Awalnya saya tertarik melihat poster film Dua Garis Biru ini, namun tiba-tiba selera nonton saya menghilang sesaat setelah membaca sinopsis dan melihat trailer dari film yang disutradai Gita S. Noer ini. Sebagaimana banyaknya orang yang langsung berprasangka buruk dengan menganggap film ini pro pacaran dan perzinaan, saya pun memberikan penilaian yang terlalu dini bahkan sebelum film yang dibintangi Zara JKT48 ini resmi ditayangkan di bioskop Indonesia. "Gak akan saya nonton film seperti ini," kata hati saya waktu itu.
Tapi seiring berjalannya waktu, semua penilaian yang terlalu dini itupun menjadi purba sangka yang punah. Setelah hampir dua pekan tayang, saya memutuskan untuk menonton film yang katanya berisi tentang edukasi seks bagi para remaja (walau lebih luas daripada itu). Saya ingin membuktikan sendiri, apakah benar film ini tidak mendidik dan minim pesan moral sebagaimana banyak ditulis di media sosial, walaupun yang menulis di media sosial itu belum tentu sudah menonton filmnya.
Tabayyun yang saya lakukan terhadap film ini mengajarkan saya bahwa suatu film tidak dapat dihakimi hanya melalui trailer dan sinopsis saja, kita benar-benar harus menontonnya sampai habis dan memahami betul adegan demi adegan yang dimainkan para pemeran serta setting yang ada. Beberapa waktu lalu ada petisi yang beredar agar film ini tidak diloloskan, petisi ini disertai penelitian yang mengatakan bahwa film dapat memengaruhi perilaku seseorang, termasuk seks bebas.Â
Petisi tersebut bisa saya katakan prematur, karena adegan perzinaan yang ada dalam film ini kurang lebih hanya 10 menit pertama. 100 menit setelahnya adalah tentang masalah, musibah dan kekacauan serta problem solving yang tak dapat benar-benar membuat masalah solved. Seolah berpesan kalau nikmatnya berzina itu hanya sesaat, sedangkan rasa malu dan masalah yang mendera dapat bertahan lama bahkan seumur hidup.
Pada momen Dara diketahui hamil oleh sekolah dan keluarga, adegan tersebut terjadi di dalam sebuah ruangan UKS sekolah yang terdapat poster alat reproduksi, tertempel jelas di dinding. Seolah inilah bentuk sindiran film kepada kita, khususnya sekolah, bahwa perzinaan adalah dosa besar dan kerap jadi simbol memalukan, tapi kejadiannya tetap ada dan semakin meningkat.Â
Pengetahuan tentang perzinaan seringkali hanya menjadi ilmu, tanpa benar-benar menjadi alat untuk mencegah perzinaan itu sendiri. Padahal, ketika ada dua orang berzina, itu bukan hanya tentang mereka berdua, tapi juga tentang kita yang ada di lingkungan mereka.Â
Pesan ini juga diperkuat dari dialog antara Bima dan Ibunya, yang berkata kepada Bima, "Andai kita selalu bicara seperti ini ya." Tersirat bahwa ibu dan anak ini jarang menjalin komunikasi yang hangat, padahal edukasi seksual terbaik yang diterima seorang anak laki-laki adalah dari ibunya.
Edukasi seksual nyatanya adalah hal yang penting sedari kecil, edukasi seksual bukan tentang bagaimana berhubungan seksual saja, tapi juga tentang bagaimana berperilaku dengan lawan jenis. Pesan ini disampaikan di awal film sesaat sebelum Dara dan Bima melakukan tindakan di luar batas itu. Bima dengan mudahnya masuk ke rumah Dara, bahkan sampai ke kamarnya tanpa ada satupun anggota keluarga bahkan hati dara sendiri yang dapat mencegah mereka. Bukankah jika Dara mengetahui konsekuensi dari sebuah hubungan seksual, kejadian hamil di luar nikah bisa diminimalisir?
Ada satu momen menarik saat Dara, Bima dan teman-temannya sedang makan kerang. Saat itu Dara memisahkan kerang-kerang yang akan dia makan. Ketika Bima berkata bahwa kerang yang terbuka dan tertutup sama saja, saat itu Dara berkata bahwa kerang yang masih tertutup tanda bahwa ia masih segar, sedangkan kerang yang sudah terbuka berarti sudah tidak sehat dan tidak segar. Soshite, bukankah perempuan juga demikian?
Bila kita menonton film ini dari awal sampai akhir, sebenarnya banyak sekali edukasi yang bisa diambil, terlebih jika remaja yang menonton film ini didampingi oleh guru atau orangtua mereka. Kesalahan bisa menimpa siapa saja, tapi sebersalah apapun selalu ada jalan untuk berbuat benar sekalipun kesalahan itu tetap tak terlupakan.Â