Jelang pemilu tahun 2024, terlihat banyak sikap masyarakat yang berbeda selaras dengan suhu yang di suguhkan oleh sistem pemilu saat ini (Masa Kampanye). Terlihat dari pendukung yang menggunakan sifat arogansi, agitatif, lembut dan bahkan tidak ayal menggunakan pola kekerasan dan intimidasi.
Suhu politik yang ada saat ini melahirkan banyak fenomena baru di era digitalisasi media sosiali. Bukan hanya menggunakan spanduk di pinggir jalan, mengumpulkan masa di banyak tempat, namun juga kini banyak yang menggunakan media sosial dengan dikuatkan sistem algoritma juga menjadi media kampanye para calon dan tim dari tiga calon pemimpin bangsa ini.
Media sosial hari ini bukan hanya di gunakan oleh anak muda umur 10 - hingga 40 tahun, melainkan golongan tua juga menggali informasi menggunakan media sosial. seperti halnya tiktok dan snackVidio.
seperti halnya seorang warga dengan kebiasaan menjahit, menjadi jubir partisipan paslon nomor urut satu. ia paham betul tentang perkembangan pasangan Amin dari hari ke hari. hingga pada akhirnya menjadi orang yang dominan menyampaikan keunggulan paslon no urut 1 kepada teman sebayanya.
Ini bukan orang yang sengaja di perintah untuk mengkampanyekan oleh orang tertentu, namun karena algoritma media sosial yang digunakannya di menangkan oleh konten Anis. Sehingga hal ini menjadi penguat bagi dirinya untuk memilih Anis, bahkan bukan hanya sebagai pemilih namun juga sebgai jubir pastisipan di daerahnya.
Fungsi Algoritma dan dampaknya
Algoritma adalah serangkaian aturan matematika yang menentukan cara pengguna melihat konten di akun media sosial mereka. Algoritma ini menyortir postingan pada umpan pengguna berdasarkan relevansi konten, bukan waktu publikasinya. Algoritma media sosial merekam kegiatan pengguna di dunia digital, mencatat apa yang dicari, diminati, dan konten yang sesuai dengan latar belakang pengguna.
Hal ini tentu menentukan elektabilitas dari pasangan Amin. Dengan narasi perubahan tentu tidak sedikit masyarakat yang sepakat dengan hal itu, terlepas karena bentuk kekecewaan dengan sistem pemerintahan saat ini, atau karena punya prinsif ingin bangsa ini lebih baik dari sebelumnya.
Namun, tentu ada dampak negatif dari algoritma yang ada di media sosial ini diantaranya seperti yang dilansir dari voaindonesia.com bahwa dampak negatif algoritma adalah mampu mempengaruhi opini dan minat pengguna media sosial karena lewat machine learning atau mesin pembelajaran, mereka hanya berhadapan dengan unggahan yang sesuai dengan like atau rasa suka pengguna, dan memperkuat kecenderungan sebuah opini tanpa dibarengi dengan informasi yang berimbang.
Tentu ini menjadi pendukung seseorang memperkuat militansi calon pemilih termasuk penjahit ini. Namun ancamanya akan terlintas konten yang mengandung hoax, isue sara, provokasi yang tidak bertanggung jawab dan ini lumayan sulit di cegah karena karakter orang tua dengan prinsif apa yang didapat dengan dasar konten berbentuk vidio itu hal yang benar.
Komunitas Kolot Lumayan Berbahaya
Pada usia 60-70 tahun, manusia sering mengalami fase yang disebut sebagai "ego integrity vs despair" menurut teori perkembangan psikososial Erik Erikson. Pada fase ini, seseorang mencoba untuk mencapai keselarasan antara rasa kepuasan terhadap hidup yang telah dijalani (ego integrity) dan rasa putus asa karena merasa hidupnya tidak memiliki makna (despair).Â
Orang-orang pada usia ini sering melihat kembali kehidupan mereka, mengevaluasi pencapaian mereka, dan mencari makna dari pengalaman hidup mereka. Mereka mungkin merasa puas dengan apa yang telah mereka capai, atau sebaliknya, merasa menyesal dan kecewa. Pada usia ini, juga sering terjadi penurunan fungsi kognitif dan fisik, yang dapat memengaruhi pandangan mereka terhadap diri mereka sendiri dan kehidupan mereka secara keseluruhan.
Ini menjadi berbahaya saat salah satu paslon masuk ke wilayah golongan tersebut. karena prinsip hidup dan cara berpikir cederung ego saat penilain calon menurutnya sudah baik. ditambah dukungan generasi kolot hari ini sudah menggunakan media sosial sama persis dengan gen Z yang hari ini menjadi jumlah pemilih rebutan para calon.
Jiga hari ini orang berbondong - bondong bagaimana meraup suara dari generasi Z yang tergolong muda, namun generasi kolot justru cukup kuat karena dengan prinsup dan ego pribadi bahkan komunitasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H