Â
 AI adalah sebuah sistem komputer yang dapat melakukan penugasan kompleks yang awalnya hanya bisa dilakukan oleh manusia, sedangkan ilustrasi AI adalah sebuah gambar yang dibuat melalui penggunaan AI (Artificial Intelligence) yang biasanya dilakukan dengan membuat sebuah ilustrasi sesuai prompt (permintaan) dari pengguna. Promosi adalah bentuk persuasif langsung melalui penggunaan berbagai insentif yang dapat diatur untuk merangsang pembelian produk dengan segera dan meningkatkan jumlah barang yang dibeli pelanggan (Tjiptono, 2008).Â
Ilustrasi AI mulai populer dengan pembentukannya AI DALL-E sejak tahun 2021 yang dapat membuat ilustrasi-ilustrasi tergantung permintaan pengguna, namun sekarang sudah banyak apllikasi AI lain yang memiliki fungsi seperti DALL-E seperti Midjourney, Stable Diffusion, dll yang dapat membuat ilustrasi yang memiliki gaya seni tersendiri, bahkan ada juga yang dapat membuat video dari prompt pengguna. Namun, apakah efek yang ditimbulkan oleh trend terbaru ini kepada dunia seni Indonesia? Dan apakah yang harus dilakukan agar hal tersebut tidak terjadi?
  Dalam beberapa tahun terakhir ini makin banyak organisasi, Perusahaan, asosiasi, bahkan badan politik pun yang menggunakan aplikasi Ilustrator AI untuk membuat aspek visual dari promosi mereka. Seperti Indomie yang pernah membuat promosi untuk produk mereka dengan AI yang tidak bersifat konsisten karena sifat intrinsik dari aplikasi AI tersebut.Â
Contoh lain seperti saat Pemilu 2024, yang telah terlihat bahwa beberapa penampakan penggunaan aplikasi Ilustrator AI untuk melakukan agenda kampanye mereka. Namun, penggunaan AI dengan agenda tersebut juga ada dalam dunia perkuliahan, yang terlihat beberapa Organisasi Kemahasiswaan, BEM, dan PKM yang menggunakan AI untuk melakukan promosi program kerja atau proyek mereka, seperti saat BEM menggunakan Ilustrasi buatan AI untuk mempromosikan program DPTb (Daftar Pemilih Tambahan).
  Ilustrasi AI tidak diterima dengan hangat oleh orang-orang yang gemar menggambar karena proses pembuatan ilustrasi tersebut yang hanya mengetik beberapa kata kedalam sebuah prompt text dengan tidak adanya proses menggambar sama sekali. Hal ini merupakan kebalikan dari inti seni itu sendiri. Mereka tidak peduli dengan pemikiran, usaha, dan jiwa yang terlibat dalam proses pembuatan seni yang justru memberi karya seni nilai yang asli.Â
Hanya memperhatikan kualitas yang mirip dengan sumber yang diberikan ke AI tanpa upaya untuk memberi ilustrasi tersebut nilai sendiri menunjukkan bahwa mereka hanya peduli dengan hasil akhir, dan pada ujungnya, keuntungan. Hal tersebut juga terlihat dalam promosi, di mana banyak perusahaan dan badan organisasi menggunakan aplikasi ilustrator AI untuk memangkas biaya produksi tanpa memperhatikan kualitas hasil. Meskipun mungkin terlihat sepele bagi masyarakat umum, sudut pandang dunia seni di Indonesia menganggap hal ini sebagai tanda kemalasan.
  Walaupun tren dalam penggunaan Ilutrasi AI dalam hal promosi yang meningkat merupakan hal yang buruk, namun juga ada beberapa Perusahaan yang menggunakan ilustrasi atau animasi yang terbuat dari ilustrator asli, seperti iklan yang pernah disiarkan oleh Sasa yang diproduksi oleh @harousel dan pocari sweat yang diproduksi oleh Yoshitoshi Shinomiya, keduanya memiliki art style anime, selain sasa dan pocari sweat gojek juga memiliki iklan beranimasi yang diproduksi oleh NYNG-Team, Nyong Jalu, dan Irfan Ayari yang memiliki art style rubber hose seperti kartun yang jadul. Jadi walaupun kegunaan ilustrator atau animator asli untuk melakukan promosi memang sedikit, namun tidak musnah.
  AI pada akhirnya bukan sebuah hal yang harus ditakuti, namun jika digunakan dengan niat yang hanya bertujuan untuk mempercepat proses produksi tanpa memperhatikan hasil, dapat berakhir dengan sebuah produk yang hanya terlihat bagus di permukaan. Maka, kita harus menegakkan etika penggunaan AI yaitu bukan menggunakannya sebagai alat untuk menyelesaikan semua masalah kita, tetapi menggunakannya sebagai alat yang dapat membantu kita dalam membuat sebuah dasaran untuk menyelesaikan masalah tersebut seperti menggunakan ilustrasi AI untuk membuat sebuah mood board atau referensi gambar yang dapat dipakai untuk fondasi dari promosi yang akan dibenarkan secara manual. Seperti artikel ini yang menggunakan AI untuk membenarkan struktur dan penulisannya.
  Akhir kata, penggunaan ilustrasi AI dalam tujuan untuk membuat sebuah promosi dapat mengancam dunia seni Indonesia karena mereka yang menggunakannya tidak memperdulikan kualitas promosi tersebut dan hanya peduli dengan hasil di permukaan dan memotong biaya produksi, namun tidak semua Perusahaan melakukannya. Selain itu, AI seharusnya bukan sebuah Solusi akhir untuk semua masalah kita, tetapi AI seharusnya digunakan sebagai alat yang dapat memberi kita inspirasi dalam menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H