Mohon tunggu...
sastuki borunababan
sastuki borunababan Mohon Tunggu... -

Lahir dan besar di Palembang. Lulusan Poltekkes Kemenkes Palembang jurusan Gizi dan sedang melanjutkan studi di Fakultas Ekologi Manusia IPB jurusan Ilmu Gizi. Senang menulis dan menggambar dan tak pernah menyerah meski pernah ditolak oleh penerbit (^^). "Saya memegang mimpi sebesar dunia dan selalu belajar memaknai hidup".

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filosofi Sel

23 Oktober 2010   14:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:10 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada mata kuliah fisiologi manusia kemarin, seorang dosenku bercerita tentang fisiologi sel manusia. Sebenarnya aku tak terlalu menikmati mata kuliah ini karena sebenarnya mata kuliah ini telah kuambil saat D3 dan terpaksa harus mengulang kembali di jalur lanjutan S1 karena tak termasuk dalam mata kuliah yang disetarakan. Mulanya aku menganggap betapa akan membosankannya mengulang kembali 3 sks ini. Namun asumsi itu segera sirna ketika beliau mulai mengajar dengan caranya yang menarik dan mendetil. Aku suka caranya menjelaskan sekelumit tahapan-tahapan fisiologi yang rumit itu dengan lugas dan jelas. Rasanya aku akan bisa menyukainya, pikirku. Saat itu beliau menjelaskan menjelaskan tentang mekanisme transportasi zat-zat keluar masuk sel dan mekanisme komunikasi antar sel. Ada satu hal yang menarik yaitu ada kalanya sebuah sel akan mengeluarkan zat-zat tertentu yang diidentifikasi sebagai 'signal' oleh sel lain sebagai 'signal' bahaya. Zat itu akan dikeluarkan jika sebuah sel terinfeksi oleh bakteri/virus tertentu sehingga akan membahayakan sel-sel lain di sekitarnya. Di sinilah beliau menjeaskan sebuah karakter sel yang belum tentu dimiliki oleh 'Si Pemilik Sel', yaitu 'rela berkorban'. Arti dari signal ini adalah agar sel lain di dekatnya memakan sel terinfeksi tersebut untuk mencegah penularan lebih lanjut. Dengan demikian sel terinfeksi tersebut dapat melindungi jaringan di sekitarnya, melindungi organnya, melindungi sistem organnya, melindungi manusia 'si pemilik' tersebut dan melindungi manusia lain dari penularan. Mungkin 'sebuah' sel itu dianggap tak berarti, bisa dibilang masih banyak sel lain yang sama dengannya. Namun sesungguhnya tiap sel mempunyai peranan penting dalam menjaga homeostatis tubuh kita. Tak ada yang tak berarti dan sel tersebut pada waktu itu telah memerankan peranan penting yaitu sebagai 'korban' segaligus 'penyelamat' suatu sistem raksasa yang dilakoninya. Pertanyaannya, apakah 'si pemilik' sel tersebut dapat berbuat seperti 'sel'nya sendiri? Tak perlu sampai harus mati demi orang lain. Hanya sebuah pengorbanan  kecil demi suatu sistem yang besar, misalnya demi keluarga, masyarakat sekitar, institusi, bahkan demi bangsa dan negara dan kesejahteraan umat manusia.  Memang terkadang dan seringnya tak akan ada penghargaan berarti bagi jerih lelah itu. namun yang sering terjadi malah 'sel' memakan 'sel' yang lain dengan keji. Sesama keluarga saling menjahati, sesama warga masyarakat tak ada belas kasih, bahkan merugikan bangsa dan negara. Cobalah belajar dari apa yang ada di dalam tubuh kita. Sedangkan unit kehidupan terkecil dalam tubuh kita sendiri dapat sebijaksana itu, 'then oh why can't I'?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun