Nak, saat ini kilaumu memendar di langit-langit surga.
 Engkaulah intan paling kemilau...Â
Hanya saja kepergianmu terlalu tragis.Â
Ibu mana yang tidak menangis? Bilakah ini takdir?!Â
Tubuh mungilmu terlontar bom kebencian.
 Terjerembab di atas tanah memerah...
 Ayah mana yang rela?Â
Tidak seorang pun yang bisa menolak kematian.
 Tapi melempar bom adalah pilihan.
 Apalagi dengan sebuah pemahaman bahwa itu benar.
 Entah atas kebenaran agama yang mana?Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!