Mohon tunggu...
Somad Abd
Somad Abd Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ketika Pemimpin Laksana Preman

12 April 2019   13:41 Diperbarui: 12 April 2019   22:22 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

7 Zaman ini masyarakat menunjukan eksistensi dirinya dengan menjadi pemimpin, sehingga orang-orang kapitalis sampai kaum buruhpun turut memperebutkan kursi jabatan, baik dari tingkat desa sampai kursi Presiden. Paham demokrasi yang dianut bangsa ini memberikan peluang bagi masyarakat untuk bersaing menunjukan keeksisannya.

Negara ini tampak indah dari luar, menghargai akan perbedan dan tidak memandang suku atau budaya, semua punya hak yang sama, karena kedaulatan ada ditangan rakyat. Perlu disadari pula, ketika politikus bangsa ini mamanfaatkan agama demi tercapainya tujuan, seperti halnya mengkafirkan kelompok lain yang cenderung tidak sama dengan yang diinginkan kelompok tersebut.

Dampak hal itu pada paham demokrasi seakan anarkis, atas nama demokrasi orang berhak berbicara maski akan menimbulkan perpecahan. 

a. Peran pemimpin di tengan masyarakat.

Membicarakan pemimpin tidak lepas dari yang namanya tanggung jawab dan kepercayaan yang dikasih masyarakat untuk mengelolah Negara. Dalam agama Shinto di jepang pemimpin atau Kaisar merupakan manivistasi Tuhan dibumi. Dari hal itu nasib suatu negara selain Tuhan yang menentukan, pemimpin turut menentukan, sehingga akan tercipta suatu perdamaian, keadilan dan kesetaraan sosial dinegara tersebut

Posisi pemimpin dalam suatu negara sangat vital, apabila salah menentukan pemimpin dampaknya akan kembali pada rakyat itu sendiri yang telah memilihnya menjadi pemimpin, dari hal tersebut akan ada ketimpangan sosial, masyarakat tidak akan mendapat hak mereka sebagai warga Negara, sehingga peran pemimpin sangat penting untuk mengatu kesejahtraan rakyat.

Hal yang seharusnya disadari oleh pemerintah, mengetahui bahwa masyarakat merupakan bagian dari keluarganya sendiri, kebutuhan rakyat merupakan bagian dari kebutuhannya, sehingga peran dan jasa pemimpin tampak dimasyarakat, tapi terkadang pandangan rakyat pada pemimpin untuk saat ini, hanya berputar-putar pada kepentingan individual, seakan-akan rakyat dijadinkan ladang bisnis yang menguntungkan, contoh yang paling sederhana dalam hal itu, ketika rakyat punya suatu problem semisal dari sektor ekonomi, pemerintah hanya membiarkan rakyat terlantar tidak mau ikut campur pada problem yang dihadapi rakyat, karena rakyat itu bukan keluarganya bahkan tidak ada ikatan sama sekali antara rakyat dengan pemerintah, padahal pemerintah sendiri digaji oleh rakyat untuk memberikan solusi pada problem hidup yang dihadapi rakyat, bukan sekedar duduk manis disinggasana pemerintahan, atau hanya sibuk dengan pencitraan untuk melegitimasi kepemimpinannya.

Sosok seorang pemimpin yang adil terpancar dari nabi Muhamma SAW, yang katanya pembawa agama Islam untuk umat manusia, jika kita mengkaji sejarah Nabi dengan benar, akan terpancar sifat pemimpin yang adil dalam diri beliau. Nabi merangkul rakyatnya dari atas sehingga pada taraf sosial nabi seakan-akan satu-kesatuan dari rakyar ketika rakyat mengalami kelaparan Nabi_pun turut mengalami kelaparan.

Tapi untuk pemimpin Bangsa saat ini, karakter yang dimiliki Nabi tidak sedikitpun terpancar dalam diri seorang pemimpin Bangsa ini, maskipun banyak pihak yang mengatakan, sebagian besar dari rakyat Indonesia bersetatus muslim bahkan sampai pejabat pemerintah sekalipun, bahkan ada juga yang mengatakan Indonesia ini merupakan negara Islam, hemat penulis untuk saat ini, keislaman dari rakyat dan pemimpin masih harus dipertanyakan melihat keadaan bangsa saat ini mengalami keterpurukan, baik dari sektor ekonomi maupun kesejahtraan sosial masyarakat.

Pola pikir pejabat baik Sipil atau apratur negara harus diubah, yang dulunya demi kepentingan pribadi sebagai landasan tujuan, sehinggga dampaknya ketimpangan sosial akan terjadi dimasyarakat. Pola pikir yang harus dibangun oleh pejabat, dengan menjadikan aktualisasi diri yang menjadi landasan utama ketika bertindak, dari hal itu tidak ada lagi yang namanya koruptor karena semua lini memperoleh kepuasannya sendiri, dari pemimpin bisa puas dengan melihat rakyatnya hidup sejahtera, dari hakim bisa puas bisa menyelesaikan kasus dengan adil, dari kepolisianpun bahagia bisa membantu rakyat mencapai keamanan yang sesungguhnya. Hal tersebut hanya menjadi omung kosong ketika semua hanya menjadikan uang sebagai tujuan hidup, sabab dengan uang-pun tidak akan bisa menemukan kata kepuasan dalam hidup.

b. Rakyat Memposisikan Pemimpim

Begitu murahnya harga diri bangsa ini ketika uang dijadikan pondasi kepuasan diri, dengan uang kepercayaan bisa dibeli, tidak memikirkan pejuang dan pahlawan Bangsa yang merelakan hidupnya demi tercapainya kata merdeka, sehingga generasi selanjutnya bisa bebas ditanah sendiri.
Anehnya penerus dari bangsa ini menukar kata merdeka dengan uang, layaknya nyawa nenek moyangnya seharga meteri yang bisa dijual belikan.

Kadang kita sebagai penerus bangsa tidak memikirkan jerih payah para pahlawan yang mengatur pada kebebasan bertindak dan berekspresi, dan lebih parahnya lagi banyak pejabat yang memposisikan dirinya sebagai penjajah, menguras kekayaan alam suatu daerah dan meninggalkan daerah tersebut dalam keadaan kelaparan, pahlawan Negara ini sangat keliru dengan mengusir penjajah hingga mereka lupa akan adanya penjajah baru yang datang dari cucu mereka sendiri.  

Jiwa nasionalis harus terus dibangun mulai dari bangku sekolah dasar demi tercapainya Indonesia yang adil dan makmur, bukan sekedar teori yang dituangkan dipendidikan, tapi bagaimana mengaplikasikan dan menjiwai teori tersebut yang paling penting, sehingga akan lahir kader-kader bangsa yang siap memperjuangkan kemakmuran bangsa ini, sebagai mana dulu para pahlawan siap mempertarukan hidupnya demi kata merdeka.

Dengan hal tersebut, pen impin bukan lagi mencari keuntungan, akan tetapi murni dalam jiwa pemimpin untuk memakmurkan bangsa, mengingat di era ini peran seorang pemimpin tidak ada bedanya dengan preman, yang berbeda hanya segi pakaian yang gunakannya saja, prilaku pemimpin dengan preman sama saja, sama-sama menindas masyarakat, tapi kata menindas itu berubah dengan berlatar belakang kemakmuran Negara dalam kontek pemimpin.

Jika negara ini ingin menjadi negara maju, hal yang perlu diubah jiwa dari penerus bangsa atau lebih dikenal dengan nama pemuda yang menjujung tinggi hak-hak rakyat dan cinta akan tanah air, jadi sebelum kamu membuat alasan buatla dirimu menjadi alasan,  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun