Ya, label dengan tulisan banjir awal tahun 2020 menjadi populer di Kompasiana pada awal tahun ini. Beberapa hari yang lalu, kita merayakan malam pergantian tahun.Â
Namun, muncul pertanyaan di awal tahun ini, misalnya, apakah banjir turut merayakan acara tahunannya? Atau lebih anehnya lagi, muncul ungkapan selamat datang banjir 2020 untuk daerah-daerah sekalian. Ungkapan seperti ini hanyalah konotasi belaka, tapi bila kita refleksikan, bencana banjir yang terjadi pada awal tahun 2020 ini jelas terjadi dan kita saksikan saat ini.Â
Banjir merupakan bencana ekologis, saat terjadinya tak dapat kita prediksi, bila bencana banjir sudah terjadi, salah siapa?Â
Pertanyaan seperti ini, tak patut untuk kita perdebatkan. Kita jangan saling menyalahkan, masyarakat menyalahkan pemerintah pun sebaliknya, jelas ini suatu kekeliruan. Bila pada kenyataannya kita sendirilah yang kurang sadar pentingnya menjaga lingkungan.Â
Maka, mengenai ungkapan banjir sebagai acara tahunan, Â jelas ini adalah statement yang tak patut untuk dibenarkan. Masyarakat yang menjadi korban sekali pun, Â pasti tidak ingin lagi mengalami hal mengerikan seperti ini.
Banjir terjadi karena kerusakan lingkungan akibat ulah manusia, seperti penebangan hutan secara liar, buang sampah sembarangan ke sungai, atau membuang limbah industri ke sungai tanpa ada rasa bertanggungjawab.
Jadi, siapa yang patut untuk disalahkan? Diri kita? Pun kita pasti tahu jawabannya.Â
Dalam hal ini, kita tak boleh berdiam diri, banjir adalah masalah kita bersama dan harus kita selesaikan bersama-sama.Â
Sebagai masyarakat Indonesia kita mengenal istilah gotong royong yang menjadi sikap kehidupan berbangsa kita di dalam Pancasila. Gotong royong adalah sikap kita dalam bertindak secara bersama-sama, persatuan Indonesia, yang tercermin dalam sila ke-3 dan sila ke-5 Pancasila.Â