CIBITUNG - Berbicara mengenai kemacetan seolah menjadi momok tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Di kota-kota besar seperti Medan, Jakarta, Bandung dan Surabaya tentu menjadi sesuatu hal yang dianggap lumrah. Dengan jumlah kendaraan yang komparatif ketimbang infrastuktur yang ada mengakibatkan suatu kegiatan komponen masyarakat terganggu. Hal ini dirasakan pula oleh masyarakat Desa Jarakosta-Cikarang Barat  yang menjadi salah satu akses menuju kawasan industri MM 2100 Cibitung.
 Hampir setiap pagi dan petang jalur utama sepanjang Warung Bongkok-Jarakosta menjubel berbagai kendaraan. Baik pengendara motor, angkot maupun truk-truk besar pengangkut logistik. Karena pagi dan petang merupakan jam pergantian sift karyawan yang akan berangkat maupun sebaliknya. Tak ayal, sepanjang jalan ini lubang cukup besar dibiarkan menggangga. Pun beberapa kali pasang mata ini menyaksikan tragedi yang memilukan.Â
Misalnya pagi ini (20/9) seperti biasa sepulang kerja sift malam saya (21) melewati jalur desa yang lebih dekat dengan kontrakan. Tepat di tikungan pertama dari arah kawasan menuju Jarakosta kemacetan tak bisa terhindarkan. Sebuah bus jemputan karyawan berwarna putih dengan corak list perpaduan biru dan merah berhenti cukup lama, sementara dari arah berlawanan ada truk bermuatan logistik dengan kondisi sama. Puluhan motor dan angkot berjejer beriringan di belakangnya.
Hampir setiap hari pemandangan serupa sudah biasa. Namun ada yang berbeda kali ini, ketika angkot merah no 32 jurusan Jatiwangi-SGC (Sentra Grosir Cikarang) terlihat menyerobot pengguna sepeda motor hingga terpaksa memakan bahu jalan. Berhimpitan dengan penjual nasi uduk yang biasa mangkal di pinggiran jalan. Tak sampai di situ angkot yang terlihat kurang layak dengan bumper reot kanan-kirinya juga  membunyikan klakson berulang-ulang yang membuat geram pengendara lain.
Adalah seorang ibu yang berusia kisaran tiga puluhan menjadi korban keteledoran sang sopir. Pengakuan dari beberapa pengendara yang melihat secara langsung, sopir tersebut dengan sengaja menyenggolkan badan angkot ke pengguna motor. Sontak pengendara Vario Techno 110 berwarna hitam dengan list merah ini terjungkal seketika.
Beberapa pengendara mulai terpancing emosi, seorang bapak lengkap mengenakan seragam kerja langsung turun memburu sang sopir. Dengan posisi masih berada di dalam, sopir yang mengenakan kaos oblong biru dan ujung topi yang sengaja diputar ke belakang menjadi amukan warga. Sementara ibu yang mengenakan kerudung dan helm ini menangis histeris. Dengan sandal berhak tinggi, sang ibu melepas sandal dan berkali-kali memukulkan ke wajah sang sopir. Cacian dan makian terlontar kasar dari beberapa warga.
Bunyi klakson pengendara motor semakin membuncah. Hiruk pikuk warga sekitar kejadian ikut menonton menjadikan jalanan bertambah macet. Kondisi makin memanas karena sang ibu tetap tidak terima, melempari angkot dengan batu. Syukurlah beberapa security dari salah satu PT terlihat melerai mereka, sementara warga yang lain ikut membantu melancarkan jalan.
Kejadian tersebut merupakan sekelumit cerita yang real di jalan utama Warung Bongkok-Jarakosta yang langsung tembus menuju kawasan. Masih banyak cerita lain karena dampak dari kemacetan ini.Â
Nah, pertanyaan sekarang adalah "Salah siapakah kemacetan ini?"
Menanggapi konteks tersebut mungkin saya yang notabene hanya seorang buruh pabrik terlalu naif berbicara menyoal tatanan yang ada, biarlah pakar yang menilai lebih objektif.
Namun, akan lebih relevan bila pertanyaan kita ubah menjadi, "Bagaimana meminimalisir kemacetan ini?"Â
Sebagian masyarakat mungkin sepakat bahwa permasalahan kemacetan jalan ini cukup pelik. Tapi kalau kita menyadari pelbagai masalah yang ada, kita bisa mengambil salah satu permasalahan yang paling dominan.Â
Masalah dominan disini disebabkan karena banyaknya bus antar-jemput karyawan dan truk besar pengangkut logistik untuk keperluan industri yang berlalu lalang di sepanjang jalur utama, bersamaan dengan jam pergantian sift karyawan.
Saya dan pengguna jalan lain merasa cukup terganggu dengan kemacetan tersebut. Dengan mencoba berspekulasi terhadap kondisi yang ada, mungkin solusi yang saya ajukan ini perlu adanya konsolidasi antar petinggi serikat pekerja masing-masing perusahaan. Dimana para petinggi melakukan perjanjian bilateral yang sudah ditentukan. Isi perjanjian tersebut bisa mencakup hal-hal yang berkaitan dengan proses pengiriman logistik dan mekanisme antar-jemput karyawan.
Sebagai salah satu contoh, pengiriman untuk truk logistik pengiriman hanya dilakukan dari jam 09.00 - 15.00 dan 20.00-04.00 wib. Sementara untuk  proses antar-jemput dapat di kelompokan per part time. Misal untuk yang bus antar dari pukul 05.00-06.30 wib dan jemput pukul 07.00-08.00 wib. Sementara sift berikutnya untuk antar pukul 16.00-18.00 dan jemput pukul 18.00-19.00 wib.
 Hal ini bertujuan untuk menghindari bentrok yang signifikan dengan pengendara karyawan yang berangkat atau pun sebaliknya
Untuk menunjang konteks di atas, kita juga perlu bekerja sama dengan pemerintah setempat. Buat Perda tentang Peraturan Pengiriman Logistik Perindustrian khususnya untuk wilayah kawasan industri. Selain membuat Perda, perlu juga membangun pos petugas per masing-masing jalur untuk mengantisipasi para pelanggar.Â
Selain dapat menumbuhkan perekonomian warga sekitar yang mayoritas pengusaha mikro dengan tidak terganggunya kemacetan, adanya pembagian jadwal pengiriman logistik ini diharapkan proses transportasi jalur utama Warung Bangkok-Jarakosta menuju kawasan lebih terstruktur sehingga kemacetan di jalur ini lebih bisa diminimalisir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H