"Iya, Mas." Ratih membaringkan kepalanya, di dada bidang Haris. Semilir angin makin melenakan keduanya, berselimut lumpur dan kabut dosa. Meluapkan rindu yang terpendam beberapa hari, sejak Haris cuti.
****
Ratih dan Haris bekerja di sebuah Perusahaan yang sama, hanya beda divisi.
Sejak awal mengenal Ratih, Haris langsung jatuh cinta. Meskipun Ratih berhijab, namun tak menghalangi Haris merayunya.
Ya ....
Setiap orang juga punya dosa, termasuk Ratih dan Haris.
Setelah memberitahukan perihal kehamilannya pada Haris, kegelisahan Ratih menjadi. Bagaimana jika orangtuanya tahu? Bagaimana jika Haris tidak segera menikahinya? Bagaimana dengan istri sah Haris? Bagaimana tanggapan orang-orang kampung?
Air mata Ratih mengalir, Ratih terisak di dalam gelap kamarnya. Apalagi ketika menatap wajah putri kecilnya, sia-sia cita-cita yang selama ini ia bangun, yaitu membesarkan Raya dengan baik. Ratih membelai gadis cilik yang tengah terlelap, lalu meraba perut yang masih rata. Ratih menggigit bibir, menelan tangis agar Ibu dan Ayahnya tak mendengar suara tangisnya.
Ponsel Ratih berbunyi, sebuah pesan singkat dari Haris. Sudah beberapa hari mereka tak bertemu.
"Mas rindu, sayang."
Ratih mengusap air matanya, lalu jemarinya mengetik balasan pesan singkat dari Haris. Waktu menunjukkan pukul satu, tengah malam.
"Ratih juga rindu, apakah istrimu sedang tidur? Lalu kau baru ingat aku, Mas?"