Mohon tunggu...
Sonia Farmila syahril
Sonia Farmila syahril Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Dalam proses belajar

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Jangan Asal Makan, Perhatikan Hukum Makan di Restoran yang Menjual Babi !

26 Juni 2022   23:00 Diperbarui: 26 Juni 2022   23:05 4221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Apakah anda pernah makan di restoran yang juga menjual menu babi?. Beberapa hari lalu terlintas di sosial media saya mengenai restoran yang menjual menu halal dan nonhalal sekaligus. Pada video tersebut mengklaim bahwa alat masak yang digunakan berbeda antara bahan yang nonhalal dan bahan halal. Tentu sebagai konsumen, terutama konsumen muslim bertanya-tanya bagaimana  hukum makan di restoran yang menjual babi dalam Islam, meskipun yang kita pilih adalah menu halal? 

Dalam syari'at Islam, babi merupakan hewan yang haram dan tidak boleh dikonsumsi dagingnya. Hal ini dijelaskan dalam 4 surah dalam Al-Qur'an yaitu Al-Baqarah ayat 173, Al-Ma'idah ayat 3, Al-An'am ayat 145, dan An-Nahl ayat 115.  Babi diharamkan dalam Islam bukan tanpa alasan, daging babi diharamkan karena banyak mengandung bakteri yang bisa mempengaruhi terhadap kesehatan tubuh kita.

Makanan yang dijamin kehalalannya  menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan bagi konsumen muslim. Peluang munculnya tercampurnya makanan halal dan haram ada beberapa kemungkinan. Pertama, proses pemasakan dicampur antara antara bahan halal dengan bahan yang diharamkan. Kemungkinan lain yaitu meskipun tidak dimasak secara bersamaan tetapi menggunakan peralatan yang sama antara yang halal dan yang haram sementara proses pencuciannya tidak memenuhi kriteria pencucian najis secara benar. Hal yang perlu diperhatikan yaitu makanan tidak tercampur unsur haram atau babi dan tempat memasaknya terpisah dari tempat memasak babi serta  alat-alat masaknya telah dicuci secara bersih dan dikeringkan. 

Status hukum dari makan di restoran yang menjual babi harus diperinci. Apabila proses penyimpanan dan pengolahan makanan bercampur dengan daging babi maka hukumnya haram karena sudah bercampur dengan daging babi yang dihukumi najis. Jika hanya berupa dugaan bahwa makanan terkontaminasi dengan dengan daging babi maka hukumnya suci dan halal dimakan.

Ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Abu Bakar Syatha dalam kitab I’anatut Thalibin berikut; 

قاعدة وهي أن ما أصله الطهارة وغلب على الظن تنجسه لغلبة النجاسة في مثله فيه قولان معروفان بقولي الأصل والظاهر أو الغالب أرجحهما أنه طاهر. وذلك كثياب خمار وحائض وصبيان وأواني متدينين بالنجاسة أى أواني مشركين متدينين باستعمال النجاسة كطائفة من المجوس يغتسلون بأبوال البقر تقربا… في المغني سئل ابن الصلاح عن الجوخ الذي اشتهر على ألسنة الناس أن فيه شحم الخنزير فقال لايحكم بنجاسته الا بتحقق النجاسة

Artinya: 

(Kaidah) yaitu setiap makanan yang asalnya suci dan ada dugaan najis karena pada umumnya makanan seperti itu najis, di sini ada dua pendapat yang terkenal dengan mengikuti dua kaidah asal.

Namun yang jelas atau yang menang dari dua pendapat tersebut adalah makanan tadi dihukumi suci.

Misalnya seperti baju khimar, baju perempuan haid dan anak-anak, wadah orang-orang musyrik yang biasa menggunakan najis, seperti sekelompok orang majusi yang mandi kencing sapi sebagai bentuk ibadah.

Dalam kitab Al-Mughni disebutkan bahwa Ibnu Shalah pernah ditanya mengenai keju yang diisukan ada minyak babinya. Beliau menjawab; Ia tidak dihukumi najis kecuali sudah tampak nyata kenajisannya.

Sebagaimana pembahasan diatas terkait hukum makan di restoran yang juga  menjual menu babi adalah  hukumnya tidak boleh ] jika makanan halalnya sudah dipastikan najis karena bercampur dengan daging babi. Jika hanya dikhawatirkan saja menurut kebanyakan ulama, makanan tersebut tetap dihukumi suci dan boleh dimakan.  

Namun, untuk menghilangkan keraguan anda sebaiknya memilih restoran yang sudah mendapat sertifikat halal MUI dan tidak menjual menu yang mengandung bahan-bahan yang diharamkan.  Sikap ini merupakan manifestasi dari sikap berhati-hati dari yang syubhat sesuai dengan prinsip yang disampaikan Nabi Muhammad Saw: 

SONIA FARMILA SYAHRIL

MAHASISWA BIOLOGI UNIVERSITAS ANDALAS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun