Mohon tunggu...
Solihin Rusydi
Solihin Rusydi Mohon Tunggu... Petani - Terus mengalir

Mendengar, Melihat, Memperhatikan, Mentadabburi,

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Urban Farming, Alternatif Ketahanan Pangan Masa Depan

27 Oktober 2020   20:25 Diperbarui: 27 Oktober 2020   20:28 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Badan pusat Statistik (BPS) memperkirakan pada tahun 2045, 70 persen penduduk Indonesia akan bermigrasi (urbanisasi) ke perkotaan. Kemiskinan diperdesaan menjadi alasan kuat perpindahan tersebut. 

Harapan adanya perbaikan taraf kehidupan adalah salahsatu alasan pindah ke kota. Fakta ini justru sangat mengkhawatirkan, alih-alih merubah kehidupan dan perbaikan ekonomi, justru urbanisasi tersebut akan melahirkan masalah baru jika tidak dibarengi dengan skill yang memadai. Selain urusan pangan, tentu juga akan muncul dampak negatif lainya.

Dampak pertama yang akan di hadapi adalah urusan perut (pangan). Diperkirakan akan terjadi lonjakan kebutuhan pangan sebesar 70% dalam kurun 25 tahun yang akan datang. Peningkatan produksi pangan sebesar ini bukanlah urusan mudah. 

Sedangkan kondisi riilnya saat ini justru terjadi perlambatan tumbuh, terhitung semenjak tahun tahun 2015 sebesar 4,32% di, 2,57% di tahun 2016, 2,31% di tahun 2017, dan 1,48% di tahun 2018. Pada triwulan II 2020, PDB pertanian memang tumbuh 16,24%, namun itu lebih disebabkan karena minusnya pertumbuhan sektor lainya seperti pariwisata, jasa, dan lainya yang terdampak Covid-19.

Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) beberapa waktu lalu juga telah mengingatkan akan adanya ancaman krisis pangan lantaran ketergangtungan rantai pasok pangan dunia akibat pandemi Covid-19. Kemandirian pangan adalah kunci utama mengurangi lahirnya ancaman gejolak-gejolak tersebut.  Lalu, kemandirian seperti apa yang harus ajarkan bagi warga perkotaan tersebut?

Urban farming atau pertanian perkotaan menjadi salahsatu jawaban dari kekhawatiran tersebut. Lalu bagaimana modelnya? Sedangkan kota sangat identik gedung tinggi dan bangunan yang padat. Bertani di perkotaan tidak semudah yang dibayangkan. Banyak kendala yang akan di hadapi, mulai dari keterbatasan lahan, penyinaran matahari, dan ketersediaan media tanam. Di era modern seperti ini, teknologi adalah kunci dari berbagai solusi permasalahan, masalah pada sektor pertanian salah satunya.

Model Urban Farming

Banyak model, ragam, dan metode yang dapat digunakan dalam melakukan kegiatan urban farming. Di antaranya adalah:

Pertama. Metode Vertikultur; Budidaya menanam secara vertikal ini menggunakan paralon atau botol secara bertingkat di ruang yang sempit. Diantara tanaman yang cocok dengan metode ini adalah: Seledri, Bayam, Sawi, Kucai, Anggur, Strawberry.

Kedua. Metode Hidroponik; Budidaya menanam dengan menggunakan air tanpa tanah serta memperhatikan unsur hara. Diantara tanaman yang cocok menggunakan metode ini adalah: Selada, Timun, Melon dan tanaman herbal rempah.

Ketiga. Metode akuaponik; sistem budidaya ikan (akuakultur ) dan tanaman (hidroponik) bersama dalam sebuah ekosistem yang resirkulasinya saling menguntungkan. Sistem ini menggunakan bakteri alami untuk mengubah kotoran dan sisa pakan ikan menjadi nutrisi tanaman. Istilah yang lebih simpel adalah sistem budidaya tanaman dan ikan bertumbuh Bersama dalam satu media dan bersifat simbiotik. Di antara tanaman yang cocok dengan metode ini adalah: Kangkung, Pak Choy, Selada dan juga Ikan seperti lele, mujair dan ikan mas. Bahkan metode ini saat ini menjadi booming lewat Budikdamber (budidaya ikan dan sayuran dalam ember).

Keempat. Metode Wall Gardening; konsep wall gardening hampir sama dengan metode vertikultur. Hanya saja, yang menjadi perbedaan adalah, metode ini menggunakan dinding sebagai media tanam. Diantara tanaman yang cocok dengan metode ini adalah: Tomat, Cabai, Umbi-umbian serta berbagai jenis tanaman hias.

Manfaat Urban Farming

Urban farming mempunyai banyak manfaat bagi masyarakat perkotaan dan lingkunganya. Di antaranya manfaat-manfaat tersebut adalah:

Pertama. Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau. Tak dapat dipungkiri, massifnya pembangunan di perkotaan membawa dampak ketidakstabilan ekosistem lingkungan serta polusi udara. Ujung dari dampak ini adalah terganggunya kesehatan masyarakat. Kondisi ini terjadi akibat dari berkurangnya ruang terbuka hijau.

Berbagai model urban farming dapat diterapkan di area terbatas. Harapanya adalah, dengan adanya ruang terbuka hijau di tengah padatnya bangunan perkotaan, akan melahirkan kenyamanan dan meningkatnya kesehatan masyarakat kota.

Kedua. Membantu Ketahanan Pangan. Hilangnya lahan diperkotaan akibat pembangunan turut juga mengeliminasi lahan pertanian. Dampak langsungnya adalah hilangnya daya tahan warga kota dalam memenuhi kebutuhan panganya. Sebab, warga kota tidak lagi mampu secara mandiri memenuhi kebutuhanya. Dampak ekonomisnya  adalah terjadinya inflasi karena muculnya permintaan (kebutuhan) yang sangat tinggi.

Urban farming dapat memberikan harapan warga kota dalam memenuhi kebutuhan panganya secara mandiri. Memang tidak semuanya, sebab komoditasnya juga terbatas. Tapi jika konsep ini dikembangkan dengan memanfaatkan teknologi yang tepat guna, hampir semua komoditas dapat ditanam dengan berbagai model yang ada, termasuk juga padi.

Kendala umum yang sering di hadapi adalah kurangnya dorongan dan sokongan pemerintah setempat dalam bentuk regulasi. Hal ini penting, sebab ia dibutuhkan untuk menjamin keberlangsungan dan kenyamanan warga dalam menjalankan aktivitasnya. 

Kendala lainya adalah kemauan warga untuk bermitra dan berkelompok, sebab urban farming tidak akan berdampak besar jika tidak dilakukan secara bersama. Penggerak sebagai penopang kegiatan ini juga sangat penting. Penggerak bisa dari Penyuluh Pertanian (PP), penyuluh swadaya, dan atau pembina kelompok yang paham dan mempunyai kemauan.

Urban Farming Saat Ini

Saat ini urban farming masih dianggap sebagai tren atau gaya hidup orang perkotaan semata. Wajar! Memang jika dilihat dari volume lahan dan varietas tanamanya masih sangat terbatas. Sehingga secara global belum berdampak terhadap ekonomi.

Namun uniknya, kini semakin hari semakin banyak kelompok masyarakat yang menggelutinya. Bahkan di Jakarta berdasarkan data dari Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (DKPKP), semenjak adanya kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) muncul 600 ratusangang hijau, 300 kelompok Karang taruna, dan 500 an kelompok PKK. Terjadi lonjakan yang cukup signifikan jika dibanding sebelum PSBB.

Wali Kota Surabaya menjadikan urban farming sebagai bagian dari strategi pengetasan kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan warganya. Kini muncul ratusan kelompok yang menanam berbagai jenis varietas tanaman. Bahkan dimasa pandemi ini semakin digiatkan, sehingga tidak hanya komoditas hortikultura yang ditanam tapi juga tanaman pangan.

Peningkatan urban farming di Kota Surabaya juga dapat dilihat berdasarkan permintaan bibit. Tahun 2017 jumlah permintaan mencapai 5 ribu, kemudian tahun 2018 meningkat menjadi 10 ribu, dan pada tahun 2019 meningkat menjadi 100 ribu. Sampai medio 2020 permintaan bibit tanaman sudah mencapai 80 ribu.

Beda lagi dengan Kota Bandung, di kota ini malah sudah terbangun komunitas "Bandung Berkebun". Gerakan ini dimulai semenjak tahun 2012 dengan program unggulanya adalah Community Garden. Komunitas ini tidak terbatas pada edukasi budidaya, bahkan sudah pada tahap pemasaran hasil produksi komunitas. Berdasarkan data Indonesia Berkebun tahun 2013, konsep yang dipakai terlihat lebih tertata. Secara hirarkis, dalam satu komunitas, akan ada wali kebun perawat kebun, dan sponsor yang berupa tanah atau dana.

Jika dilihat dari sisi pelakunya, memang bisa jadi ini hanya lampiasan sesaat orang kota untuk mengisi kejenuhan. Namun jika melihat pada komunitas Indinesia Berkebun, jaringanya sudah ada hampir disemua kota dan kampus besar. Tenti gerakan ini tidak hanya sekedar hobi.

Urban Farming Sebagai Penopang Ketahanan Pangan

Menjadikan urban farming yang berdampak ekonomis, tidak sekedar sebagai tren dan hobi semata memang tidak mudah. Selayaknya kegiatan ini dikonsep lebih utuh dan masif. Urban farming akan menjadi kegiatan yang lebih produktif dan berdampak ekonomis ketika dilakukan secara bersama, terpadu dan melibatkan masyarakat banyak. Kegiatan pemberdayaan komunitas dalam konteks ini lebih tepat. Pembedayaan utuh mulai dari budidaya, hilirisasi dan bahkan sampai pada tahap pemasaran hasil, sehingga kegiatan ini dapat dirasakan oleh masyarakat, yaitu adanya perbaikan ekonomi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh profesor Matei Georgescu dari Arizona State University, Matei Georgescu, terungkap bahwa jika urban farming dapat di implementasikan secara penuh di setiap kota besar dunia, produksinya bisa mencapai 180 juta ton bahan makanan selama setahun. Angka tersebut merupakan 10 persen dari total hasil produksi makanan secara global.

Tidak cukup sampai disitu, bahkan urban farming juga berpotensi menghemat 15 miliar kilowatt per jam untuk pemakaian energi dunia selama setahun dan menghasilkan 170.000 ton nitrogen ke udara. Kondisi ini berarti akan terjadi pencegahan turunnya 57 juta meter kubik limpasan badai yang kerap mencemari sungai dan saluran air bersih. Wajar jika kemudian Robert Costanta, seorang pakar kebijakan publik dari Australian National University menjadikan urban farming sebagai bagain dari urban planning. Dalam istilah lain disebut juga perencanaan tata kota masa depan.

Dari paparan di atas dapat diambil kesimpulan. Urban farming sangat cocok dilakukan oleh warga kota. Supaya tidak hanya sekedar menjadi gaya hidup, namun juga berdampak ekonomis dan mampu melahirkan kemandirian pangan, yang perlu dilakukan adalah: Pertama. Kegitan ini harus dilakukan secara bersama atau berkelompok dan terpadu, memang kini adalah eranya berbagi. Kedua. Harus ada sokongan dari pemerintah, sehingga keberpihakan pemegang otoritas menjadi sangat penting. Tanpa itu, maka urban farming hanya akan menjadi penyaluran hobi sesaat dan tidak berdampak besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun