Mohon tunggu...
Soleech el-Thorsy
Soleech el-Thorsy Mohon Tunggu... -

Miskin Ide, Males Baca, namun berkeinginan luar biasa, semoga tercapai.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

NU, Benteng Pancasila dan NKRI

3 Juni 2017   12:43 Diperbarui: 8 Juni 2017   08:17 1560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sekilas baca judul, tentu banyak kalangan terutama yang tidak "sreg" dan "gemes" terhadap NU akan mencibir bahkan menganggapnya sebagai pahlawan kesiangan. Bagi saya pribadi, hal demikian tidak perlu disikapi secara serius, toh pad gilirannya nanti akan timbul kesdaran kolektif bahwa NU lah yang secara historis memang selalu loyal dan komit dalam mengawal tegaknya NKRI dan Pancasila di Negeri ini. 

Perhatian saya memang banyak diprioritaskan dalam memikirkan urgensi Pancasila dalam mengawal dan menjaga keutuhan NKRI. Berangkat dari kerisauan atas ulah sekelompok orang tergabung dalam organisasi yang menyuarakan tegaknya khilafah islamiyah di Indonesia. Sepanjang NU masih hidup dan beraktivitas memproduksi kader inklusif di negeri ini, kehawatiran rongrongan terhadap eksistensi Pancasila tidak perlu dirisaukan. Fakta mencengangkan, timbul gerakan penanaman unsur radikalisme bagi anak-anak generasi penerus bangsa. 

Mereka sejak dini dikenalkan dengan idiologi anti cinta tanah air dan seabreg konsep jihad yang jauh dari nilai-nilai Islam Nusantara. Contoh riil yang sedang berkembang di akhir-akhir ini dan sempat viral dalam medsis adalah adanya arak-arakan yang melibatkan anak-anak dengan meneriakkan kata-kata yang jauh dari cirikhas budaya ketimuran. Sontak bikin terkejut banyak kalangan, secara diam-diam model kaderisasi dan pendidikan benih intoleran di negeri ini sudh sedimikian massif. Bila dibiarkan tanpa filter dan tindakan nyata, bagaimana nasib Indonesia kelak?

Buih gerakan intoleran di negeri ini telah sedemikian tertanam hingga menghinggapi anak-anak. Munculnya berbagai lembaga pendidikan yang berbasis Islam terpadu tampaknya cukup berhasil dalam menanamkan benih-benih tersebut. Anak-anak generasi penerus bangsa ini sengaja dididik dan dicekoki dengan paham-paham keagamaan sempit dengan melunturkan kecintaan dan kebanggaannya cinta tanah air. 

Fakta ini tidak hanya pepesan kosong, sudah sekian banyak anak hasil didikan lembaga tersebut yang memberanikan diri menganggap bahwa hormat kepada Bendera Merah Putih adalah tindakan jauh dari agama dan dihukumi haram. Tidak hanya itu, banyak amalan-amalan yang sudah mentradisi di Nusantara  seakan tidak lagi bermakna dan kesemuanya dianggap sebagai amalan bid'ah. Pemerintah hasil pilihan sah rakyat dianggap pemimpin kafir yang tidak menjalankan ajaran Islam sesuai idiologi dan ajaran yang mereka kembangkan. Kondisi yang sudah sedemikian parah, pantaskah kita hanya berpangku tangan membiarkan tanpa bertindak nyata?

Lagi-lagi, Nahdlatul Ulama dengan seabreg kekuatan organisasinya menjadi solusi atas problematika tersebut. Kenapa mesti NU? Bagaimana dengan organ lainnya? Seberapa pentingkah berafiliasi dengan NU? Mampukah NU secara organisatoris mengemban amanah penegak Pancasila dan NKRI?. Deretan pertanyaan tersebut tentu wajar diungkapkan mengingat tidak semua kenal secara intim terhadap makhluk bernama NU. Sejarah mencatat bahwa sumbangsih NU dalam menghantarkan kemerdekaan Indonesia tidak dapat dipungkiri lagi, ribuan bahkan jutaan jiwa santri nusantara melayang demi meraih kemerdekaan dari tangan penjajah. 

Tidak berhenti di situ, hingga kini NU selalu mendedikasikan perjuangannya dalam membentengi aliran wahabi yang tengah dipropagandakan oleh sekelompok ormas Islam. Melalui NU, berbagai tradisi-tradisi nusantara masih terjaga dan pengejawantahan Islam ala ahlussunnah wal jama'ah di negeri ini berkembang dengan apik. Buah pemikiran dan ijtihadi Kiai Wahab Hasbullah sebagai pendiri dan penggerak NU dalam mencetuskan adagium "Hubbul Wathon Minal Iman" layak diapresiasi dan menjadi panutan bagi kita semua yang lahir di masa kemerdekaan ini. Pemikiran cinta tanah air sebagai bagian dari iman banyak disalahpahami sebagai hadist Nabi, padahal yang sebenarnya adalah hasil ijtihadi kiai NU dalam membangkitkan rasa kepemilikan dan kecintaan terhadap negeri Indonesia ini. 

Bagi kiai NU, kecintaan terhadap tanah air, terutama kepada Pancasila dan konsep NKRI merupakan hal yang tidak dapat ditawar-tawar apalagi diperdebatkan dan diinterpretasi kembali. Jika belakangan terdapat kelompok yang berinisiasi menolak NKRI dan Pancasila, maka NU adalah garda paling depan dalam menentang dan melawan kelompok tesebut. Paham takfiri (mengkafirkan kelompok lain) yang kini secara intensif dihembuskan oleh ormas-ormas Islam radikal wajib dilawan dan dihentikan. 

Kuncinya mulailah dari diri kita, setelah kita paham idiologi dan paham Islam radikal yang demikian itu, maka jangan terlena. Bersama nahdlatul ulama (NU) kita rapatkan barisan untuk menjaga keutuhan NKRI dan tegaknya Pancasila. Perjuangan dan jerih payah kiai-kiai terdahulu harus dilanjutkan dengan gerakan membebaskan Indonesia dari aliran radikal, wahabi, dan kaum intoleran berkembang. Tidak ada sejarahnya NU berada pada posisi pembangkang dan pemberontak, jadi kehadiran NU dan Muhammadiyah di negeri ini mesti disyukuri agar anak cucu kita masih dapat menikmati indahnya bernegara di bumi nusantara yang bernama "Indonesia". Save Indonesia, Save NKRI, Save Pancasila. #BanggaJadiNu 

Oleh Soleech el-Thorsy

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun