Mohon tunggu...
soleman montori
soleman montori Mohon Tunggu... -

Soleman Montori

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hak Angket untuk Ahok Rendahkan Wibawa DPRD DKI

4 Maret 2015   12:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:11 1076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: SOLEMAN MONTORI

Ibarat bumerang, senjata tradisional Australia, ketika dilempar berbalik kembali kepada orang yang melemparnya. Demikian halnya dengan hak angket yang diputuskan 26 Februari 2015 oleh DPRD DKI Jakarta untuk menghadang Ahok, yang belum seminggu, namun telah berbalik mengoyak DPRD DKI Jakarta sendiri.

Hak angket sesungguhnya belum tepat dikeluarkan, karena APBD DKI Jakarta tahun 2015 belum jalan. Penyelidikan kepada Ahok melalui hak angket sangat subyektif dan tidak fair bila yang melakukannya adalah DPRD DKI sendiri yang merupakan bagian dari masalah dana siluman. Hak angket kemungkinan bisa menjadi pisau bermata dua, yang bisa menjerat DPRD dan tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) yang diketuai oleh Sekda, juga bisa menjerat SKPD yang melakukan kongkalikong (intrigue) dengan DPRD, baik yang duduk di Banggar maupun di Komisi. Penyelidikannya obyektif dan fair bila dilakukan oleh KPK dan BPK. Cara yang dilakukan oleh Ahok melapor ke KPK dan BPK sudah tepat.

Rakyat memilih DPRD DKI bukan untuk membuat hak angket, tetapi sebagai wakil rakyat, yang harus berpihak untuk kepentingan rakyat, bukan untuk melindungi kepentingan siluman.

Dari pernyataan-pernyataan Ahok nampaknya DPRD DKI sudah lama menikmati saat terindah menjadi siluman. Kalau ada masalah, kenapa hak angket tidak sejak dari dulu dilakukan. Jangan hak angket menjadi sandra politik. APBD untuk kepentingan pembangunan rakyat DKI Jakarta tidak boleh menjadi sandra dinamika politik.

Dana siluman 12,1 triliun membuat publik tercengang. DPRD DKI menjadi bahan sindiran, tertawaan, lelucon dan ejekan publik. “Saat terindah dalam hidup DPRD DKI ketika menjadi siluman. Saat sial dan menderita ketika DPRD DKI ketahuan melalui e-budgeting.”

Walaupun dana siluman 12,1 triliun telah terungkap dan diungkap, namun DPRD DKI mengelaknya dan membela diri dengan mengatakan bahwa dana siluman adalah cerita fiktif Ahok.

Jika DPRD DKI mengelak bahwa dana 12,1 triliun hanya cerita fiktif, seharusnya tidak perlu ditanggapi secara serius dengan mengeluarkan hak angket untuk mendapatkan simpati dan dukungan publik, tapi prediksi DPRD meleset, karena dalam realitasnya justru publik berpihak kepada Ahok yang secara lantang dan berani menantang DPRD DKI Jakarta. “Semua anggota DPRD atau saya yang masuk penjara,” tantang Ahok.

Ahok geram dan menantang para siluman, dan siap melepas jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta jika anggota DPRD tetap ngotot memaksakan kehendak untuk memasukan dana siluman senilai 12,1 triliun ke dalam APBD.

DPRD DKI mencoba menyesatkan Ahok ke jalan yang jahat, yaitu memasukan buku ‘Trilogi Ahok’ ke dalam APBD versi mereka, namun DPRD jatuh ke dalam kebodohan yang mereka buat sendiri ketika e-budgeting yang dibuat Ahok mendeteksinya.

Mulut siluman di DPRD DKI nampaknya penuh kecurangan. Mereka senang bila diantara sesama mereka meninggalkan kejujuran. Orang terbaik di antara mereka adalah seperti tumbuhan berduri, dan orang jujur di antara mereka adalah seperti pagar duri. Buktinya 106 anggota DPRD DKI Jakarta mendukung hak angket untuk menghadang Ahok demi mengamankan dana siluman.

Para siluman dana 12,1 triliun memiliki banyak dalih. Walaupun diduga sejak tahun 2012 menurut Ahok telah menggelapkan uang rakyat, namun mereka tetap menguatkan hati dan berperangai layaknya orang yang baik.

Mampukah Ahok melawan realitas politik keruh di DPRD DKI yang menyusahkan rakyat? Maju terus. Rakyat bersamamu! Orang jujur dipimpin oleh ketulusan hatinya. Para siluman dana 12,1 triliun dipimpin oleh hawa nafsunya. Orang jujur mengatur jalannya sendiri, kata-katanya sangat kokoh. Sedangkan koruptor yang sudah melembaga puluhan tahun di DPRD DKI bermuka tebal, batinnya penuh kebusukan, kerongkongannya menganga seperti kubur dan lidahnya merayu-rayu.

Orang urakan seperti Ahok, ucapannya kasar dan berbicara tidak seperti orang pada umumnya nampaknya masih lebih baik daripada orang yang tampak santun, ramah dan agamais, namun koruptor.

Keberanian Ahok mengungkap dana siluman di dalam APBD DKI selain mendapat sokongan dari masyarakat, juga mendapat dukungan dari Presiden dan wakil Presiden pilihan rakyat, Jokowi-JK. Menurut Yusuf Kalla, keberanian Ahok melawan korupsi adalah hal yang bagus.

Dukungan yang luas dari masyarakat kepada Ahok dalam bentuk petisi SaveAhok yang jumlahnya melebihi SaveKPK telah membuat kekompakan fraksi di DPRD DKI yang mengusung hak angket mulai goyah. Tanggal 2 Maret 2015, lima anggota partai Nasdem di DPRD DKI mencabut hak angket dan minta maaf kepada rakyat. Diisukan PKB dan PDI-P akan menyusul karena mereka sadar telah dibenci dan ditinggalkan rakyat.

Rakyat, terutama rakyat DKI Jakarta pasti tidak akan lupa wajah-wajah 106 anggota DPRD DKI Jakarta yang mereka telah pilih, dan kini dukungan rakyat DKI Jakarta kepada DPRD telah dicabut. Karena rakyat melihat hak angket yang diputuskan oleh DPRD DKI bukan untuk rakyat, tapi untuk kepentingan DPRD DKI Jakarta semata, yaitu untuk melindungi dana siluman.

Djohermansyah Johan, Direktur Jenderal Otda Kemendagri mengatakan bahwa sampai bulan September 2014 terdapat 290 kepala daerah tersandung kasus korupsi, dan sebanyak 3600 lebih anggota DPRD terkena kasus korupsi. Ini artinya, rasio atau perbandingan korupsi antara kepala daerah dan DPRD adalah 1:13.

DPRD DKI Jakarta harus menjadi lembaga kontrol, bukan menjadi bagian dari permainan kotor. Agar tidak dituduh bermuka tebal,malu dan terus dipermalukan oleh rakyat, ikutlah jejak Nasdem yang telah sadar dan telah memilih cara cerdas untuk kepentingan rakyat DKI Jakarta.***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun