Film sejarah Indonesia yang berjudul "Pahlawan Goa Selarong" merupakan film yang mengisahkan perlawanan Pangeran Diponegoro kepada Residen Belanda di Yogyakarta.Â
Selain itu, Pangeran Diponegoro juga dihadapkan dengan situasi politik keraton Yogyakarta yang tidak stabil dan dikuasai oleh Belanda. Film berlatar abad ke-18, yaitu pada tahun 1825-1930 M.
Awal permulaan filmnya yaitu menampakan suasana pedesaan atau wilayah keraton Yogyakarta tempo dulu. Tampak adegan warga desa atau perkampungan dengan segala aktivitasnya.Â
Namun, meskipun begitu, para warga tersebut nampak tengah menderita kemiskinan. Semua ladang milik warga terikat dan dikuasai oleh Belanda. Kemudian, pada suatu waktu datanglah Pangeran Diponegoro bersama Sentot Alibasah Prawirodirjo, teman setia Pangeran Diponegoro.
Melihat kemiskinan yang diderita rakyatnya, Pangeran Diponegoro merasa kasihan menyaksikannya. Bahkan, untuk makan sehari-hari saja, seorang nenek harus yang sudah tua renta, sedang meyimpan persedian makanan yang mulai menipis yaitu biji-biji jagung sebagai pengganti nasi, bahkan dilihat dari filmnya banyaknya yaitu hanya kurang dari satu liter beras.
Kejadian tersebut adalah sebagai akibat dari adanya pemungutan pajak yang besar oleh Belanda yang dipimpin oleh Jenderal de Kock bersama pasukannya kepada setiap pemilik ladang, yang menyebabkan para warga pribumi kurang sejahtera hidupnya.Â
Ditambah dengan kerabat keraton yang bersekongkol dengan Belanda hanya untuk mengejar kekuasaan dan kekayaan, dia adalah Patih Danurejo beserta anak buahnya, salah satunya yaitu kegiatan memasang patok-patok di ladang warga untuk pembangunan rel kereta api.
Menyadari hal tersebut, Pangeran Diponegoro bersama para pengikutnya, mulai merencanakan sebuah perlawanan untuk menentang dan menghentikan praktik menyengsarakan tersebut. Rakyat Mataram nampaknya mulai bersatu, karena Pangeran Diponegoro merupakan pangeran yang sangat baik dan dekat dengan rakyatnya.