawar terbesar di dunia; kini tersohor dengan Danau Toba. Tekanan letusan diakibatkan magma yang belum keluar menghasilkan keunikan pulau vulkanik Samosir.

Bagai kupu-kupu mungil di belantara surga bumi.dari puncak Tele aku menelusuri pulau vulkanik Samosir; menangkap Pangururan pusat aktifitas manusia-manusia Samosir, aku singgah ke Sihotang dengan kekentalan kearifan budaya lokal leluhur, kemudian melayang di puncak Pusuk Buhit yang kaya mitologi batak tempat mulajadi na bolon berdiam, kemudian aku meluncur ke Harian Boho tanah Oppung Sitor Situmorang (sastrawan dunia) lahir dan dimakamkan bersama Oppung Babian mertua Sisingamaraja, lalu aku menjangkau bayang-bayang pantai pasir putih Parbaba, melanjutkan ke Tuk Tuk hendak menyeberang dengan Solu ke Parapat.

dsc03607-jpg-587e6c5cf69273820b2fddb7.jpg
dsc03607-jpg-587e6c5cf69273820b2fddb7.jpg
Dibalik ketakjuban menikmati pesona surga bumi ini, aku terhenyak dan merasa kesal. Hutan-hutan di Samosir kini tersisa 20% saja akibat ulah satu perusahaan nakal  yang mengeskploitasi hutan rakyat seluas ratusan  hektar. Hal ini berdampak pada kerusakan ekologi. Air Danau Toba berkurang keasriannya, keramba-keramba bagai jamur tumbuh di musim hujan, enceng gondok melata menutupi Danau Toba, sampah-sampah berserakan di pinggiran Danau Toba. Konon, dahulu masyarakat di Kawasan Danau Toba bisa meminum langsung air danau toba tanpa dimasak terlebih dahulu karena diyakini steril, namun kini mereka pun tidak berani meminum air Danau Toba walau dimasak. 

Semua ini disebabkan eksploitasi dan pencemaran air Danau Toba baik oleh oknum masyarakat yang kurang sensitif dengan alamnya mau pun oleh perusahaan-perusahaan nasional bahkan internasional di sekitar Danau Toba yang hanya memperhitungkan keuntungan materi semata tanpa menghiraukan dampak negatif nya terhadap alam Toba, seperti yang dilakukan oleh sebuah perusahaan di bidang pembibitan ikan yang menebar pakan ikan (pellet) ke Danau Toba sebanyak ribuan ton per tahun sehingga sisa pakan ikan yang mengandung karbon, nitrogen, karbon dan pospor mencemari air Danau Toba

Sungguh ironi yang menyesakkan dada,  Hingga Jhon Fawer Siahaan (penyunting buku Seribu Sajak Tao Toba) mengekspresikan lewat bait-bait puisi: Tentang Tao dan Toba

Sampan di atas danau/ jadi/ sampah di atas danau/ kerambah di atas danau/ enceng gondok di atas danau/ tao menjadi sampah/ toba menjadi gundul/ tao toba/ tao toba menangis.Ya, realita ekologi yang menghabisi keharmonisan sosial, budaya dan nilai-nilai ekonomis penduduk lokal. Ironi kawasan wisata dunia yang mengundang seribu bencana di depan rumah kita.

Kawasan Danau Toba sebagai keajaiban dunia adalah situs peradaban yang wajib dilestarikan selama-lamanya. Kondisi geografi, geologi, nilai ekonomi, budaya dan sosial memiliki karakter monumental dijadikan warisan dunia. Banyak pegiat lingkungan berjuang untuk merawat situs yang telah merubah peradaban dunia ini. Bahkan pemerintah Sumatera Utara setiap tahunnya menggelar Pesta Danau Toba untuk mempomosikan kekayaan budaya tano batak.

           

Sejak memijakkan kaki di Danau Toba, Jiwaku sekan terkait, ada asa yang menjulang ke puncak Pusuk Buhit. Mengharap berkah dan restu Mula Jadi Na Bolon. Hasil kreasi letusan super volcano ini layak mendapat tempat terhormat di mata dunia. Karena kreatifitas alam itu, bumi pernah merasakan zaman es kemudian berevolusi menciptkan benua dan samudera, berdinamika dengan cuaca sehingga lempeng-lempeng bumi ikut bergelombang menghasilkan system ekologi yang tersaji indah di kawasan Danau Toba, meliputi 7 kabupaten: Samosir, Toba Samosir, Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara, Dairi, Simalungun dan Karo. Di tengah ironi yang menimpa kawasan wisata ini ada sekumpulan cinta untuk mewujudkan kawasan Danau Toba menjadi Taman Bumi yang akan menjadi milik seluruh umat di bumi.  

   

dsc03448-jpg-587e6ba8f77e61130e8dfc58.jpg
dsc03448-jpg-587e6ba8f77e61130e8dfc58.jpg
Dengan kakaguman,  mataku merayap ke persawahan di Desa Sosor Dolok, Harian Boho. Amang dan Inang sumringah di tepian Danau Toba memacul tanah, menanam padi, menyatu dengan alam. Tunas-tunas padi pun tersenyum menyambut keramah-tamahan petani-petani batak itu. Kearifan lokal dalam mengolah tanah masih terjaga di huta (desa) ini untuk menetralisir eskploitasi dari perusahaan-perusahaan raksasa yang menggurita di bumi Sisingamaraja; baik itu perambahan hutan, industri, pertambangan, pencemaran, industri pariwisata yang mengabaikan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Amang dan Inang ini tak goyah untuk bersinergi dengan alam, di dekat bangunan megah makam leluhur mereka yang telah damai bersama bapa di sorga.

            Tradisi membangun  makam di dataran tinggi, dekat persawahan tempat amang dan inang mengolah batinnya bersinergi dengan alam adalah salah satu bentuk kearifan local yang berusaha melestariakan filosofi Dalihan Na Tolu. Membangun makam leluhur adalah bentuk penghormatan masyarakat batak terhadap asal usul nenek moyangnya. Dalihan Na Tolu adalah wawasan sosial-kultural yang menyangkut masyarakat dan budaya Batak. 

Dalihan Natolu menjadi kerangka yang meliputi hubungan kekerabatan darah dan hubungan perkawinan yang mempertalikan satu kelompok. Dalam adat batak, Dalihan Natolu ditentukan dengan adanya tiga kedudukan fungsional sebagai suatu konstruksi sosial yang menjadi dasar bersama. Pertama, Somba Marhulahula (sembah/hormat kepada keluarga pihak Istri). Kedua, Elek Marboru (sikap membujuk/mengayomi wanita).Ketiga, Manat Mardongan Tubu (bersikap hati-hati kepada teman semarga)...

dsc03550-jpg-587e661750f9fd380cea7dea.jpg
dsc03550-jpg-587e661750f9fd380cea7dea.jpg
Inang dan amang yang khusyuk merawat persawahan di pinggir Danau Toba kutinggalkan. Dengan segala ketakjuban, ironi dan harapan Danau Toba menjadi taman Bumi (Geopark). Kini aku menuju ke rumah adat batak yang masih tersisa di Harian Boho. Milik keluarga Sitor Situmorang (sastrawan dunia). Disinilah tempat lahir dan ia dimakamkan. Sastrawan dunia yang akan terus hidup merawat Kawasan Danau Toba sebagai surga di bumi. Kearifan lokal yang di kemudian hari nanti dapat menarik mata dunia berbinar di Harian Boho, dengan berkah dan restu para leluhur. Alm. Sitor Situmorang menuliskannya dalam puisi (1978)..

Dunia Leluhur

Hutan jadi bayang-bayang/ roh leluhur/ merasuki tubuh/ kutanam bambu/ biar hangat kampong halaman/ daunnya hijau/ lebih hijau kala rimbun

ditenun angin/ roh bertengger di ubun-ubun/ mata tomabk / tertancap di dataran

kurajut benang/ waktu yang kulalui/ jejak pemburu/ di pegunungan/ burung/ di malam berbulan

hidup dari sepi/ minum dari daun ilalang/ jadi ijin/ jadi ijuk/ jadi tanah liat/ jadi batu/ jadi danau/ jadi angin/ tali dipintal/ titianku ke dunia sana

permukiman leluhur/ bertumbuh semampai tombak/ kepala/ tempayan hitam pekat/ dengan perahu kecil/ menangkap ikan/ melempar pukat/ di danau maha luas/ hidup kekal/ tak terseberangi/

cilaka! Rohku tak mampu/ kelaparan/ di pusat jagad raya/

sembah padamu/ kau yang timbul/ setiap pagi/ melahirkan diri/ dari pangkuan bumi/

padamu sembah/penguasa alam/ kedaulatan fajar/ beri aku tempat/ di telapak kakimu/ melangkah di atas awan/

            Dari Harian Boho, di tengah ironi dan ketakjuban para leluhur ikut berdo’a semoga Mula Jadi Na Bolon di Pusuk Buhit memberi restu dan berkah pada danau maha luas dan seluruh masyarakat batak yang bertumpu padanya menjadi Taman Bumi..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun