Mohon tunggu...
Sukiman kastowo
Sukiman kastowo Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Ada Apa dan Kenapa Artikelku Selalu Diblokir?

15 Desember 2016   16:19 Diperbarui: 15 Desember 2016   16:29 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah sekian lama mengabdi di beberapa instansi termasuk di sekolah dasar beberapa guru honorer wiyata bhakti dipertanyakan oleh DPR status kedudukannya .pengabdian yang dimaksudkan adalah , mereka mengajar dan memasuki instansi pendidikan dengan status yang tidak jelas dengan tidak pernah tahu akan dikemanakan . pada tidak menyadari mereka sudah puluhan tahun mengabdi di beberapa dinas pendidikan , denga tanpa kepastian , harap-harap cemas , diangkat sebagai calon pegawai negeri sipil Guru atau tidak kok.sebab tanpa memasuki wilayah pendidikan itu para sarjana pendidikan itu akan dibawa kemana , dan tidak akan mampu bekerja selain di wilayah ranah selain pendidikan. 

Satu hal yang musti dipikirkan adalaah apakah nanti tidak terjadi gejolak, ketika sudah mereka bekerja tanpa bayaran , ditambah lagi tugas –tugas sekolah mereka terbengkelai, tidak ada I’tikad baik pemerintah untuk mengentaskan mereka. Kenapa kalau dulu masih diperbolehkan dan masih mau menerima calon pegawai dari SPG selama mereka masih sekolah..apa yang akan diharapkan dari program pengentasan kemiskinan. Mau tani juga sulit unrtuk mendapatkan pupuk. 

Mau gimana lagi kalau semua serba spekulasi. Semua serba tidak jelas. kemana pemberkasan dan database. Melalui seleksi alamiah melalui umum atau bagaimana. Atau kalau masuh berada dalam satu instansi, mau diarahkan keman tidak ada orang yang mengetahui. Dikemanaakan pemberkasan-pemberkasan itu, siapa yang membawa ? siapa yang mengawal. Siapa yang menjamin?. Keprihatinan dan kesia-siaan waktu yang mereka lakukan. Setelah sekian lama menggenggam penderitaan dan kesusahan yang tiada pernah kunjung usai .kapan semuanya ini berakhir .

Banyak orang mulai memojokkanku. Menginterogasiku dan mulai bertanya macam-macam pilihan yang dia pilih sendiri.

Belanjaan abis uangnya sendiri aja menyesalnya setengah mati. Aku tak pernah habis mengerti pengulangan p-engulangan kegagalan yang selalu kami alami. Tau karena kebodohannya yang sellu lamban alam mengambil keputusan. Selalu saja ada masalah yang memaksa kami untuk berlari saling menolak saling menyalahkan . dia susah sekali diatur dan selalu memberontak kebijaksanaanku. Selalu menolak pendapatku . mengecilkan obsesiku . tidak pernah pinter-pinter sama aku. 

Ya sudah keputusan untuk gambling sudah bulat kami sama sama buta tapi saling menuntun . dan selalu saling menuntut . dia selalu menuntut uang gaji yang banyak , minta pangkat yang tinggi , minta kelebihan jam lembur, menuntut gono gini 3 milyard tanpa mau tahu kekurangan kami. Menuntut rumah tangga yang layak , tapi tanpa pernah mau melayani kami dengan puas, dengan baik . seharusnya dia berkaca sejauh mana IQ dia ? apakah mampu menyelesaikan soal-soal delik akademis. 

Menolak ketika waktu masih longgar memasuki lapangan akademis lebih lanjut. Tak mau sekolah agar dia pintar dan bisa bertanding memberdayakan diri sendiri menangkis.usus pendek ,iri , dengki menerpa kami , kami harus biasa menengok ke belakang dengan bewirausaha karena kenyataannya kami tak benar-benar tak mampu secara ekonomi. Pergolakan masih berlangsung hingga kini sampai-kami kehilangan jati diri. Sampai kami tak mengenali sebenarnya siapa kami, dan bagaimana seharusnya kami berlaku . akan berbuat apa dan berlaku bagaimana?. Minta pertolongan siapa. Keluarga saja tak sanggup melakukan ini semua. 

Jati diriku hilang.kami tewas , kami selalu hidup dibalik awan hitam . kami betul-betul ditinggalkan oleh peradaban ,tanpa penghasilan ,tanpa pekerjaan , tanpa kehormatan , tanpa suatu kaidah yang tepat untuk di ikuti . orang tua sudah tak mempunyai pedoman yang patut di teladani . orang tua melarikan diri dari tanggung jawabnya . sampai kami sama sekali tak mengenal mereka dan kepada siapa gerangan kami dapat bertumpu . seperti ada tembok besar dan jurang pemisah yang sngat dalam . , lama-kelamaan bukannya tumbuh rasa kasih sayang dan kepercayaan , tetapi malah sebaliknya yang terjadi , orang tua hanya biasa marah-marah dan menyalahkan keputusan tindakan yang di ambil oleh anaknya. 

Anak tidak di maafkan, lali diajarkan kebencian dan hukumanyang tidak pernah diketahuisampai dimana batasdfaketegasan dan kedisiplinan yang dijadikan ambang pemutusan hubungan kerja . dasar-dasar kebencian , terror , bulliying , kerja keras , dan hukumn tanpa kenal ampun , amputasi waktu , pengancaman , pemecatan ,pengurangan jam, penghilangan peran, musuh-musuh licik , menghantuinya setiap hari .tidak ada ketenangan kerja , karena selalu bekerja dalam wacana terror.pertanggung jawaban yang sama sekali tak dapat diterima. 

Berhadapan dengan orang-orang yang tidak professional .di anggap penghianat, hanya gara-gara bentuk soal yang sama.hal-hal kecil yang dieksposs untuk mempermalukan kami dimata rekan kerja . hilang harga diri.merasa di injak-injak. Pembunuhan peran serta.memang sulit untuk menerima kenyataan kalau kenyataannya kalah yo mau apa lagi, mau nuntut apa, mau nuntut siapa?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun