Mohon tunggu...
Solihin
Solihin Mohon Tunggu... Lainnya - Bertempat tinggal di Depok

Fast and Seriously

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

TB 2 Prof Dr Apollo "Perkembangan P3B dari Masa ke Masa"

14 Mei 2021   09:19 Diperbarui: 14 Mei 2021   10:38 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     Secara keseluruhan ,Periode antara Perang Duni I dan Perang Dunia II tercatat sebagai periode terbentuknya Jerman menduduki posisi pertama sebagai negara yang mempunyai jaringan P3B terbnayak (21 peerjanjian bilateral)posisi kedua ditempati oleh Hungaria dengan 14 Perjanjian bilateral adapun posisi ketiga , keempat dan kelima dari daftar negara yang mempunyai P3B terbanyak secara berurutan adalah Austria (11 perjanjian bilateral) Denmark (9 perjanjian bilateral) dan Francis (8 Perjanjian Bilateral)

C.2. Perkembangan P3B Setelah Perang Dunia II

      Setelah Perang Dunia II, eropa mengalami kehancuran dan membutuhkan bantuan keuangan Untuk tujuan pemulihan ekonomi, Amerika serikat mendirikan program yang dikenal dengan sebutan The marshall palan. Tujuan dari program ini adalah membantu pemulihan ekonomi negara-negara Eropa. Salah satunya dengan membentukOrganisasi dalam Rangka Kerjasama Ekonomi Eropa atau dikenal denganOEEC. The Marshall Plan ini beroperasi selama 4 tahun, yang dimulai pada bulan April 1948 dan berakhir ditahun 1952.

     Setelah melalui pertimbangan dan beebrapa pembahasan, akhirnya pada tahun 1956 Fiscal Committee terbentuk secara formal dengan target untuk melakukakan harmonisasi terkait dengan P3B Negara negara anggota dari Fiscal Committee tersebut adalah utusan Menteri Keuangan dari Negara anggota OEEC.

      Negara negara anggotanya adalahAustria, Belgia, Denmark, Prancis, Jerman, Yunani, Islandia, Irlandia, Italia, Luksberg Blanda Prtugal,Swedia,Swiss,Turki dan UK. Kemudia Amerika serikat dan Kanada bergabung menjadi anggota dari Komite tersebut.

     Fiscal Committee menerbitkan Laporan tahun 1958,1959 dan 1960 Laporan ini merupakan dasar dari draf OEEC Model yang dipresentasikan kepada Dewan OEEC pada tahun 1961, beberapa rancangan pasal telah dibuat dalam bentuk standart dan menjadi dasar dari P3B yang ada saat ini

P3B sebagai Sumber Hukum

       Untuk dianggap sebagai sumber hukum di suatu negara, suatu P3B harus melalui proses ratifikasi atau pengesahan. Proses ratifikasi ini dilakukan atas dasar ketentuan hukum perjanjian internasional di masing-masing negara yang mengadakan perjanjian. Di banyak negara, proses ratifikasi P3B harus melalui persetujuan lembaga perwakilan rakyat atau parlemen. Ketika P3B sudah diratifikasi oleh suatu negara maka ratifikasi tersebut harus diberitahukan kepada negara mitranya. Apabila masing-masing negara telah meratifikasi P3B, dapat dikatakan bahwa telah terdapat proses pertukaran nota ratifikasi.

      Pada umumnya, ratifikasi P3B di banyak negara dilakukan melalui persetujuan lembaga perwakilan rakyat atau parlemen seperti yang dilakukan oleh negara Kanada, UK, Amerika Serikat, Belgia, Luksemburg, Jerman, Austria, Meksiko, Belanda, Finlandia, Yunani, Spanyol, Swedia, dan Norwegia. Di Indonesia, berdasarkan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, proses ratifikasi P3B tidak melalui persetujuan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tetapi cukup dilakukan dengan penerbitan Keputusan Presiden yang kemudian diberitahukan kepada DPR. Pengesahan P3B yang tidak melalui persetujuan DPR ini sebenarnya bertentangan dengan Pasal 11 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.

Apabila terdapat benturan antara P3B dan ketentuan pajak domestik terhadap ketentuan yang mengatur hal-hal yang sama, yang diberlakukan adalah ketentuan yang terdapat dalam P3B. Alasan yang bisa dikemukakan di sini adalah sebagai berikut:

  • P3B adalah perjanjian internasional yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian yang tunduk dengan hukum perjanjian internasional. Oleh karena itu, ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama dalam P3B harus dilaksanakan dengan niat baik (good faith);
  • P3B pada dasarnya merupakan rekonsiliasi antara ketentuan pajak domestik masing-masing negara yang mengadakan perjanjian. Selain itu, tujuan dari P3B adalah untuk membatasi ketentuan yang terdapat dalam ketentuan pajak domestik masing-masing negara. Oleh karena itu, ketika masing-masing negara mengadakan P3B, dapat diasumsikan negara-negara tersebut telah sepakat bahwa hak pemajakan mereka berdasarkan ketentuan pajak domestik dibatasi oleh P3B
  • P3B adalah bentuk kompromi masing-masing negara yang mengadakan perjanjian. Oleh karena merupakan sebuah kompromi, apabila terjadi benturan ketentuan, tentunya P3B yang lebih diutamakan
  • P3B pada dasarnya merupakan ketentuan yang bersifat spesialis (leges speciales) terhadap ketentuan pajak domestik dari negara yang mengadakan perjanjian (lex generalis). Jadi, berdasarkan prinsip lex specialis derogat legi generali, kedudukan P3B berada di atas ketentuan pajak domestik.45

      Setiap negara mempunyai ketentuan yang berbeda dalam prosedur yang mensyaratkan untuk memasukkan P3B ke dalam ketentuan domestiknya. Secara umum, terdapat tiga jenis hubungan antara P3B dan ketentuan domestik. Pertama, P3B secara otomatis menjadi bagian dari ketentuan domestik ketika P3B tersebut berlaku (sebagai contoh, Austria, Jepang, dan Amerika Serikat). Kedua, diperlukan persetujuan parlemen agar P3B menjadi bagian dari ketentuan domestik (sebagai contoh, Jerman dan Italia). Ketiga, diperlukan suatu undang-undang untuk memasukkan P3B ke dalam ketentuan domestik (seperti Australia, Kanada, Irlandia, dan Denmark).

     Perlu diketahui juga bahwa ketentuan pajak domestik yang diterbitkan setelah disepakatinya P3B oleh masing-masing negara tidak boleh membatalkan ketentuan yang terdapat dalam P3B yang telah disepakati bersama. Atau dengan kata lain, ketentuan pajak domestik yang terbit belakangan tidak boleh meng’override’ ketentuan P3B yang telah disepakati sebelumnya. Prinsip ini dikenal dengan nama lex posterior generalis non derogat legi priori speciali. Akan tetapi, terdapat perbedaan dengan Amerika Serikat. Di negara ini, ketentuan pajak federal yang diterbitkan setelah P3B dapat meng’override’ P3B yang telah diberlakukan oleh Amerika Serikat (disebut sebagai treaty override). Di Amerika Serikat, hal ini dikenal dengan istilah ’later in time’.

Referensi

Buku:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun