Apakah anda pernah makan di restoran yang juga menjual menu babi?. Beberapa hari lalu terlintas di sosial media saya mengenai restoran yang menjual menu halal dan nonhalal sekaligus. Pada video tersebut mengklaim bahwa alat masak yang digunakan berbeda antara bahan yang nonhalal dan bahan halal. Tentu sebagai konsumen, terutama konsumen muslim bertanya-tanya bagaimana hukum makan di restoran yang menjual babi dalam Islam, meskipun yang kita pilih adalah menu halal?
Dalam syari'at Islam, babi merupakan hewan yang haram dan tidak boleh dikonsumsi dagingnya. Hal ini dijelaskan dalam 4 surah dalam Al-Qur'an yaitu Al-Baqarah ayat 173, Al-Ma'idah ayat 3, Al-An'am ayat 145, dan An-Nahl ayat 115. Babi diharamkan dalam Islam bukan tanpa alasan, daging babi diharamkan karena banyak mengandung bakteri yang bisa mempengaruhi terhadap kesehatan tubuh kita.
Makanan yang dijamin kehalalannya menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan bagi konsumen muslim. Peluang munculnya tercampurnya makanan halal dan haram ada beberapa kemungkinan. Pertama, proses pemasakan dicampur antara antara bahan halal dengan bahan yang diharamkan. Kemungkinan lain yaitu meskipun tidak dimasak secara bersamaan tetapi menggunakan peralatan yang sama antara yang halal dan yang haram sementara proses pencuciannya tidak memenuhi kriteria pencucian najis secara benar. Hal yang perlu diperhatikan yaitu makanan tidak tercampur unsur haram atau babi dan tempat memasaknya terpisah dari tempat memasak babi serta alat-alat masaknya telah dicuci secara bersih dan dikeringkan.
Status hukum dari makan di restoran yang menjual babi harus diperinci. Apabila proses penyimpanan dan pengolahan makanan bercampur dengan daging babi maka hukumnya haram karena sudah bercampur dengan daging babi yang dihukumi najis. Jika hanya berupa dugaan bahwa makanan terkontaminasi dengan dengan daging babi maka hukumnya suci dan halal dimakan.
Ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Abu Bakar Syatha dalam kitab I’anatut Thalibin berikut;
قاعدة وهي أن ما أصله الطهارة وغلب على الظن تنجسه لغلبة النجاسة في مثله فيه قولان معروفان بقولي الأصل والظاهر أو الغالب أرجحهما أنه طاهر. وذلك كثياب خمار وحائض وصبيان وأواني متدينين بالنجاسة أى أواني مشركين متدينين باستعمال النجاسة كطائفة من المجوس يغتسلون بأبوال البقر تقربا… في المغني سئل ابن الصلاح عن الجوخ الذي اشتهر على ألسنة الناس أن فيه شحم الخنزير فقال لايحكم بنجاسته الا بتحقق النجاسة
Artinya:
(Kaidah) yaitu setiap makanan yang asalnya suci dan ada dugaan najis karena pada umumnya makanan seperti itu najis, di sini ada dua pendapat yang terkenal dengan mengikuti dua kaidah asal.
Namun yang jelas atau yang menang dari dua pendapat tersebut adalah makanan tadi dihukumi suci.
Misalnya seperti baju khimar, baju perempuan haid dan anak-anak, wadah orang-orang musyrik yang biasa menggunakan najis, seperti sekelompok orang majusi yang mandi kencing sapi sebagai bentuk ibadah.
Dalam kitab Al-Mughni disebutkan bahwa Ibnu Shalah pernah ditanya mengenai keju yang diisukan ada minyak babinya. Beliau menjawab; Ia tidak dihukumi najis kecuali sudah tampak nyata kenajisannya.