Mohon tunggu...
Soni Gunadis
Soni Gunadis Mohon Tunggu... Swasta -

Suka kebebasan berekspresi dalam menulis, dengan tetap menggunakan rasa dan jiwa anda dapat menemukan arti sebuah kehidupan realita sekaligus imaji yang sesungguhnya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memanusiakan Manusia

16 September 2016   16:38 Diperbarui: 16 September 2016   18:28 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku tak pernah berniat sekalipun menjadi introvert. Aku suka pergaulan,kadang nongkrong ataupun jalan. Aku seperti manusia lainya. Aku juga suka halbaru, tantangan baru, kawan baru. Tapi mengapa semua dipermasalahkan? dianggapkeledai lemah yang dungu tak punya otak? Itu yang namanya memanusiakan manusia?Seolah merobek secerca harapan. Sirna menyayat hati.

Bagiku itu semua ngga penting. Ini soal rasa. Dunia terkadang terlalu absurduntuk dimengerti. Mereka hanya memandang apa yangmereka pandang bukan apa yang mereka ketahui dan rasakan. Iya...lagi-lagi inisoal ego dan ambisi. Melihat dengan mata satumu seolah kebebasan hanya miliksegelintir orang. BULSHIIT!!!

Kapan kita bisa berbicara bersama, bercerita tentang masing-masing passionkita atau mungkin sekedar menghirup aroma kopi yang katanya menenangkan jiwa,kalau masih banyak yang berpikir seperti ular? Menjerat yang lemah bahkankanibalisme. Adakah diantara mereka yang masih bisa dibilang manusia, jikakelakuannya seperti sang pelata?

Astagfirullah...terkadang hati tak dapat berbicara hanya merasa apa yang iakira. Mencoba menyelesuri tiap persepsi yang ada. Sebenarnya hidup ini miliksiapa? Kenapa kita masih berada dalam bayang-bayang individualis? Merasadirinya paling berkuasa dengan segala adidaya. Ironisnya kita seolah berlagaktuli dan bisu. Itu yang kau mau?

Kau TERTIPU !!!
Kau menipu dirimu sendiri!
Dengan segala keangkuhanmu menganggap yang lain lemah, tapi sadarkah tindakanmutak ubahnya SAMPAH!

Percayalah ini hanyalah sementara, kelak kau akan merasakannya. Terserah maubilang apa, ini bukan sekedar prosa bukan sekedar wacana, ini soal paradigma.Yang terlanjur membudidaya, dihempas adidaya. Lemah makin lemah, kuat makinkuat.

Tak perduli kau anggap aku apa. Menelaah tiap jengkal ari mencoba mempretelidengan mata satumu, asal menilai hanya sekedip mata. Sanguinis? Plegmatis? AtauMelankolis? Bagiku itu hanya euforia sesaat. Nyatanya kau anggap aku penipumuslihat. 

Siapa menilai siapa? Sudah bercerminkah mereka?

Kita tahu batasan antara ini dan itu, tapi selalu saja salah. Apa yangmereka imani selalu membawa kita pada fakta yang memojokkan.

Adilkah??

Sedangkan apa yang mereka lakukan seperti manusia yang sama-sama berdosa.
Kita sama, layaknya manusia biasa yang setara di mata Allah, hanya akhlaknyalahyang membedakan. Mari ulurkan tanganmu, agar kita bisa saling menjabat, salingtersenyum, saling menyapa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun