Mohon tunggu...
Soni Herdiansyah
Soni Herdiansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa_Pendidikan IPS_Universitas Pendidikan Indonesia

Halo, Kompasianer! Nama saya Soni Herdiansyah, saya berasal dari Purwakarta Jawa Barat :) Saya seorang mahasiswa aktif jurusan Pendidikan IPS S1 Universitas Pendidikan Indonesia. Saya aktif diberbagai organisasi kampus dan masyarakat, suka terhadap dunia pendidikan, sosial, dan literasi. Misalnya, saya telah mendirikan Warga Kota (Keluarga Kompasianer Purwakarta) bersama kawan-kawan Kompasianer lainnya. Menginspirasi bagi saya adalah hakikat sejati untuk membangun negeri, salah satunya melalui tulisan dan aktivitas sosial. Bagi saya Kompasiana adalah platform yang menjadi wadah bagi pemuda untuk menginspirasi Indonesia yang telah saya buktikan dengan aktif menulis sejak tahun 2019 lalu. Terima kasih Kompasiana, semoga terus maju.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar Berani dan Tegas Mencegah Perbuatan Korupsi dari Pangeran Diponegoro

8 Oktober 2019   00:14 Diperbarui: 11 Mei 2022   21:50 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Pangeran Diponegoro. Sumber: Attaqwa.Id

Korupsi menjadi suatu fenomena yang tak asing lagi bagi sebagian besar  masyarakat kita atau bahkan hampir seluruh masyarakat Indonesia tahu apa itu Korupsi. Miris memang, tapi begitulah kenyataannya. 

Disebutkan dalam UU RI Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nation Convention Against Corruption 2003, "... tindak pidana korupsi tidak lagi merupakan masalah lokal, akan tetapi merupakan fenomena transnasional yang mempengaruhi seluruh masyarakat dan perekonomian... ". 

Karena tindak pidana korupsi sangat besar pengaruhnya yakni merugikan perekonomian masyarakat, bangsa dan negara,  perlu ada upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi tersebut, salah satunya, adalah dengan berdirinya KPK.

Logo KPK. Sumber: www.kpk.go.id
Logo KPK. Sumber: www.kpk.go.id

Sejak tahun 2002, KPK terus eksis dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Dengan tugasnya sebagai supervisi dan koordinasi dengan lembaga kepolisian dan kejaksaan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. 

Ternyata, upaya dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi tidak hanya ada setelah berdirinya KPK lho, sebelumnya telah dibentuk oleh pemerintah :

1. Komisi IV yang dibentuk pada tanggal 31 Januari 1970 berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1970. Lalu, dibubarkan berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 50 Tahun 1970 tentang membubarkan Komisi IV yang dibentuk dengan Keputusan Presiden RI Nomor 12 Tahun 1970 di atas.  

2. Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara (KKPN) yang dibentuk melalui Keppres RI No 127 Tahun 1999 tentang Pembentukan Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggaraan Negara.

3. Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGTPK) yang dibentuk pada tangal 5 April tahun 2000 berdasarkan PP RI  Nomor 19 Tahun 2000 tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Sjafrien, 2012) .

Lalu, berdirinya KPK sejak tahun 2002 yang kita ketahui sekarang. Sesuai dengan Pasal 3 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa, Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan apapun (Pasal 3 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).

Di atas merupakan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi oleh pemerintah yaitu dengan mendirikan lembaga anti korupsi. Tapi, jauh sebelum upaya itu dilakukan, bahkan sebelum Indonesia merdeka dari penjajah. Telah dilakukan aksi heroik oleh seorang pangeran Keraton Yogya. Sosok pangeran yang gagah berani, alim, dihormati dan dipuja oleh seluruh rakyat Jawa. Ia adalah Pangeran Diponegoro.

Terinspirasi dari sebuah film yang berjudul "Pahlawan Goa Selarong" tahun 1972. Pada sekitar abad ke-18 M atau tepatnya tahun 1825, kondisi Jawa pada saat itu dikuasai oleh penjajah kolonial Belanda. 

Banyak rakyat Jawa merugi karena penerapan pajak atas lahan dan hasil panen perkebunan yang sangat tinggi. Sehingga banyak dari rakyat Jawa yang dilanda kerugian ekonomi, kelaparan dan kekurangan pangan. Hal ini terjadi karena pada saat itu Gusti Kanjeng Pangeran Joko Hadiyosodiningrat alias Patih Danurejo IV melakukan penyelewengan kebijakan di Keraton Yogya.

Foto Patih Danurejo IV. Kratonjogja.Id
Foto Patih Danurejo IV. Kratonjogja.Id

Patih Danurejo IV ini, dikisahkan melakukan tindakan korupsi, serakah akan harta, dan mencari muka kepada kolonial Belanda. Ia, bekerja sama dengan kolonial Belanda untuk membesarkan pengaruhnya di Keraton Yogya, yaitu dengan memberikan akses kepada pihak asing untuk membangun ladang, memasang patok-patok pembatas lahan rakyat pribumi dengan asing, sehingga lahan perkebunan milik pribumi menjadi sempit dan tentunya merugikan rakyat Jawa. Sementara, Patih Danurejo IV, diuntungkan dan banyak menerima pemasukan atau upeti dari pajak lahan dan upeti dari kolonial Belanda.

Perbuatan keji dan jahat yang dilakukan oleh Patih Danurejo IV tersebut bila kita kaitkan dengan hukum tindak pidana korupsi, maka berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001, perbuatan yang dilakukan oleh Patih Danurejo IV di antaranya:

Pada Pasal 12 a, yaitu menerima hadiah atau janji, supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Maka akan dihukum pidana penjara seumur hidup, penjara min. 4 tahun, max. 20 tahun, denda min. Rp. 200 juta, max. Rp. 1 Milyar.

Pada Pasal 12 e, yaitu menyalahgunakan kekuasaannya untuk menguntungkan diri sendiri/orang lain (secara melawan hukum), memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar, menerima pembayaran dengan potongan, atau mengerjakan sesuatu. Maka akan dihukum penjara seumur hidup; penjara min. 4 tahun, max. 20 tahun, denda min. Rp. 200 juta, max Rp. 1 Milyar.

Namun, sayangnya peraturan hukum pidana tersebut saat itu belum ada, dan jabatan Patih Danurejo IV itu hanya seorang Patih Keraton Yogya, sedangkan dalam peraturan hukum pidana tersebut mengarah pada pejabat pemerintahan atau ASN sekarang. Aksi heroik yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro sangatlah pantas diberi apresiasi tinggi. Mendengar keluh-kesah rakyatnya yang sengsara akibat kebijakan keraton. Pangeran Diponegoro geram dan sangat marah. 

Dikisahkan pada suatu pertemuan para bangsawan di Keraton Yogya, setelah mendengar adanya laporan-laporan dari rakyat dan dihadapan para bangsawan Keraton Yogya, Pangeran Diponegoro berdiri dengan sangat marah, menghampiri Patih Danurejo IV. Lalu, Pangeran Diponegoro melepas selop atau sandalnya dan menamparkanya ke kepala dan pipi Patih Danurejo IV.

Gambar Pangeran Diponegoro memukul Danurejo IV (menjabat 1813-1847) dengan selop kanan yang dikenakannya. Kompas.com
Gambar Pangeran Diponegoro memukul Danurejo IV (menjabat 1813-1847) dengan selop kanan yang dikenakannya. Kompas.com

Perbuatan yang dilakukan Pangeron Diponegoro sangat wajar, karena sangat merasa kesal kepada Patihnya yang telah dipilih, namun berkhianat kepadanya. Kejadian inilah yang menjadi pemicu konflik antara Pangeran Diponegoro dan Patih Danurejo IV, yang menimbulkan terjadinya perang Jawa dari tahun 1825-1830.

Kisah heroik dari Pangeran Diponegoro tersebut sangat pantas untuk kita jadikan pembelajaran. Yaitu, berani dan tegas menegakkan kebenaran, serta melawan kejahatan. 

Pangeran Diponegoro telah mencerminkan keberaniaan sebagai seorang pemimpin di tanah Jawa. Pemimpin yang menjadi citra dan disegani oleh rakyatnya. Memiliki reputasi yang baik, dan baik budi pekertinya, karena Pangeran Diponegoro adalah orang yang alim dan religius. Serta tegas, terutama dalam menghukum perbuatan keji dan jahat patihnya Danurejo IV, serta memimpin perang dengan para pengkhianat dan kolonial Belanda pada perang Jawa.

Bahkan, sosok dari Pangeran Diponegoro terlukis masih terlihat gagah dan sangar meskipun ditangkap oleh Belanda, yaitu pada lukisan karya pelukis ternama Indonesia Raden Saleh Syarif Bustaman, lukisan itu dibuat tahun 1857. Lukisan itu menggambarkan penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Letnan Jenderal Hendrik Merkus de Kock pada 28 Maret 1830.

Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro  karya Raden Saleh. https://kebudayaan.kemdikbud.go.id 
Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro  karya Raden Saleh. https://kebudayaan.kemdikbud.go.id 

Kita belajar untuk berani, berani mencegah, serta melaporkan tindak pidana korupsi yang kita temui di masyarakat kepada pihak berwajib, dan kita harus tegas dalam bersikap, tegas kepada diri sendiri agar senantiasa jujur dan baik perilaku kita, jauh dari perbuatan korupsi.

Saat kita berani melaporkan perbuatan korupsi yang ada di masyarakat akan dilindungi oleh negara, yaitu pada Pasal 41 huruf e, UU No. 30 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menajdi UU No. 20 Tahun 2001, menjelaskan bahwa perlindungan hukum yang bertujuan memberikan rasa aman bagi pelapor pada saat mencari, memperoleh dan memberikan informasi terjadi korupsi, atau pada saat diminta hadir sebagai saksi. Pelanggar pasal ini dapat dipidana penjara max. 3 tahun, denda max. Rp. 150 juta.

Kisah keteladanan tersebut sudah sepatutnya tertanam pada diri kita dan pemimpin kita sekarang. Karena, sudah kita akui bahwa tindak pidana korupsi yang melanda negeri kita Indonesia, sudah sangat memprihatinkan.

Maka dari itu, perlu adanya peran serta dari masyarakat dan kerja sama internasional dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi, mempertegas peraturan perundang-undangan, memperbaiki iklim dan manajemen pemerintahannya, dan senantiasa berpedoman kepada strategi-strategi pencegahan dan penanggulangan tindak pidana korupsi. Agar kehidupan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Nah, itulah kisah keteladanan dari Pangeran Diponegoro, supaya kita belajar menjadi orang yang berani dan tegas dalam mencegah tindak pidana korupsi di Indonesia, semoga bermanfaat untuk kita semua.

#KPKuntukIndonesia

#BeraniJujurHebat

#AyoCegahdanLawanKorupsi

Referensi :

Chaerudin, dkk. 2008. Strategi Pencegahan & Penegakkan Hukum Tindak Pidana Korupsi. Bandung : PT. Refika Aditama.

Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia. Mengenali dan Memberantas Korupsi. Jakarta : Jl. Veteran III No. 2, Jakarta 10110, Indonesia. www.kpk.go.id

Sjafrien Jahja, Juni. 2012. Say No To Korupsi!. Jakarta Selatan : Visimedia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun